http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=151818


       Buat Apa Kita Merdeka?
      Oleh Sulastomo
      Koordinator Gerakan Jalan Lurus 




      Rabu, 9 Agustus 2006
      Menjelang sepekan hari kemerdekaan RI, suasana terasa agak berbeda. 
Kemeriahan mungkin akan menandai peringatan ke-61 hari kemerdekaan RI ini. 
Masyarakat lebih antusias justru ketika berbagai masalah sedang dihadapi bangsa 
ini. Di tengah kemeriahan itu, ada baiknya kita bertanya: buat apa kita 
merdeka? 

      Ada kata-kata yang mungkin masih relevan dengan kondisi kita sekarang. 
Ketika menyampaikan pidato pembelaan di pengadilan Belanda di Den Haag pada 
tahun 1928, Bung Hatta berkata: "Lebih baik kami melihat Indonesia tenggelam ke 
dasar lautan daripada melihatnya sebagai embel-embel abadi suatu negara asing." 
Kata-kata itu paling tidak menjawab, buat apa kita "merdeka". Pasti tidak untuk 
menjadi "embel-embel" negara lain. 

      Konsep kolonialisme memang sudah berubah. Negara-negara maju tak lagi 
menjajah negara dunia ketiga secara fisik. Di balik tujuan penguasaan fisik 
suatu negara, sebenarnya ada kepentingan ekonomi negara penjajah. Kekayaan 
dunia ketiga telah mengalir ke negara maju selama berabad-abad. 

      Sekarang, menduduki suatu negara secara fisik sudah bukan zamannya lagi. 
Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, begitu bunyi proklamasi kita. Menduduki 
suatu negara dalam bahasa sekarang bisa melanggar hak asasi manusia (HAM). 
Namun kenyataan seperti itu tidak mengurangi semangat menguasai perekonomian 
suatu negara. 

      Betapa banyak negara dunia ketiga yang masih sangat bergantung pada 
negara maju. Ketergantungan itu berupa utang luar negeri yang sangat besar, 
sehingga cicilan dan bunganya setiap tahun mengalir deras ke negara maju. 

      Kebijakan ekonomi suatu negara sudah tentu tidak lepas dari kepentingan 
negara maju, baik dalam bentuk menjadikan negara itu sebagai pasar produk atau 
sasaran investasi yang juga kita perlukan. Dengan demikian, diperlukan 
kebijakan yang menarik bagi investasi asing. 

      Semua itu terasa tidak terelakkan ketika mengaitkannya dengan 
globalisasi. Di era globalisasi, kita harus bersikap terbuka dan siap bersaing 
di pasar bebas. Suatu hal yang memang tidak mudah bagi dunia ketiga. 

      Karena itu, banyak akademisi asing yang justru menasihati negara 
berkembang. Ada yang berandai-andai, negara maju sebagai Lexus (mobil mewah 
Jepang), sementara negara berkembang sebagai "pohon zaitun". Akar pohon zaitun 
itu harus kuat agar tidak bisa dilindas oleh Lexus. 

      Atau nasihat Joseph Stiglitz, penasihat ekonomi Presiden Clinton, yang 
mengatakan: Negara dunia ketiga memang harus mengelola globalisasi dan justru 
tidak boleh hanyut. 

      Buat apa kita merdeka? Tentu tidak untuk menjadi "embel-embel" negara 
asing. Syaratnya: harus mampu mengelola globalisasi.***  


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke