http://222.124.164.132/article.php?sid=94359
Wednesday, 23 August 2006, Pendidikan Mahal, Kesehatan Tak Mau Kalah TAHUN ajaran baru di semua sekolah baru saja lewat. Bukan berarti semuanya beres, sebab uang pungutan sekolah yang semakin menggila, bahkan di banyak sekolah negeri sekalipun, belum semuanya mampu dilunasi. Uang pungutan masuk bagi para siswa baru, sangat beragam dan berganda, sementara pihak sekolah seolah tidak peduli akan kesulitan ini dan telah menyiapkan begitu banyak jurus untuk melegalisasi keputusan itu. Pungutan dikemas sebagai dana yang ditujukan untuk uang seragam, uang buku, uang gedung, uang ekstrakurikuler, uang pengembangan fasilitas dan masih banyak lagi jenisnya, pada hal itu dilakukan juga di sekolah negeri. Hal sejenis, apabila dilakukan di sekolah swasta murni, mungkin masih dapat diterima akal sehat kita semua. Pada akhirnya samar dan tidak jelas lagi, pungutan mana yang benar dialokasikan untuk peruntukannya, dan mana yang sebenarnya merupakan pungutan liar (pungli) yang membebani dan membodohi para orangtua siswa yang awam. Hal itu dapat berjalan lancar, sebab didukung sepenuhnya oleh Komite Sekolah saat ini, tetapi audit dan pertanggungjawaban pihak sekolah tidak jelas kapan dilakukan, bahkan skenario terburuk mungkin pertanggungjawaban direncanakan di hadapan Komite Sekolah yang berikutnya. Komite Sekolah yang merupakan badan atau atau wadah yang seharusnya melindungi, membela dan menjembatani pihak sekolah dan orangtua siswa ini, sekarang justru bersifat seperti DPR yang mengiyakan, menyetempel dan setuju saja atas semua pungutan liar pihak sekolah untuk siswa baru. Wajar saja bila banyak orang tua protes, menjerit dan mengadu, LBH Yogyakarta, menurut Sdr M Irsyad Thamrin SH direkturnya, telah menyatakan siap untuk memberikan advokasi bagi semua orang tua yang mengadu dan merasa dirugikan satu Koran Jakarta, (Rabu 9 Agustus 2006), didasari oleh norma hukum bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia, seperti dijamin oleh pasal 31 UUD 45. Namun demikian, apabila pungutan liar sekolah sampai sedemikian mahal, maka warga yang miskin akan menjadi sangat kesulitan untuk mengaksesnya, bahkan sampai timbul kelakar jalanan 'orang miskin dilarang sekolah'. LBH Yogyakarta sampai demikian geram, sehingga meminta Pemerintah Propinsi (Pemprop DIY) dan Pemerintah Kota/Kabupaten untuk menginvestigasi dan menindak sekolah-sekolah negeri yang melakukan pungutan liar ini. Marilah kita tunggu bersama dengan perasaan sangat berharap, akan adanya respons positif dari pemerintah. Bukannya pesimis, namun fakta sudah sering kali membuktikan, pemerintah tidak berdaya. Kalau pungutan liar seperti ini terus berlangsung pemerintah tidak berdaya. Kalau pungutan liar seperti ini terus berlangsung dan semakin menggila dari tahun ke tahun, maka tidak terbayangkan lagi kesulitan warga masyarakat secara luas, termasuk para korban gempa bumi dan bencana alam lainnya, yang untuk memenuhi kebutuhan primernya saja mereka semakin kewalahan. Kalau kasus ini tidak ditindak dengan cepat, tegas dan bijak oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, maka fenomena domino pasti akan terjadi. Dengan demikian, tidak hanya bidang pendidikan saja yang semakin jauh terjangkau oleh masyarakat kebanyakan, sebab imbasnya tidak akan lama lagi pasti bidang kesehatan menyusul, tidak mau kalah dan semakin arogan juga. Lilitan gurita logika bisnis yang sangat mengerikan, pada saatnya ternyata merambah juga dunia pendidikan dan kesehatan, dua dunia pelayanan sosial yang semestinya steril darinya dan diselenggarakan sepenuhnya oleh negara, di manapun juga di seluruh dunia. Sarana kesehatan milik pemerintah, baik puskesmas maupun rumah sakit umum, sampai saat ini masih tetap memberikan pelayanan kesehatan dengan tarif yang terjangkau bagi masyarakat umum. Namun demikian, dengan contoh bidang pendidikan yang semakin dililit oleh gurita logika bisnis, di luar kendali dan jangkauan kekuasaan pemerintah, juga semakin otonom yang keblinger, maka bidang kesehatan tinggal menunggu hari. Sekolah negeri yang memiliki komite sekolah saja tidak berdaya menekan biaya operasional, apalagi sarana kesehatan pemerintah, di mana peran serta masyarakat untuk mengontrolnya sangat minim. Saat ini, retribusi atau tarif pemeriksaan pasien di puskesmas dan rumah sakit negeri masih dapat dikendalikan secara ketat, terjangkau dan aman sebab peraturan daerah yang disahkan oleh DPRD masih sangat berpihak pada masyarakat. Dengan membayar retribusi atau tarif pemeriksaan yang terjangkau, para pasien sudah dicatat dalam berkas rekam medik, diperiksa dokter, kalau perlu diperiksa di laboratorium sederhana dan mendapatkan obatnya sekaligus. Pihak manajemen puskesmas dan rumah sakit negeri, untuk saat ini masih taat azas, meskipun kiat, jurus dan strategi baru sebenarnya sudah dirancang, disusun dan hampir jadi. Dengan menurunnya kucuran dana masuk (subsidi pemerintah dalam biaya operasionalnya, juga semakin sulitnya mencari dana tambahan untuk pengembangan pelayanan, termasuk membeli alat medik baru), sementara harga obat dan alat kesehatan semakin meningkat, wajar saja lobi dan pendekatan legal dengan pihak legislatif pasti akan segera ditempuh untuk mengesahkan proposal amandemen peraturan daerah, yaitu berupa kenaikan tarif retribusinya. Apabila hal tersebut mentok, mengambang atau bahkan ditolak, maka skenario kedua mungkin akan harus dijalankan. Kalau pihak sekolah telah melakukan pungutan liar pada para siswa baru, maka pihak manajemen puskesmas dan rumah sakit negeri pasti tidak mau kalah kreatif, inovatif dan jeli. Kreativitasnya meliputi banyak bentuk dari aspek administratif, medik, farmasi bahkan juga murni non medik. Dengan alasan untuk pembuatan berkas rekam medik baru yang terintegrasi, obatnya bukan subsidi pemerintah, obat bius yang dapat menekan sakit masih harus impor, benang operasinya dibeli rumah sakit, alat diagnostiknya merupakan program KSO (kerja sama operasional) dengan pihak swasta, tarif tindakan dokternya termasuk canggih dan belum diatur dalam peraturan daerah, obat tidak ada dalam daftar obat yang ditanggung asuransi, obat generiknya tidak ada retribusi atau tarif pemeriksaan tetap dan tidak dinaikkan, namun para pasien hanya mendapatkan jenis pelayanan yang jauh lebih sedikit. Untuk mendapatkan jenis pelayanan yang serupa dengan sebelumnya dan diinginkan, para pasien terpaksa harus membayar lebih mahal, di luar retribusi atau tarif pemeriksaan yang resmi. Kenaikan biaya seperti ini, semuanya dibebankan murni ke pundak para pasien, sebab klaim asuransi kadang sulit cair. Serupa dengan pungutan liar di sekolah negeri, kenaikan biaya pelayanan kesehatan ini juga diprediksikan cenderung semakin meningkat, menggila dan tidak terkendali dari waktu ke waktu. Kelakar jalanannya menjadi jauh lebih runyam, ironis dan satir sebab 'orang miskin jadi tidak hanya dilarang sekolah, tetapi juga dilarang sakit'. Kalau kasus pungutan liar di sekolah negeri saat ini tidak dapat ditindak dengan cepat, tegas dan bijak oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, maka sesuai dengan fenomena domino, diperkirakan kenaikan biaya pelayanan kesehatan juga semakin jauh dari jangkauan masyarakat kebanyakan. Tidak cukup hanya LBH Yogyakarta saja yang geram, tetapi kita semua seharusnya bersikap serupa, untuk mengadvokasi masyarakat awam, memberikan sinyal peringatan kepada pemerintah dan berharap dengan sangat agar permasalahan ini segera tuntas. q - c *) FX Wikan Indrarto, dokter spesialis anak di RS Bethesda Yogyakarta. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/