(Consumers Protection) Kebijakan Harga Obat Generik Rugikan Konsumen


Siaran Pers No. 013/CP-Eks/VIII/2006

POPULARITAS YANG BERUJUNG KRISIS

(Kebijakan Harga Obat Generik Rugikan Konsumen & Tidak Sejalan Dengan 
Kebijakan Obat Nasional)


3 Agustus 2006 yang lalu, Menteri Kesehatan secara resmi menurunkan 
harga 85 item Obat Generik Berlogo (GB) antara 5% - 30 %. Keputusan 
penurunan harga tersebut diatur dalam SK Menkes No. 
487/Menkes/SK/VII/2006 tertanggal 17 Juli 2006 sebagai pengganti SK 
Menkes No. 336/Menkes/SK/V/2006 tentang Harga Obat Generik yang 
mengatur harga 386 item obat generik yang ada saat ini.

Masalah obat di Indonesia memang diperlukan rasionalisasi harga untuk 
bisa dijangkau oleh konsumen kesehatan kita. Tetapi disini Menkes 
justru salah kaprah dalam menerapkan rasionalisasi terhadap Obat 
Generik, yang seharusnya dilakukan rasionalisasi adalah obat-obatan 
branded dan branded generic-nya. Mengingat harga obat branded selama 
ini masih sangat tinggi dan rata-rata belum ada obat generiknya. 

Untuk menekan angka belanja kesehatan di bidang obat, pemerintah 
sudah saatnya melakukan deregulasi harga obat. Industri farmasi asing 
(PMA) atau swasta nasional (PMDN) di Indonesia diduga meraup 
keuntungan sebelum maupun pasca krisis moneter di Indonesia. Jumlah 
penjualan obat secara nasional tahun ini mencapai 18 trilyun, 
sedangkan porsi obat generik masih sekitar 3,5 – 4 trilyun per tahun. 
Pangsa pasar obat generik di Indonesia baru mencapai 4 – 5 % dari 
total jumlah obat yang beredar.

Oleh karenanya, penurunkan biaya obat bagi masyarakat Indonesia 
sebenarnya terletak pada obat bermerek, bukan obat generik. Obat 
bermerek yang diproduksi oleh industri farmasi nasional hampir 
seluruhnya merupakan obat copy . Hampir 80% obat copy harganya 
ditetapkan menyerupai (setara) dengan harga obat original (innovator 
atau patent). Oleh sebab itu, keuntungan industri farmasi ini sangat 
luar biasa. Perusahaan farmasi asing juga diduga banyak melakukan 
kecurangan dalam penetapan harga obat di Indonesia. Harga obat di 
Indonesia cenderung setara dengan harga obat di negara maju, misalnya 
Singapura, Australia, Hongkong, Malaysia, dll. Seharusnya harga obat 
di Indonesia jauh lebih murah mengingat pendapatan perkapitanya masih 
rendah, bahkan harga obat di Thailand dan Philipina sebagian jauh 
lebih murah daripada Indonesia. Pengurangan faktor pajak 10% tidak 
akan memberikan arti bagi konsumen.

Hal ini merupakan bukti nyata dimana pemerintah dalam hal ini 
Departemen Kesehatan RI memang menganggap bahwa kebijakan yang 
dikeluarkan cenderung sebagai komoditi perdagangan dan tidak disadari 
betapa banyaknya tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan kesehatan 
nasional. Dengan kata lain, sebagian besar pengambil keputusan di 
sektor pemerintah sudah lupa atau kurang mengenal tentang apa yang 
disebut Kebijakan Obat Nasional, Peraturan perundangan lain yang 
terkait.



KERANCUAN KEBIJAKAN 

Kebijakan Menteri Kesehatan tentang Harga Obat Generik, ternyata 
mengalami kerancuan kebijakan terutama kerancuan administrasi seperti

1.      Pencantumkan jenis obat generik yang belum dan atau tidak 
tersedia obatnya, atau sebaliknya ada beberapa jenis obat generik 
yang beredar seperti Amoxyclave dan Bisoprolol yang ternyata tidak 
dicantumkan dalam kebijakan dimaksud.

2.      Harga yang tidak wajar dan atau melebihi dari ongkos produksi 
jenis obat tersebut. Atau bisa dikatakan hampir 80 jenis item obat 
generik yang beredar merupakan harga yang undervalue.

3.      Dalam daftar item obat-obatan yang menurut Menteri Kesehatan 
diturunkan harganya, sebagian besar sebenarnya tidak mengalami 
penurunan harga bahkan harga sama dengan kondisi pasar.

4.      Sebagian kecil dari item yang disebutkan dalam daftar yang 
diturunkan dari segi nilai tidak memiliki signifikansi praktis bagi 
konsumen secara langsung

5.      Daftar obat generik yang dibuat oleh Departemen Kesehatan RI 
dakam keputusannya banyak mengalami kerancuan definisi dan kriteria. 
Seperti:
Dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang 
salahsatunya mengatur tentang pemberian kewenangan kepada Menteri 
Kesehatan untuk mengatur Obat Esensial baik Generik maupun Branded 
Generic. Sementara dalam Keputusan Menteri justru mencantumkan obat 
generic maupun branded generic essensial, bahkan obat yang masih 
berlaku patent-nya dimasukkan dalam daftar tersebut. Oleh karena itu, 
Menteri Kesehatan berpotensi melanggar UU itu sendiri termasuk UU No 

5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha 
Tidak Sehat serta UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

6.      Pengaturan harga obat dalam Keputusan Menteri tersebut justru 
memiliki kecenderungan merugikan public dakam hal ini konsumen 
kesehatan karena menciptakan obat yang undervalue. 

DAMPAK

Bagi Konsumen, penurunan harga 85 item obat generik kemarin tidak 
akan memberikan arti signifikan, selain karena obat tersebut jarang 
dipakai. Masyarakatpun tetap pada posisi yang tidak diuntungkan dalam 
obat generik ini. Karena obat generik yang diturunkan harganya 
ternyata bukanlah kebutuhan kesehatan masyarakat pada umumnya. 
Artinya kebijakan yang selama ini mengatur tentang harga obat generik 
cenderung tidak selaras dengan kebijakan pemerintah dalam menjadikan 
masyarakat Indonesia yang sehat. 

Bagi Pelaku Usaha adalah semakin terpuruknya industri farmasi 
nasional yang diakibatkan oleh kebijakan Menteri Kesehatan, karena 
penetapan harga tersebut jauh dibawah ongkos produksi obat generik. 
Kemungkinan besar para pabrikan farmasi tidak akan melakukan produksi 
lagi. Hal ini juga merupakan pelanggaran terhadap UU No 8 tahun 1999 
Perlindungan Konsumen, karena ternyata konsumen tidak mendapatkan 
obat sesuai dengan kebutuhannya.



SIKAP DAN REKOMENDASI

Mencermati kebijakan Departemen Kesehatan yang dikeluarkan dalam 
bentuk Keputusan Menteri yang mengatur tentang Harga Obat Generik, 
Consumers Protections sangat meyakini bahwa kebijakan tersebut 
merupakan bentuk KEBOHONGAN PUBLIK yang sekaligus MEMBODOHI KONSUMEN, 
serta merupakan upaya Departemen Kesehatan RI dan atau Menteri 
Kesehatan dalam kapasitasnya sebagai pribadi untuk menurunkan harga 
obat generik.

1.      Patut dipertanyakan oleh publik dengan adanya 3 kali Mennteri 
Kesehatan melakukan revisi terkait Kebijakan Menkes tentang Harga 
Obat Generik, yaitu:
-       Keputusan  Menteri Kesehatan RI No.155/Menkes/SK/III/2006 
Tentang Pedoman Umum Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan untuk 
Pelayanan Kesehatan Dasar Tahun 2006 (Ditetapkan: 16 Maret 2006) - 
Terlampir 131 nama obat.
-       Keputusan Menteri Kesehatan RI No.156/Menkes/SK/III/2006 
Tentang Harga Jual Obat Generik Tahun 2006 (Ditetapkan: 16 Maret 
2006) - Terlampir 153 nama obat.
-       Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 336/Menkes/SK/V/2006 
Tentang Harga Obat Generik (Ditetapkan: 15 Mei 2006) – Terlampir 387 
nama obat.
-       Keputusan  Menteri Kesehatan RI No. 487/Menkes/SK/VII/2006  
Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan No. 
336/Menkes/SK/V/2006 Tentang Harga Obat Generik.(Ditetapkan: 17 Juli 
2006)

Kepmen RI No.155 dan No. 156 ditetapkan dalam 1 (satu) hari, 
selanjutnya Kebijakan Harga Obat Generik ditetapkan dalam tempo 
kurang lebih (3) tiga bulan (Kepmen No. 487 yang merevisi Kepmen 
No.336. Hal ini menunjukkan kinerja Departemen Kesehatan RI dan 
Menterinya telah meragukan dan mengabaikan publik hal ini tercermin 
dalam ketidakmampuannya dalam mengambil kebijakan tentang obat yang 
menciptakan konsistensi ketersediaan obat dan kesinambungan kebijakan 
harga obat esensial serta dapat merusak iklim usaha bidang 
kefarmasian nasional yang diakibatkan oleh inkonsistensi Menteri 
Kesehatan dalam membuat keputusan serta tidak memiliki etos kerja 
yang baik khususnya dalam hubungannya dengan instansi terkait dan 
para stakeholdernya. Apalagi lagi jika Menteri Kesehatan justru 
terbukti tidak melakukan koordinasi secara internal ditubuh 
Departemen Kesehatan RI sendiri dan atau hanya melakukan koordinasi 
dengan pelaku usaha hitam. Padahal kebijakan ini akan bersinggungan 
langsung dengan Departemen Perindustrian Republik Indonesia, Badan 
Usaha Milik Negara (BUMN) serta Lembaga Independen Negara yaitu 
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

2.      Jika kita melihat lebih dalam lagi dari Aturan Tata 
Perundangan kita, yaitu mengenai tidak diberikannya ruang bagi 
seorang Menteri Kesehatan untuk mengikat publik diluar kewenangannya. 
Yang seharusnya kebijakan diluar instansi harus diatur oleh peraturan 
setingkat Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah, sehingga 
dapat mengikat publik. Maka selanjutnya mengenai pengaturan Harga 
Obat Esensial diatur oleh Peraturan Presiden atau Peraturan 
Pemerintah, sesuai dengan TAP MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber 
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundangan,     yang    intinya 
bahwa peraturan yang  tingkatannya lebih rendah bertentangan dengan 
peraturan diatasnya batal demi hukum.Tata Urutan Perundangan. 
Sedangkan diluar Esensial meskipun pemerintah tidak memiliki hak 
untuk mengatur harga dikarenakan harus sejalan dengan mekanisme 
pasar, maka pemerintah dapat mengarahkan Kebijakan Nasional di bidang 
Obat Generik apalagi Obat Patent/ Branded Generic. Kebijakan yang 
telah ditetapkan oleh Menkes tersebut justru dapat merugikan 
Pemerintah di dunia Internasional dan sekaligus membohongi rakyat 
sebagai konsumen kesehatan.

3.      Menteri Kesehatan RI jangan memakai kebijakan ini hanya untuk 
mendongkrak popularitas semata yang justru menciptakan krisis dan 
atau masalah baru yang merugikan semua pihak, khususnya konsumen 
kesehatan.

4.      Mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera 
menindaklanjuti proses pengawasan di tubuh Departemen Kesehatan RI, 
yang notabene memiliki potensi pelanggaran tindak pidana korupsi yang 
dapat menyebabkan kerugian negara.

5.      Consumers Protection akan melakukan dengan koalisi LSM dan 
Organisasi terkait untuk menindaklanjuti berbagai dugaan pelanggaran 
yang terjadi di tubuh Departemen Kesehatan RI terkait masalah harga 
obat generik





Jakarta, 10 Agustus 2006
Hormat kami,
CONSUMERS PROTECTIONS
Komite Eksekutif




Irwan Sukatmawijaya
Telp: 0811 861 807












***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to