Drama di Menit Ke-108
Tandukan maut Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi di partai final mencoreng Piala Dunia 2006. Apa keputusan FIFA untuk drama di Stadion Berlin itu? ------------- Insiden yang menggegerkan dunia itu bakal berujung di Komisi Disiplin FIFA. Selasa ini federasi sepak bola internasional itu telah meminta kapten tim Prancis, Zinedine Zidane, menyerahkan pernyataan tertulis ihwal insiden di final Piala Dunia 2006 tersebut. Salinan pernyataan itu akan diberikan kepada bek Italia, Marco Materazzi. Mereka berdua akan dipanggil dua hari kemudian. Presiden FIFA, Sepp Blatter, berjanji keputusan akan diambil sehari kemudian, Jumat pekan ini. Komisi Disiplin FIFA memutuskan menyidangkan keduanya setelah Zidane bersuara di stasiun televisi Prancis Canal Plus, Rabu pekan lalu. Proses ini dilakukan setelah Zidane menyebut aksinya dilakukan sebagai respons terhadap provokasi yang dilakukan berulang-ulang, begitu pernyataan FIFA. Drama tandukan Zidane ke dada Materazzi terjadi dalam final Piala Dunia 2006 saat Prancis berlaga melawan Italia. Ketika itu pertandingan memasuki menit ke-108 pada masa perpanjangan waktu. Tiba-tiba Materazzi terlihat roboh terjengkang. Nyaris tak ada yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi, termasuk wasit asal Argentina, Horacio Elizondo. Tapi satu dari 26 kamera yang merekam setiap jengkal Stadion Olympia Berlin, Jerman, menjadi saksi mata tak terbantahkan. Elizondo akhirnya mengusir Zidane setelah mendengar pendapat hakim garis. Kekerasan berujung kartu merah bukan hal baru dalam sepak bola. Peristiwa itu menjadi istimewa karena terjadi di partai final dan melibatkan pemain termahal dunia seperti Zidane. Nilai transfernya dari Juventus ke Real Madrid sebesar Rp 777 miliar masih menjadi rekor yang belum terpecahkan sampai sekarang. Sebelumnya, pemain berusia 34 tahun ini sudah mengumumkan final Piala Dunia menjadi pertandingan internasional terakhirnya. Tapi, hanya 12 menit sebelum pertandingan usai, Zidane berbuat konyol. Padahal ia sudah menabung prestasi cemerlang terpilih menjadi pemain terbaik dunia pada 1998, 2000, dan 2003. Terakhir, komisi jurnalis internasional memilihnya sebagai Pemain Terbaik Piala Dunia 2006. Akhir gemilang Zizou--panggilan sayang publik Prancis kepada Zidane-- sebagai jenius sepak bola pun bakal tercoreng. FIFA sudah mengancam akan mencopot predikat pemain terbaik. Eksekutif komite FIFA akan mempertimbangkan perilaku pemain yang berlawanan dengan etika, kata Blatter. Apalagi, wartawan yang memilih Zidane memberikan suara sebelum partai final dimulai. Jika gelar itu dicopot, trofi bola emas akan berpindah tangan kepada kapten Italia, Fabio Cannavaro. Keheranan tentang perilaku Zidane yang mendadak buas, padahal selama ini dikenal santun, belum pupus. Pemain legendaris Jerman, Franz Beckenbauer, ikut terkejut. Pasti Materazzi mengatakan sesuatu yang menyakiti Zidane, kata Ketua Panitia Piala Dunia 2006 ini. Beberapa media di Eropa mencoba membongkar misteri itu dengan bantuan pembaca gerak bibir. Jessica Rees, ahli membaca gerak bibir, melihat Materazzi mengucapkan kalimat dalam bahasa Italia: Che è il figlio di una puttana terrorista. Kalimat yang berarti Ini salah satu anak pelacur teroris itu amat dipahami Zidane karena ia pernah lima tahun merumput di klub Juventus. Kesaksian pembaca gerak bibir itu amat mengejutkan, terlebih terjadi saat FIFA getol mengkampanyekan antirasialisme dalam sepak bola. Pemain yang mengejek pemain lain secara rasial atau menghina pribadi bisa diganjar kartu merah dan denda uang. Namun, saat itu wasit hanya menghukum Zidane. Jika benar ada penghinaan rasial, FIFA harus bertindak, kata Piara Powar, Direktur Kick It Out, sebuah organisasi antirasialisme dalam sepak bola. Tudingan gawat itu membuat Materazzi gelagapan. Ia akhirnya mengaku telah menghina Zidane, tapi membantah mengatakan sesuatu yang berbau rasial. Saya tidak menyebutnya teroris, apalagi menghina ibunya, katanya. Pemain berusia 32 tahun ini menolak mengulang kalimat penghinaan yang dilontarkan kepada Zidane. Hanya sebuah kalimat yang biasa kita umpatkan sepuluh kali dalam sehari, katanya. Pengakuan itu berbeda dengan pernyataan Zidane tiga hari kemudian. Dia menyebut Materazzi telah menghina ibu dan saudara perempuannya dengan kata-kata yang menyakitkan. Tapi memang tidak ada kata-kata berbau rasial. Seperti juga Materazzi, Zidane menolak mengulang kalimat penghinaan itu. Kepada penonton, khususnya anak-anak, dia meminta maaf atas tindakannya, tapi ia mengatakan tak menyesal. Dia yang paling bersalah karena telah memprovokasi berulang-ulang, katanya menuding Materazzi. Ulah Zizou bagaimanapun mencoreng sportivitas sepak bola. Mark Hateley, mantan penyerang Inggris yang pernah bermain di klub AC Milan (1984-1987), mengatakan penghinaan biasa dilakukan pemain Italia untuk memancing emosi lawan. Orang Italia menyebutnya dengan istilah furbo, yang artinya akal-akalan. Ejekan itu bahkan sudah dilakukan sejak pemain berada di lorong menuju lapangan. Kadang berhasil, kadang tidak. Saya kecewa hal itu berhasil dilakukan kepada Zidane, kata Hateley. Tak cuma Zizou yang punya catatan gelap di lapangan hijau. Dua legenda sepak bola lainnya, Edson Arantes do Nascimento alias Pele dari Brasil dan Diego Armando Maradona dari Argentina, punya lembaran kelam serupa. Pele sepanjang kariernya tercatat dua kali secara sengaja menyerang hingga mengakibatkan kaki lawan patah. Peristiwa pertama dilakukan terhadap pemain Jerman Barat, Kiesman, pada 1965. Kebuasan itu diulangnya lagi dengan korban kaki Procopio, pemain klub Cruzeiro, tiga tahun kemudian. Maradona juga bertindak licik dengan memasukkan bola ke gawang Peter Shilton dari Inggris memakai tangan. Gol tangan Tuhan tersebut--begitu Maradona menyebutnya--terjadi dalam perempat final Piala Dunia 1986, tetapi baru diakuinya tahun lalu. Kali ini giliran Zidane. Nasibnya akan ditentukan Jumat pekan ini bersama sang lawan: Materazzi. Agung Rulianto, Adek Media Roza Seruduk, Jegal, Gaplok Zidane dan Materazzi sama-sama punya catatan buruk di lapangan. Keduanya langganan mendapat kartu dan terkena sanksi. --- Kebiasaan menanduk pemain lawan boleh jadi sudah ada dalam darah Zizou. Jauh sebelum insiden dengan Marco Materazzi di final Piala Dunia Jerman, ia juga pernah menanduk Jochen Kientz, pemain SV Hamburg, Jerman, saat keduanya bersitegang di lapangan. Peristiwa itu terjadi pada September 2000, dalam pertandingan Liga Champions. Akibat aksi serudukan itu, Zizou diusir keluar dari lapangan dan dilarang bermain dalam lima pertandingan berikutnya. Sebelumnya, pada kejuaraan yang sama, Zizou juga pernah menerima kartu merah karena telat menjegal Emerson, pemain tengah Deportivo La Coruna, Spanyol. Di ajang Piala Dunia, gelegak emosi Zizou juga pernah meletup. Kejadian itu berlangsung dalam pertandingan babak penyisihan grup Piala Dunia 1998 di Prancis. Zizou dengan sengaja terlihat menginjak kaki Fuad Amin, kapten tim Arab Saudi. Ihwal aksi menginjak kaki itu lantaran Fuad memprovokasi dengan kata-kata berbau rasial. Ia mengejek Zizou sebagai Arab Berber--mengingatkan pada tanah leluhurnya di Aljazair, Afrika Utara, yang memang terhitung pinggiran di dunia Arab. Sejarah mencatat orang Arab baru datang ke wilayah itu pada abad ke-7 Masehi. Di luar empat kasus tersebut, masih ada 10 kartu merah lain yang dipetik Zidane selama berlaga di berbagai pertandingan. Kartu pertama didapat pada September 1992 karena terlibat baku pukul dengan Marcel Desailly. Ketika itu Desailly memperkuat Marseilles, sedangkan Zizou bermain untuk Bordeaux. Desailly diketahui terlebih dahulu melontarkan pukulan. Zizou membalas dengan sebuah bogem ke wajah bek Marseilles itu. Jauh setelah insiden itu berlalu, keduanya menjadi kawan baik dan bahu-membahu mengantar Prancis menjadi Juara Dunia 1998. Dua tahun kemudian, kartu merah dijatuhkan pada Zidane saat ia tertangkap mata wasit sedang menggaplok wajah Thorsten Fink, pemain Karlsruhe, Jerman. Pada tahun yang sama, Zidane tak bisa meneruskan permainan setelah menjegal dari belakang Frederic Mendy, pemain tim Martigues, Prancis. Kartu merah lain disorongkan ke Zidane saat ia menggaplok Enrico Chiesa dari Parma, Italia, pada 1997. Jenius sepak bola pujaan warga Prancis itu juga diketahui mencoba memukul Quique Alvarez, pemain belakang tim Villarreal, Spanyol, pada 2005. Seperti Zidane yang mengoleksi 14 kartu merah lewat beragam aksinya, Marco Materazzi juga tergolong pemain yang bergelimang pelanggaran selama kariernya sebagai pemain sepak bola. Salah satu contoh perangai tak terpuji pemain kelahiran Lecce, Italia, 19 Agustus 1973, ini adalah ketika memukul Bruno Cirillo, pemain belakang Siena, dalam kompetisi seri A Italia. Pemukulan yang terjadi pada Februari 2004 itu berlangsung di lorong kamar ganti pemain, seusai pertandingan di Stadion San Siro, Milan. Materazzi saat itu bermain untuk Inter Milan. Saat diwawancarai wartawan televisi, Cirillo dengan demonstratif mempertontonkan bibirnya yang berdarah akibat tonjokan Materazzi. Dia menunggu saya di lorong, dan langsung memukul, katanya. Materazzi, yang lengan kirinya dipenuhi tato bertulisan LION dan XIX VIII MCMLXXIII--tanggal kelahirannya dalam angka romawi-- menyatakan penyesalan dan minta maaf atas kejadian tersebut. Kendati begitu, sanksi tetap dijatuhkan kepada pemain jangkung dengan tinggi 193 sentimeter itu. Ia dikenai larangan bertanding selama dua bulan. Perilaku buruk di lapangan juga ditunjukkan Materazzi saat masih memperkuat tim Everton, Inggris. Selama musim kompetisi 1998-1999, pemain yang terkenal dengan tendangan kaki kiri yang akurat itu diganjar tiga kartu merah dan 12 kartu kuning. Namun, Materazzi juga pernah menjadi korban aksi curang pemain lain. Ia dikeluarkan dalam laga Everton melawan Coventry karena aksi menyelam yang dilakukan Darren Huckerby. Setelah diusir, ia duduk di tepi lapangan, dekat papan iklan, dan menangis. Dalam Liga Champions musim lalu, anak pelatih terkenal Giuseppe Materazzi itu juga tertangkap kamera menyikut Juan Pablo Sorin dalam laga melawan Villarreal. Kartu merah paling gres disorongkan wasit Luis Medina Cantalejo kepada Materazzi dalam Piala Dunia 2006 saat Italia menjamu Australia di Stadion Kaiserslautern, Jerman. Zizou dan Materazzi pada akhirnya mungkin setimpal. Dwi Wiyana (dari berbagai sumber) (TEMPO, 17 Juli 2006) At 09:33 AM 7/17/06 +0700, you wrote: > > Kontemplasi > > > > Zidane > > > > Orang barat selalu mengagung-agungkan 'kebebasan > > bereskpresi'. Sebebas apa? Apakah ada batasnya, atau > > tanpa batas? Bolehkah orang main musik secara hingar > > bingar di perumahan yang padat penduduk? Bolehkah > > tetangga yang terganggu marah-marah dan memaki-maki > > dengan bahasa "kromo inggil"? Di negara barat, ya, > > orang bermain musik keras-keras dan orang memaki-maki. > > Di Indonesia, kita tak bisa mengadakan pesta musik di > > rumah tanpa izin Rukun Tetangga. Kalau ada tetangga > > terusik, dia akan datangi rumah kita dengan baik > > -tanpa memaki- dan "minta tolong dikecilkan volume > > suaranya". Inilah harmoni ala Indonesia, sebagai > > kontras "kebebasan berekspersi" ala barat. > > > > Melakukan kekerasan fisik sebagai reaksi atas > > provokasi jelas dianggap salah, namun adakah vonis > > bagi "kebebasan bereskpresi dan berpendapat" yang > > melukai hati orang lain? Bagaimana kita menahan orang > > yang dihina, "jangan marah dong"; dan mengelak untuk > > mengecam orang-orang yang menghina dan mengejek. > > Karena kita selalu menganggap yang barat lebih baik > > dari yang timur, filosofi timur 'harmoni' (rukun dan > > damai) senantiasa dicurigai secara politis sebagai > > 'pembungkaman massal' dan 'toleransi' dipandang > > sebagai 'sifat pengecut'. > > > > Orang barat dan orang timur yang berpikiran barat > > ramai-ramai mengecam Zidane sebagai "bodoh", bahkan > > menyalahkannya karena "mudah terprovokasi". > > Hampir-hampir tak ada kecaman pada yang memprovokasi. > > Ini tentu saja tidak adil. Bahkan ironis. Apa gunanya > > spanduk-spanduk raksasa dibentang di stadion > > sepakbola, slogan-slogan dicanangkan "No to Racism", > > bila rasisme terjadi di depan mata, dan kita > > ramai-ramai memalingkan muka seolah itu tidak penting? > > Ironis. Para penonton yang dikira brutal dan rasis, > > disangka akan menirukan gerakan kera untuk mengejek > > para pemain Afrika (spanduk-spanduk itu ditujukan pada > > para suporter), ternyata santun dan sportif; sementara > > sang atlet mengumbar "kebebasan berekspresi"nya dengan > > menghina ibu dan saudara perempuan sesama atlet, tepat > > di tengah arena. > > > > Seseorang mengatakan, ada cara lebih beradab yang > > dapat dilakukan Zidane selain menanduk Matarazzi. > > Apakah artinya Zidane tidak beradab? Lalu, bagaimana > > tingkat keberadaban atau kebiadaban sang provokator? > > > > Ada baiknya kita menengok kembali ke nilai-nilai > > ketimuran yang telah terbukti menyatukan kita menjadi > > sebuah negara Indonesia, atau sebuah dunia yan damai. > > Lihat nilai keluhuran Nabi Muhammad yang mengakui, > > "Belajarlah sampai ke negeri China", atau kebajikan > > Kong Hu Cu yang mengatakan, "Perhatikan bahasamu.". > > Sebetulnya musykil Indonesia bisa bersatu, melihat > > geografis dan keanekaragaman suku dan tradisinya. > > Namun nenek moyang kita menginginkan harmoni. Semua > > suku bangsa yang ada di Indonesia sudah ada sejak > > ribuan tahun yang lalu. Karena berbeda-beda, mereka > > membutuhkan harmoni. Itu sebabnya toleransi, tepa > > selira, dijunjung tinggi. Founding fathers kita bahkan > > sudah paham, bahwa mayoritas tidak selalu harus > > memimpin. Kita renungkan coba, mengapa Jawa tidak > > menjadi bahasa nasional, padahal penggunanya terbanyak > > di nusantara pada saat Sumpah Pemoeda itu dicanangkan, > > dan pemimpinnya para pemuda Jawa? Tentu karena > > pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas daripada > > sekadar "kejayaan dan mayoritas Jawa". > > > > Sebaliknya, mari kita tengok filosofi yang mendasari > > berdirinya negara Amerika Serikat. Negara itu > > didirikan oleh para pelarian yang mencita-citakan > > kemerdekaan. Freedom adalah kata ajaibnya. Bukan > > harmoni. Nenek moyang mereka adalah para korban > > penindasan dan diskriminasi agama, etnisitas, ekonomi, > > politik, di Eropah. Cita-cita mereka adalah bertindak > > bebas: bebas beragama atau tidak beragama, bebas > > bicara, bebas menulis, bebas punya senjata, bebas > > berpakaian. Apakah kebebasan itu akan merusak harmoni > > atau tidak, tidak menjadi pertimbangan, karena waktu > > itu harmoni tidak diperlukan. > > > > Apakah kita, bangsa Indonesia, membutuhkan kebebasan > > ala Amerika dan ala barat itu? Ya, mungkin dalam > > beberapa hal bisa kita adopsi. Namun bila taruhannya > > adalah harmoni, warisan nenek moyang kita, apakah kita > > akan menukarkannya? Artinya, mengapa kita semua tidak > > menahan diri dalam berekspresi dan berpendapat, bila > > ekspresi atau pendapat kita itu melukai hati > > orang-orang? Tentu ini berbeda dengan kritik tajam > > kepada pemerintah yang korup, misalnya. Hal seperti > > ini tak perlu ditolerir. Namun apa keberatan kita > > kalau kita tidak menggambar Nabi Muhammad seperti > > babi, tidak mengatakan ibu Zidane sebagai pelacur? > > Mengapa kita menyalahkan orang yang tersinggung? Kalau > > tidak diawali, tak ada orang tersinggung, bukan? > > > > Sayang sekali, pesta sepak bola Piala Dunia tahun 2006 > > yang hingga menit teakhir dipuja-puja sebagai terbaik > > selama ini karena kemegahan dan sportivitasnya, > > menjadi ternoda. Bukan oleh Zidane, melainkan oleh > > ulah seorang atlet yang tak dapat menjaga mulutnya. > > Zidane telah melanggar aturan olah raga, namun > > Matarazzi telah melanggar prinsip kemanusiaan. Tak > > heran, semakin banyak simpati ditujukan pada Zidane, > > mesipun dia dari etnis dan agama yang minoritas di > > Eropah. > > > > Sirikit Syah > > [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> See what's inside the new Yahoo! Groups email. http://us.click.yahoo.com/2pRQfA/bOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/