Republika, Selasa, 08 Agustus 2006 Resonansi
Info Oleh : Ahmad Syafii Maarif Pada forum "Dewan Pers Menjawab" dalam bentuk dialog interaktif di TVRI 19 Juli 2006 malam bersama RH Siregar (Dewan Pers) dan Atmakusumah Astraatmadja (wartawan senior), pembawa acara Bung Hinca IP Pandjaitan (Dewan Pers) meminta saya untuk memberi pesan terakhir buat para wartawan. Jawaban saya pendek dan sederhana: "Wartawan harus memasang telinga ke bumi." Artinya, seorang wartawan sesuai dengan tugas dan nalurinya, tidak boleh merasa lelah, harus sigap, dan pantang menyerah dalam menggali info sebanyak-banyaknya dan seakurat mungkin, demi kepentingan publik. Saya sebagai mantan wartawan tahun 1970-an, naluri memburu info itu belum punah sama sekali, kadang-kadang kambuh juga. Bukankah sebagian sumber Resonansi berasal dari info yang saya jaring dari berbagai sumber dan kalangan? Bulan Juli 2006 beberapa info yang mungkin patut diketahui pembaca, akan saya tuturkan di bawah ini. Pertama, dalam perbincangan dengan para mantan jenderal, laksamana, marsekal, pengusaha, mantan pejabat tinggi, dan tokoh masyarakat lainnya, di kantor Jenderal Kemal Idris Jakarta 19 Juli 2006, saya mendapat banyak info, termasuk dari Kwik Kian Gie. Buku Kwik yang laris keras berjudul Pemberantasan Korupsi (edisi 3 revisi 2005) juga dia bagikan secara cuma-cuma kepada kami siang itu. Di antara info dari buku Kwik itu yang menurut saya layak saya tuturkan kembali di sini adalah sebagai berikut: Di Jerman, lulusan perguruan tinggi yang hanya menguasai pengetahuan yang bersifat teknis saja disebut Fach Idiot. Artinya, dia menguasai ilmu pengetahuan yang sangat teknis dan mendalam sekali, tetapi di luar itu dia tidak tahu apa-apa, bahkan yang bersifat falsafati sedikit saja, dia adalah seorang idiot (hlm. 17). Dalam Webster's New World Dictionary of American Language (1971 hlm. 370), IQ seorang idiot kurang dari 25, alias superbodoh. Teman saya dari Manado, seorang dokter ahli otak, Taufiq Pasiak, mengatakan kepada saya bahwa seorang idiot belum tentu bodoh. Bisa sangat pintar, tetapi tidak bertanggung jawab jika berbicara. Disebutkan beberapa nama pemimpin yang idiot itu. Fach Idiot di atas ternyata bukan bodoh total, tetapi kepintarannya hanya pada satu jurusan: teknis. Di luar itu, dia idiot. Bah, jika begitu alangkah banyaknya penduduk bumi ini yang berada dalam kategori idiot. Dari desa yang tersuruk sampai ke ibu kota yang bermandikan cahaya, barisan idiot itu tentu akan dapat dicermati dengan kriteria ini. Kedua, dalam pembicaraan dengan seorang mantan pejabat penting di suatu tempat di Jawa Barat pada 28 Juli yang lalu, saya dan teman-teman diberi tahu bahwa kantongnya terkuras sebesar Rp 10 miliar sewaktu mencalonkan diri sebagai gubernur, hanya dalam lima hari. Dan dia gagal. Kegagalan ini ternyata berekor panjang: bini minggat karena kecewa berat. Untung saja teman baru saya ini tetap tegar, setidak-tidaknya dia masih bisa bersenda gurau. Tampaknya tidak ada pilkada yang bebas dari uang. Untuk kabupaten atau kota yang ber-PAD tinggi, tentu calon petanding akan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Bagi yang kalah, harus gigit jari atau mungkin jantungan, sedangkan bagi yang menang tentu masa jabatan akan digunakan pula untuk pengembalian dana yang sudah dihabiskan selama kampanye. Bagaimana negeri ini tidak akan semakin babak belur? Dari satu sisi, pilkada adalah sebuah kemajuan bagi proses demokratisasi, tetapi semuanya ini dirusak oleh permainan uang yang sampai berlimpah itu. Ketiga, info ini berasal dari seorang sahabat, pemilik bengkel pencuci mobil dan las. Orangnya pintar, mengerti politik, pernah bertahun-tahun bekerja dalam bidang perminyakan di luar Jawa. Setelah pensiun buka bengkel yang cukup punya prospek. Inilah isi info itu. Tahun 2005, seorang sopir bersama keluarganya datang untuk cuci mobil ke bengkelnya. Harga mobil Toyota Alphard yang dicuci itu sekitar Rp 450 juta, milik seorang gubernur di luar Jawa. Sang sopir ditanya, "Ini mobil yang ke berapa? Dijawab polos, "Kelima belas. Di rumah gubernur yang ada di kota ini ada tiga mobil, belum yang di rumah Jakarta dan yang ada di ibu kota provinsi, di samping sebuah helikopter." Sahabat saya hanya geleng-geleng mendengar info itu, dan kemudian berucap, "Gubernur-gubernur sebelum yang satu ini kelakuannya sama saja. Bahkan, ada seorang yang gembung perutnya sebelum mati." Tiga info itu saja untuk sementara sudah cukup dulu untuk menambah beban mental kita memikirkan nasib masa depan Indonesia. Kekayaan bangsa semakin banyak saja yang digarong, sehingga kadang-kadang sulit bagi kita membedakan siapa pejabat dan siapa pula penjahat. Namun di atas itu semua, negeri ini perlu kita selamatkan sebatas daya yang ada pada masing-masing kita, bukan? __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/