Kalau anda menyimak tulisan tulisan saya sejak bertahun yang lalu, mbak akan lihat, saya tak pernah mengusik Syariat itu an sich. mengapa? Karena Syariat Islam adalah masalah umat Islam, kami mengurus peraturan agama kami, juga umat lain.
Syariat Islam adalah sudah ada sejak Islam berdiri, jadi mereka yang mengaku umat islam pasti menerimanya. Jadi, saya heran, kok mbak mempersoalkan ini. saya menerima peraturan agama Kristen, karena saya beriman agama ini. begitu juga teman teman Buddha, Hindu Bali, dll. Yang saya TOLAK, juga kebanyakan umat Islam sendiri, adalah, kalau Syariat Islam dijadikan hukum negara, sehingga negara ini menjadi negara agama. Mbak lihat, bahkan Saudi Arabia, tempatnya umat Islam naik haji, adalah berbentuk aristokrasi (kerajaan), sebagaimana juga para Emirat Arab, Jordania, Tunisia, Marokko, bahkan tetangga kita, kesultanan Brunei. jadi bukan bentuk khilafah atau semacam itu. Negara negara mayoritas Muslim lainnya, memilih bentuk demokrasi pemilihan, Mesir, Syria, Pakistan, Bangla Desh, Malaysia, Indonesia, Palestina. Libya memilih bentuk unik, kepemimpinan seorang leadar, Gaddhafi. Tentang mau memasukkan nafas islami dalam perundangan, itu adalah masalah legislatif, pembuatan hukum, selama berjalan dijalur demokratis, why not? Tentu saja, dalam proses demokratis, semua unsur bangsa dilibatkan, tak perduli mino atau mayo. Jadi, kalau ada perundangan yang terasa menabrak kepentingan satu kelompok bangsa kita, haruslah disesuaikan. Azas moralitas ditemukan dalam TIAP ajaran agama, juga Kristen, Buddha, Hindu bali, dll., jadi agama agama inipun berhak menjadi sumber aspirasi pembuatan perundangan. Yang dicoba oleh DI/TII tahun 50an dan 60an awal, yang berakhir dengan ditembak matinya Kartosuwiryo oleh regu penembak dari semua Angkatan, adalah, merobah bentuk negara, menjadi negara agama (Islam). Mbak lihat, ini ditolak oleh segenap anak bangsa, dan jajaran angkatan bersenjata yang mengawal negara ini. Andaikata,mbak, hanya golongan NON Islam, yang menolak bentuk negara Islam, ini tak ada artinya. Negeri ini akan menjadi negara agama, kecuali, beberapa wilayah yang 90% NON Islam, seperti bali, Minahasa, dll, akan memisahkan diri. Tetapi, kenyataan sejarah adalah, sebagian besar umat Islam sendiri, MENOLAK bentuk negara Islam. Ini kita buktikan 60an tahun sejak negara ini didirikan. 17 Agustus 1945 sampai mbak lahir dan dewasa, adalah waktu lama, juga selama ini, yang mbak alami, dan akan alami. Kalau mbak berjalan jalan ke negara kecil tapi makmur di Eropa, seperti Finnlandia, Norwegia, Austria, Swiss, Denmark,Luxemburg, mbak akan takjub akan kemerataan sosial, disiplin kerja, ketaatan hukum, disini. Mbak akan berfikir "wah betapa islami negara negara ini". Bandingkanlah dengan korupsi besar besaran dinegara negara yang mengaku mayoritas Islam, bahkan pemerintah Palestina selama ini. Mesir, Tadjikistan, Uzbekistan, Azerbaijan...atau Indonesia. It's time to wake up, mbak. salam danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com, aris solikhah <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Saya memang meyakini mayoritas umat Islam tak menolak syariat Islam, kecuali yang mengakuinya. hehe he Alhamdulillah jika tak ada yang menolak syariat ISlam, saya cukup lega dan berbahagia. apalagi Buat anspirasi UU, misalnya perda syariah, UU dan RUU APP dan UU hukum, UU pemerintah lain. Alhamdulillah. > > Alhamdulillah mbah Danar juga tak menolak syariat ISlam lagi. Gitu dong mbah...., postingan mbah ke depan akan menunjukkannya. kalau mbah benar-benar tak menolak syariat Islam. > Persoalan negara Islam bisa dibicarakan dan diskusikan nanti. Akan lebih enak ngobrol dan diskusinya kalau sudah banyak yang setuju syariat Islam. > > saya senang mendengarnya. > > salam hangat > > aris > > > Keliru mbak. > > Baca baik baik posting dari teman teman Muslim. Mereka setuju, > seperti mbak Lina, mas Dewanto, mas Ari dan kebanyakan sahabat dan > saudara yang saya kenal, semua Muslim, untuk menjalankan Syariat > dalam diri masing masing, bahkan memasukkan aspirasi Islam > kedalamperundangan, sejauh itu baik bagi bangsa kita. > > Yang ditolak, oleh banyak Muslim dam Non Muslim, yang cinta bangsa > ini, adalah PENDIRIAN negara agama. Bukan Syariat Islam. > > > > Saya, menolak negara agama, bukan karena karena saya Non Muslim, > tetapi karena saya yakin, negara agama, agama apapun lho, juga > Kristen atau Buddha, hanya akan membawa kesengsaraan bagi anak > bangsa. Sejarah telah membuktikannya. > > Sebaliknya, TAK ada bukti, bahwa negara agama adalah makmur, adil, > manusiawi. Taka ada. jadi untuk apa bukan? > > Jadi saya menolak, bukan Syariat Islam, tetapi negara Islam. BUKAN > karena saya NON Islam. Juga negara Kristen, saya TOLAK. > > Faham kan? > > Salam > > danardono > > > --- In ppiindia@yahoogroups.com, aris solikhah > wrote: > > > > Mas Ahmad, > > Selamat bergabung. > > Mbah Danar bukan muslim, jadi wajar pula selama ini beliau > memposting hal-hal yang sifatnya penolakan syariat Islam. saya > maklum ko. Bila akidahnya saja tidak mau mengimani Islam, sangat > dimaklumi jika beliau tak mempunyai keinginan syariat Islam > diterapkan. saya hanya kadang agak sedikit heran dengan postingan2 > yang memakai label nama islami atau beberapa umat Islam yang > terang2an menolak syariat Islam. But itu pun juga saya bisa > memaklumi. Kalau menolak ya terus mau diapain, dimaklumi dan mari > kita doakan saja. Hidup itu proses... hari ini menolak, how khows > next time... > > > > salam^_^ > > aris > > > > RM Danardono HADINOTO wrote: > > Mas, adakah kata kata saya yang berindikasi bahwa saya > tidak/kurang > > yakin akan agama yang saya anut? Tidak rela? Atau yang mau men- > > campur adukkan keyakinan? dengan apa apa dicampur adukkan? > > > > Bukankah agama bagi kita semua, agama apapun, adalah agama, system > > kehidupan? seperti yang saya katakan? Anda tidak setuju? > > > > Agama adalah wahyu, yang harus diimani, saya katakan, anda tidak > > setuju? > > > > Komunisme atau demokrasi adalah system duniawi, yang adalah hasil > > revolusi sejarah kemanusiaan, sedangkan agama adalah wahyu, anda > > tidak setuju? > > > > Apa agama yang saya anut, tidak relevan dalam pembahasan ini, > sebab > > kita berpandangan yang sama. > > > > bagaimana? > > > > salam > > > > Danardono > > > > > > > > > > > > > > > > --- In ppiindia@yahoogroups.com, Al-Badruuni Enterprise > > wrote: > > > > > > Satu hal yang saya tanyakan ke Bpk Danardono, > > > > > > Apakah Anda seorang Muslim?Lalu seberapa yakinkah Anda dengan > > agama yang Anda anut? Karena sepertinya Anda tidak rela dengan > > keyakinannya sendiri. Atau Anda termasuk orang yang ingin mencapur > > adukkan keyakinan? > > > > > > Wassalam, > > > Ahmad > > > > > > RM Danardono HADINOTO wrote: > > > --- In ppiindia@yahoogroups.com, aris solikhah > > > > > wrote: > > > > > > > > Berawal dari sudut pandang berbeda maka akan melahirkan sikap > > yang > > > berbeda. Saya memandang ISlam bukan sekedar agama seperti yang > > > lainnya namun ISlam adalah juga sistem kehidupan. Sedang mbah > > tidak > > > berpandangan demikian. > > > > > > DH: sekali lagi tanggapan: > > > > > > 1) Kita tak berbeda sudut pandang. Kita mempunyai definisi yang > > sama > > > bagi ketiga hal itu, demokrasi, komunisme dan agama (Islam). > > karena > > > itu, sikap kita tak harus berbeda. > > > > > > 2) Agama, adalah agama, tak ada umat yang menganggap > > > agamanya "sekedar agama". Agama, bagi setiap masyarakat penganut > > > adalah system kehidupan. > > > > > > 3) Berbeda dengan isme isme, yang adalah lahir dari revolusi > > > kemasyarakatan, dan jawaban bagi masalah yang berlaku kala itu, > > > agama dianggap wahyu oleh setiap penganutnya, tak tak dianggap > > > buatan manusia dalam menjawab masalah keduniaan. > > > > > > 4) karena Islam, sebagaimana Kristiani, Yahudi, Buddha, Hindu > dan > > > lain lain, dapat dijalankan di dunia memakai isme isme yang ada, > > > kecuali tentu komunisme, yang menolak agama. > > > Demokrasi, dapat diwujudkan di negara Buddha, Hindu, Kristen > > maupun > > > Islam. > > > > > > Sebaliknya, agama dapat dihjalankan dalam alam a demokrasi, > yakni > > > aristokrasi, misalnya Saudi Arabia; Emirat Arab, Sultanat > Brunei, > > > dlsb. > > > > > > Disini kekeliruan mbak, dalam nenelaah system sosial politik > ini, > > > seolah mereka "ber-deret deret", padahal mereka dapat menjadi > satu > > > kenyataan sosial politik. > > > > > > Salam hangat > > > > > > danardono > > > > > > > > > > > DINOTO wrote: 1) Demokrasi, komunisme dan > > > islam. Ini tiga benda yang beda > > > > substansinya, mana mungkin dideret deretkan untuk perbandingan? > > > > > > > > Demokrasi adalah just a system of governing a country. Instead > > > > dipimpin oleh seseorang yang memerintah turun temurun, diganti > > > oleh > > > > team yang dipilih oleh rakyat. That's it. jalan tidaknya, ya > > > > tergantung yang menjalankannya. Austria, swiss, Finnlandia, > > > > Norwegia, Luxemburg, misalnya, berhasil. yang gagal, ya jangan > > > > salahkan systemnya. > > > > > > > > 2) Komunisme adalah sebuah system dan program politik. Instead > > > > pimpinan dari team yang dipilh rakyat, pimpinan dipegang oleh > > SATU > > > > partai, dan pemilikan faktor produksi oleh individu dilarang. > > > > > > > > > > > > Konsep 1 dan 2, adalah konsep politik ekonomi, yang sangat > > > duniawi, > > > > tak ada unsur rohani, atau wahyu wahyuan. Semua dapat > dibuktikan > > > > oleh nalar. Yang ada hanya system reward atau hukuman duniawi, > > tak > > > > ada sorga atau neraka. > > > > > > > > 3) Islam adalah agama. Yang walaupun ada aspekt duniawi, namun > > > hanya > > > > sebagian dari seluruh substansi. Bukan masalah nalar, tapi > iman, > > > > karena di adalah dianggap wahyu. > > > > > > > > Tiap bangsa berbeda dalam menjalankan agama, dan > mentafsirkannya. > > > > Komunisme memusuhi kaum kapitalis, karena memang tak boleh ada > > > yang > > > > memiliki kapital. Demokrasi memusuhi tyran, karena memang tak > > > boleh > > > > ada tyrani. > > > > > > > > Islam mengandung semua unsur, ada yang kapitalis, ada yang > > > proletar, > > > > ada tuan tanah, ada buruh tani, ada banker ada nasabah. Jadi > > > terdiri > > > > dari manusia, yang economically dan sosially ber-hadap hadapan. > > > > > > > > Juga negara jiran yang beragama sama, belum tentu mempunyai > > posisi > > > > yang sama, karena kepentingan sosial ekonomi beda. Saudi > Arabia > > > > takkan mau, sampai matipun, menggabung dengan negara islam > yang > > > > melarat. > > > > > > > > jadi, jangan di-aduk aduk, mbak. > > > > > > > > Salam > > > > > > > > danardono > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > --- In ppiindia@yahoogroups.com, aris solikhah > > > > wrote: > > > > > > > > > > > > > > > Dan seperti layaknya demokrasi dan komunisme yang bermula > dari > > > > sebuah wacana kemudian berkembang diterapkan dalam banyak > > negara. > > > > Begitu pula syariat Islam. Semua berawal dari wacana... so, > > Wahai > > > > umat yang Beriman pada Allah dan Rasul-Nya serta hari kiamat > > mari > > > > kita wacanakan di mana pun kita berada. Always Keep spirit. ^_^ > > > > > > > > > > Never ending improvement............ > > > > > Samsul Bachri wrote: > > > > > Sedikit menambahkan, bahwa kelompok liberalis yang mengusung > > > > bendera > > > > > Islampun pun ternyata belum pernah menyampakan statement > yang > > > > membela > > > > > kepentingan Islam itu sendiri. Jadi kita sudah tahu seperti > > apa > > > > dan siapa > > > > > mereka. Bahwa meraka secara tidak langsung telah mengatakan > > > bahwa > > > > mereka > > > > > memang tidak membela kepntingan Islam. Semoga bukan karena > > > faktor > > > > ekonomi, > > > > > karena sangat patut dikasihani jika kerana masalah ekonomi, > > > mereka > > > > harus > > > > > menggadaikan segalanya. > > > > > > > > > > ----- Original Message ----- > > > > > From: "Al-Badruuni Enterprise" > > > > > To: > > > > > > > > > > Sent: Sunday, July 16, 2006 8:37 PM > > > > > Subject: Re: [ppiindia] Syariat Islam, sebuah wacana > > > > > > > > > > > > > > > Assalamu alaikum wr wb, > > > > > > > > > > Sebagai orang Muslim (insya Allah) dan sebagai manusia biasa > > > > (dengan > > > > > segudang kekurangan dan kekhilafan) sedikit saya akan > memberi > > > > pandangan saya > > > > > mengenai tulisan dibawah yang diposting oleh Bpk Danardono. > > > > > > > > > > Ide untuk menjadikan Syariah Islam sebagai pedoman dalam > > > kehidupan > > > > seorang > > > > > Muslim merupakan kewajiban yang tidak terbantahkan,termasuk > > > Muslim > > > > di > > > > > Indonesia. Syariah Islam memang sudah ditegakkan sejak masa > > > > Rasulullah dan > > > > > menjadi satu paket antara pedoman hidup sebagai pemeluk > Islam > > > dan > > > > pedoman > > > > > dalam hubungan kenegaraan atau masyarakat non Islam (yang > > diatur > > > > dalam > > > > > Piagam Madinah). > > > > > > > > > > Sistem ini dilanjutkan oleh para Sahabat Khulafaur Rasyidin > > > dengan > > > > > serba-serbi beserta kelebihan dan kekurangan masing- masing. > > > Namun > > > > syariah > > > > > Islam yang diterapkan sampai dengan Khalifah keempat > dapatlah > > > kita > > > > jadikan > > > > > contoh bagaimana sebenarnya aplikasi Syariah Islam secara > > benar. > > > > > > > > > > Adapun masa dinasti Umayah,Abbassiyah dan seterusnya sampai > > yang > > > > terakhir > > > > > (Pemerintah Turki Ustmani) merupakan aplikasi Syariah Islam > > yang > > > > tidak bisa > > > > > kita pungkiri sebagai awan kelabu dalam sejarah perkembangan > > > > Islam,meski di > > > > > beberapa sisi juga sempat mengangkat nama Islam ke seluruh > > > penjuru > > > > dunia > > > > > (tentunya hal ini juga kehendak Allah SWT). > > > > > > > > > > Wacana penegakan Syariah Islam di Indonesia mulai tercatat > > dalam > > > > sejarah > > > > > dimana para ulama dan perwakilan Muslim waktu > penandatanganan > > > > Piagam Jakarta > > > > > dengan sangat legawa (demi persatuan dan kesatuan bangsa) > > > > menghilangkan > > > > > beberapa kata sentral dalam penegakan Syariah Islam di bumi > > > > Indonesia. Dan > > > > > hingga sekarang kita semua tahu wacana Syariah Islam telah > > > > ditiupkan oleh > > > > > orang-orang yang tidak bertanggung jawab sebagai sesuatu > yang > > > tabu > > > > dan bagi > > > > > siapa yang membuka kembali pasti akan dicap sebagai > > pemberontak. > > > > > > > > > > Sebenarnya satu hal yang ingin saya tanyakan kepada para > > Saudara > > > > > (khususnya yang beragama Islam), "Apa sih kekurangan dan > > > > mudharatnya Syariah > > > > > Islam?Tentunya seorang Muslim berpegang teguh kepada Syariah > > > Islam > > > > > bukan?Tapi mengapa banyak sekali orang yang mengaku Muslim > > namun > > > > seperti > > > > > menghina syariahnya sendiri." > > > > > > > > > > Adanya pengalaman buruk di beberapa negara dan kawasan,bukan > > > > merupakan > > > > > alasan untuk men-diskreditkan Syariah Islam. Kita semua tahu > > > > pengalaman > > > > > tersebut merupakan kesalahan dalam aplikasi Syariah secara > > benar. > > > > > > > > > > Salam, > > > > > Ahmad > > > > > > > > > > RM Danardono HADINOTO wrote: > > > > > Judul Buku: Syariat Islam, Pandangan Muslim Liberal > > > > > > > > > > Penulis: Al Asymawi, Saiful Mujani, Azyumardi Azra, Taufik > > Adnan > > > > > Amal, Ulil Abshar-Abdalla, et all. > > > > > > > > > > Editor: Burhanuddin > > > > > > > > > > Wacana syariat Islam bersifat pelik berkenaan dengan sifat > > > hubungan > > > > > Islam sebagai sebentuk keyakinan atau agama dengan formulasi > > > hukum > > > > > Islam historis yang selama ini disebut syariat (An-Na'im, > > 1994). > > > > > Pada saat syariat Islam dibicarakan dalam locus dan konteks > > > > historis > > > > > dan profan, maka syariat Islam harus siap didudukkan dalam > > > bingkai > > > > > penilaian yang fair tanpa berharap ada keistimewaan apapun > > karena > > > > > anggapan akan sakralitas fungsi dan sumbernya. > > > > > > > > > > Kebanyakan aktivis syariat Islam tidak siap meletakkan > syariat > > > > Islam > > > > > dalam diskusi publik yang rasional. Statemen-statemen > > > > > semacam "syariat tak bisa divoting," "syariat lebih unggul > > > daripada > > > > > konstitusi sekuler" misalnya, selalu mewarnai sidang- sidang > > > tahunan > > > > > di MPR belakangan ini. Ruang pergumulan untuk mengisi cetak > > biru > > > > > (blue print) konstitusi, terutama di negara-negara Muslim, > > sering > > > > > diramaikan oleh aspirasi religius sebagian kelompok untuk > > memberi > > > > > visi Islami pada konstitusi. > > > > > > > > > > Memang dewasa ini muncul kecenderungan baru di banyak negara > > > Muslim > > > > > untuk menerapkan syariat Islam dengan cara memanfaatkan > > kebebasan > > > > > dan demokrasi yang -suka tidak suka- juga memberi peluang > bagi > > > > > munculnya ekspresi keagamaan dalam kutub paling ekstrem > > > sekalipun. > > > > > Aspirasi penerapan syariat Islam berbanding lurus dengan > > pasang > > > > naik > > > > > demokrasi di negara-negara muslim. Di antara mereka juga > fasih > > > > > melantunkan idiom-idiom demokrasi dan memaksimalkan lembaga- > > > lembaga > > > > > demokrasi sebagai sarana mencapai tujuan. > > > > > > > > > > Partai Keadilan di Indonesia, FIS di Aljazair yang > memenangkan > > > > > pemilu putaran pertama tahun 1991 yang kemudian dibatalkan > oleh > > > > > rezim militer, hanyalah sebagian contoh partai-partai > Islamis > > > yang > > > > > memperjuangkan agenda syariat Islam dalam pemerintahan. Di > > > sejumlah > > > > > negara Muslim lain seperti Pakistan, Yordania, Mesir, > Maroko, > > > Iran, > > > > > dan Kuwait, kelompok-kelompok Islamis mereka ikut bersaing > di > > > > pentas > > > > > politik nasional masing-masing dengan menggunakan prosedur > > > > pemilihan > > > > > umum. > > > > > > > > > > Namun demikian, sebagian besar pemerintahan Islam dibangun > > lewat > > > > > prosedur non-demokrasi. Arab Saudi misalnya, secara konsisten > > > > > memberlakukan syariat Islam dalam kehidupan sosial-politik > > > melalui > > > > > jalur otoritarianisme sejak Muhammad al-Saud dan Muhammad > bin > > > Abd > > > > al- > > > > > Wahhab menyepakati suatu kontrak politik yang melahirkan > > kerajaan > > > > > kaya minyak itu. > > > > > > > > > > Pemerintahan Taliban sebelum dirobohkan koalisi Amerika > > Serikat > > > > juga > > > > > menjadi contoh yang baik betapa otoritarianisme menjadi > jalan > > tol > > > > > bagi pelaksanaan syariat Islam yang eksesif di di > Afghanistan. > > > > > Demikian juga di Pakistan tahun 1980-an di mana > > > > program "Islamisasi" > > > > > yang digelindingkan rezim militer di bawah Zia ul-Haq > menarik > > > minat > > > > > kekuatan politik Islamis -yang tidak pernah menuai simpati > > rakyat > > > > > dalam pemilu seperti Jamaat-i-Islami yang didirikan Abu A'la > > al- > > > > > Mawdudi-untuk berkolaborasi dengan militer. > > > > > > > > > > Buku yang ada di hadapan Anda ini pada dasarnya berambisi > > > > > menyuguhkan sederetan fakta pengalaman negara-negara Islam > > dalam > > > > > berdialektika dengan syariat Islam dan isu-isu kontemporer > soal > > > > > demokrasi, HAM, civil society dan lain-lain. > > > > > > > > > > Pertanyaan pendek yang kerap menghantui adalah: "Mengapa para > > > > > pengusung syariat Islam tak pernah menarik pelajaran dari > > banyak > > > > > negara Islam yang melakukan eksperimentasi yang gagal dalam > > > > > memberlakukan syariat Islam?" > > > > > > > > > > Atau, jangan-jangan, kenyataan yang tersajikan di negara- > > negara > > > > yang > > > > > menerapkan syariat Islam itulah yang mereka tempuh dengan > > > sengaja, > > > > > di mana pertumbuhan ekonomi per-kapita yang rendah, tingkat > > > > > pendidikan dengan indikator tingkat melek huruf yang > amburadul, > > > > > pendeknya harapan hidup (life span), dan absennya kesetaraan > > > > gender, > > > > > siap dimaklumkan asalkan syariat Islam terlaksana. > > > > > > > > > > Alih-alih memberi garansi bagi terpeliharanya hak-hak politik > > > > > (political rights) dan hak-hak sipil (civil liberties) warga > > > > negara, > > > > > para pengusung syariat Islam juga tidak serius membenahi - > apa > > > yang > > > > > disebut Saiful Mujani sebagai- "indeks kemaslahatan publik." > > > > Jikalau > > > > > sedari awal berdirinya rezim syariat Islam selalu > memaklumkan > > > jalan > > > > > pintas otoritarianisme, maka adalah sulit, untuk tidak > menyebut > > > > > mustahil, mengharapkan indeks kemaslahatan publik akan lahir > > dari > > > > > tangan-tangan mereka. > > > > > > > > > > Realitas sui-generis itulah yang akan diketengahkan buku > yang > > > > dibagi > > > > > menjadi dua bagian ini. Sebelum beranjak pada bagian > pertama, > > > buku > > > > > ini didahului "provokasi intelektual" juris asal Mesir, > > Muhammad > > > > > Sa'id al-Asymawi. Pendahuluan bertajuk "Jalan Menuju Tuhan" > ini > > > > > berdasarkan terjemahan dari salah satu sub-bahasan dalam > > master- > > > > > piece al-Asymawi, Al-Islam al-Siyasi (1992). > > > > > > > > > > Bagian pertama terdiri dari lima tulisan panjang, > > yaitu "Syariat > > > > > Islam, Konstitusionalisme, dan Demokrasi," "Negara dan > Syariat > > > > dalam > > > > > Perspektif Politik Hukum Indonesia," "Syariat Islam di > > > > > Aceh," "Simbolisasi, Politisasi dan Kontrol terhadap > Perempuan: > > > > > Studi Kasus di Aceh," dan "Selamatkan Indonesia dengan > > Syariah." > > > > > Tulisan pertama yang ditulis Saiful Mujani dimaksudkan untuk > > > > > memotret gambaran komparatif negara-negara yang menerapkan > > > syariat > > > > > Islam dibandingkan dengan asas paling dasar dari raison > d'etre > > > > > berdirinya sebuah negara, yakni kemasla-hatan sebesar- > besarnya > > > bagi > > > > > warganya. > > > > > > > > > > Tulisan kedua dari Arskal Salim dan Azyumardi Azra coba > > mengulas > > > > > hubungan negara (baca: Indonesia) dengan syariat dari > > perspektif > > > > > legal-formal dan sejarahnya. Taufik Adnan Amal dan Samsu > Rizal > > > > > Panggabean menukikkan kasus penerapan syariat Islam di > > Nanggroe > > > > Aceh > > > > > Darussalam (NAD) sejak UU No. 44 tahun 1999 dikeluarkan. > Kedua > > > > > penulis dari Forum Kajian Budaya dan Agama (FKBA), > Yogyakarta, > > > ini > > > > > menyinggung aspek kesejarahan, sosiologis dan yuridis dari > > > > penerapan > > > > > syariat Islam di NAD. Sementara aspek kesetaraan perempuan > ter- > > > > cover > > > > > dalam tulisan Lily Z. Munir. Adapun tulisan Ir. M. Ismail > > Yusanto > > > > > memberikan perspektif dari sudut kalangan yang selama ini > > gencar > > > > > memperjuangkan penerapan syariat Islam di Indonesia. > > > > > > > > > > Bagian kedua dari buku ini berisi materi perdebatan dalam > acara > > > > > workshop terbatas yang diadakan Jaringan Islam Liberal (JIL) > > pada > > > > > tanggal 10-11 Januari 2003 di Puncak, Jawa Barat. Workshop > itu > > > > > bertajuk Shari'a: Comparative Perspective yang diramaikan > oleh > > > > > kehadiran Prof. Dr. Abdullahi Ahmed An-Na'im dan kontributor > > JIL > > > di > > > > > seluruh Indonesia. Workshop itu sendiri terbagi menjadi tiga > > > sesi; > > > > > pertama, Shari'a: Comparative Country Case Studies; kedua, > > > Shari'a: > > > > > The Indonesia Case; dan ketiga, Toward Reformation of > Islamic > > > Law. > > > > > Sesi pertama diantarkan oleh Prof. Dr. Abdullahi Ahmed An- > > Na'im > > > dan > > > > > Prof. Dr. Azyumardi Azra, sementara Ir. M. Ismail Yusanto, > > Samsu > > > > > Rizal Panggabean dan Lily Z. Munir bertugas mengantarkan > sesi > > > > kedua. > > > > > Adapun sesi ketiga tidak ada "narasumber" yang mengantarkan > > > > diskusi, > > > > > kecuali Ulil Abshar-Abdalla, Lies Marcoes-Natsir dan Syafiq > > > Hasyim > > > > > yang memandu sesi terakhir ini. Setiap peserta menjadi > > narasumber > > > > > dalam workshop di awal tahun ini. > > > > > > > > > > Demikianlah, isu syariat Islam selalu menawarkan perdebatan > > > > menarik, > > > > > bak tabir misteri yang tak kunjung usai dibicarakan. Dalam > > > konteks > > > > > nation-building kita, perdebatan di seputar isu syariat > Islam > > > bisa > > > > > dikatakan setua umur republik ini. Hanya saja, kini kalangan > > yang > > > > > terlibat dalam perdebatan isu syariat Islam tidak lagi > terpaku > > > pada > > > > > narasi-narasi besar. Tak ada lagi oposisi biner antara > kalangan > > > > > Islam vis-à-vis nasionalis dalam menerima atau menolak > syariat > > > > > Islam. Menariknya, baik yang mengusung maupun mementahkan > > > penerapan > > > > > syariat Islam oleh negara sama-sama berasal dari "rahim" > > Islam, > > > > sama- > > > > > sama lahir dan besar dari tradisi Islam, dan sama-sama fasih > > > > memakai > > > > > justifikasi teologis dari kekayaan khazanah klasik Islam > untuk > > > > > membenarkan argumennya. > > > > > > > > > > Dengan demikian, persepsi dan pandangan umat terhadap konsep > > > > syariat > > > > > Islam tidaklah monolitik, apalagi jika syariat Islam > dikaitkan > > > > > dengan konsep politik, demokrasi dan pemerintahan. Persepsi > > === message truncated === > > > > The great job makes a great man > pustaka tani > nuraulia > > > --------------------------------- > Talk is cheap. Use Yahoo! Messenger to make PC-to-Phone calls. Great rates starting at 1¢/min. > > [Non-text portions of this message have been removed] > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> See what's inside the new Yahoo! Groups email. http://us.click.yahoo.com/2pRQfA/bOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/