Sepakat mas, air mata saya membanjir kala membaca ending-nya.. sayang Judul 
kedua buku ini belum sempat dibaca. Kelemahannya adalah Fachri sosok pria yang 
sempurna di Ayat-ayat Cinta begitu pula , Raihana sosok yang terlalu sempurna 
di buku ini...
   
   Habiburaham El Shirazy memang hebat mengagitasi perasaan perempuan. Setelah 
ayat-ayat cinta membuat saya menangis dibagian Maria mengetuk pintu surga, buku 
ini pun juga sama. Sayang, sinetron Diatas Sajadah Cinta tak lebih bagus 
dibanding Buku aslinya. Buku yang bagus untuk mengasah perasaan yang mati dan 
kaku.
   
  

 
  

^(J)^
www.friendster.com/profiles/okberto
-----Original Message-----
From: Gita, Gustina Rahayu
Sent: Tuesday, August 29, 2006 9:05 AM




RAIHANA
(diambil dari buku "Pudarnya Cahaya Cleopatra")

Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalan 
kandungan 
aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal." Ibunya 
Raihana 
adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo 
dulu" 
kata ibu.

"Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan 
untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon 
keikhlasanmu", 
ucap beliau dengan nada mengiba.

Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku 
menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi 
mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan 
diriku.

Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun 
sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu 
saja 
dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan 
impian 
tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa 
berhadapan 
dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran) sekilas 
kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan 
anggun.

Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali. 
Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, "cantiknya alami, bisa jadi 
bintang iklan Lux lho, asli ! kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, 
mungkin 
karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, 
yang 
tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung indah, 
mata 
bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang 
pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon 
istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.

Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. 
Hari 
pernikahan datang. Duduk dipelaminan bagai mayat hidup, hati hampa 
tanpa 
cinta, Pestapun meriah dengan emapt group rebana. Lantunan shalawat 
Nabipun 
terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi 
hatiku 
terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah 
mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai. 
Rabbighfir li wa liwalidayya!

Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya 
sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya. 
Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan 
kepura-puraanku. Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir 
kota 
Malang.

Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah 
hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama 
dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit 
cintaku 
belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar, wajahnya yang 
teduh 
tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama 
Raihana 
mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku mencoba membuang 
jauh-jauh 
rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya 
kusayang dan 
kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh 
tak 
acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang 
kerja. 
Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, 
pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.

Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, 
karena ia 
orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab " tidak 
apa-apa 
koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah 
tangga" Ada kekagetan yang kutangkap diwajah Raihana ketika kupanggil 
'mbak', " kenapa mas memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa mas sudah 
tidak 
mencintaiku" tanyanya dengan guratan wajah yang sedih. "wallahu a'lam" 
jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk, tak 
lama 
kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, "Kalau mas tidak 
mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri kenapa mas ucapkan akad 
nikah?

Kalau dalam tingkahku melayani mas masih ada yang kurang berkenan, 
kenapa 
mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa mas diam saja, aku harus 
bersikap 
bagaimana untuk membahagiakan mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk 
menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku didunia 
ini".
Raihana mengiba penuh pasrah. Aku menangis menitikan air mata buka 
karena 
Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari terus berjalan, tetapi 
komunikasi 
kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing tetapi Raihana 
tetap 
melayaniku menyiapkan segalanya untukku.

Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habis 
maghrib, 
bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi 
buatan 
Raihana tadi pagi, Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan 
teman. 
Raihana memandangiku dengan khawatir. "Mas tidak apa-apa" tanyanya 
dengan 
perasaan kuatir. "Mas mandi dengan air panas saja, aku sedang 
menggodoknya, 
lima menit lagi mendidih" lanjutnya. Aku melepas semua pakaian yang 
basah. 
"Mas airnya sudah siap" kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, 
aku 
langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah 
berdiri didepan pintu membawa handuk. "Mas aku buatkan wedang jahe" Aku 
diam 
saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan. Dengan 
cepat 
aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit 
pundak 
dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. " Mas masuk angin. Biasanya 
kalau 
masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?" 
Tanya 
Raihana sambil menuntunku ke kamar. "Mas jangan diam saja dong, aku kan 
tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu Mas". " Biasanya 
dikerokin" jawabku lirih. " Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana 
kerokin" sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti 
anak 
kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku 
dengan 
sentuhan tangannya yang halus. Setelah selesai dikerokin, Raihana 
membawakanku semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan 
diri 
di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat 
tidur 
sambil menghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin 
menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis mesir titisan 
Cleopatra.

Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku 
untuk 
makan malam di istananya." Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti 
akan 
aku perkenalkan denganmu" kata Ratu Cleopatra. " Dia memintaku untuk 
mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat 
memperkenalkannya denganmu". Aku mempersiapkan segalanya. Tepat puku 
07.00 
aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian pengantinnya, 
cantik 
sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias 
berlian.

Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba " Mas, bangun, sudah 
jam 
setengah empat, mas belum sholat Isya" kata Raihana membangunkanku. Aku 
terbangun dengan perasaan kecewa. " Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang 
suka, tetapi Mas belum sholat Isya" lirih Hana sambil melepas 
mukenanya, 
mungkin dia baru selesai sholat malam. Meskipun cuman mimpi tapi itu 
indah 
sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak suka sama dia, 
dialah 
pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah 
dia 
berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari 
mana 
sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar 
terpenjara 
dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri 
belum 
pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa dijajah pesona gadis-gadis 
titisan 
Cleopatra.

" Mas, nanti sore ada acara qiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan 
datang termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, 
tidak 
enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang" Suara lembut 
Raihana menyadarkan pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia 
letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan segelas wedang 
jahe. 
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. " MaĆ¢f..maaf 
jika 
mengganggu Mas, maafkan Hana," lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak 
meninggalkan aku di ruang kerja. " Mbak! Eh maaf, maksudku 
D..Din..Dinda 
Hana!, panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan. " Ya 
Mas!" 
sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan 
menghadapkan 
dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia 
dipanggil 
"dinda". " Matanya sedikit berbinar. "Te..terima kasih Di..dinda, kita 
berangkat bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah," ucapku 
sambil 
menatap wajah Hana dengan senyum yang kupaksakan.

Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum 
bersinar 
dibibirnya. " Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju 
yang 
mana Mas, biar dinda siapkan? Atau biar dinda saja yang memilihkan 
ya?". 
Hana begitu bahagia.

Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan 
bakti 
meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum 
pernah 
melihatnya memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah 
sedihnya 
ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah. Bah, lelaki macam apa aku 
ini, 
kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas sikap 
dinginku selama ini., Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan 
membasahi 
hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana 
aku 
mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku 
sendiri di 
dunia ini.

Acara pengajian dan qiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana 
membawa 
sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami 
dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. 
" 
Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling 
ideal 
dalam keluarga! Sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan 
bundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah. Matanya 
berbinar-binar 
bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis disebut pasangan ideal.

Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan 
terbaik 
dikampusnya dan hafal Al Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku 
adalah 
seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai 
pada 
pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan 
adanya 
pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik meneteskan rasa 
bahagia.

Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki 
Raihana. 
Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget 
oleh 
sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. 
Pada 
ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung 
kebaikanku 
sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan 
bahagia 
menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan sikapku. Lebih pusing 
lagi 
sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. " Sudah satu 
tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal 
aku 
ingin sekali menimang cucu" kata ibuku. " Insya Allah tak lama lagi, 
ibu 
akan menimang cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?" sahut 
Raihana 
sambil menyikut lenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya.

Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. 
Aku 
berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku 
hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku 
sendiri 
aku melakukannya, ini semua demi ibuku. Allah Maha Kuasa. 
Kepura-puraanku 
memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana hamil. Ia semakin 
manis.

Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak 
kunjung 
tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu 
aku 
semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan 
lagi. 
Setiap saat nuraniku bertanya" Mana tanggung jawabmu!" Aku hanya diam 
dan 
mendesah sedih. " Entahlah, betapa sulit aku menemukan cinta" gumamku.

Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan 
ke 
enam. Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan 
alasan 
kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan dia kerumahnya. 
Karena 
rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh 
curiga ketika aku harus tetap tinggal dikontrakan. Ketika aku pamitan, 
Raihana berpesan, " Mas untuk menambah biaya kelahiran anak kita, 
tolong 
nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh dibawah bantal, 
no.pinnya sama dengan tanggal pernikahan kita".

Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari 
Aku 
tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa 
sebabnya 
bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harus menyiapkan 
segalanya. 
Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di 
Mesir.

Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat 
aku 
pulang kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku 
benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan 
perut 
mual. Saat itu terlintas dihati andaikan ada Raihana, dia pasti telah 
menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati masuk 
angin 
dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi 
tubuhku 
dengan selimut. Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku 
terbangun jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam 
hati, 
aku belum sholat Isya dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, 
andaikan ada Raihana tentu aku ngak meninggalkan sholat Isya, dan tidak 
terlambat sholat subuh.

Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. 
Apalagi 
aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu 
dosen 
mata kuliah bahasa arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa 
arab 
dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang mesir. 
Dalam 
pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa 
arab 
dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu 
pengalaman 
hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. "Apakah kamu sudah 
menikah?" kata Pak Qalyubi. "Alhamdulillah, sudah" jawabku. " Dengan 
orang 
mana?. " Orang Jawa". " Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya 
pulang 
dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan 
perempuan 
shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari 
pesantren?". "Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran". " 
Kau 
sangat beruntung, tidak sepertiku". " Kenapa dengan Bapak?" " Aku 
melakukan 
langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir 
itu, 
tentu batinku tidak merana seperti sekarang". " Bagaimana itu bisa 
terjadi?". "

Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dank arena terpesona 
dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya 
seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir 
dengan 
biaya orang tua. Disana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang 
Medan 
juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan 
predkat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia.

Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah 
tempat 
saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang 
bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya 
jatuh 
cinta, saya belum pernah melihat gadis secantuk itu. Saya bersumpah 
tidak 
akan menikaha dengan siapapun kecuali dia. Ternyata perasaan saya tidak 
bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil 
membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau 
sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.

Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan 
begini, 
sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al 
Azhar yang hafal Al Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat 
dari 
pada dengan YAsmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetpai saya tetap 
teguh 
untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi 
YAsmin. 
Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir.

Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai 
S1 
saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesir dijual untuk 
modal di Indonesia. KAmi langsung membeli rumah yang cukup mewah di 
kota 
Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya 
Yasmin 
mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua 
yang 
diinginkan YAsmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, 
anak 
kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta 
YAsmin 
untuk berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali YAsmin 
tidak 
bisa.

Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak 
terpenuhi. 
Sawah terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai 
muncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir 
yang 
hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu 
dan 
bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidak mendapatkan 
apa 
yang mereka dapatkan. Jika saya pengin rending, saya harus ke warung. 
YAsmin 
tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.

Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan 
namanya. 
Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan 
saya 
dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta YAsmin untuk 
menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malah membandingkan 
dirinya 
yang hidup serba kurang dengan sepupunya. Sepupunya mendapat suami 
orang 
Mesir.

Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah 
diperbudak 
dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan 
ibu 
mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal 
di 
ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Mereka berharap modal 
itu 
cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut. Bisnis saya mulai 
bangkit, 
Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah 
puncak 
tragedy yang menyakitkan. " Aku menyesal menikah dengan orang 
Indonesia, aku 
minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki 
Mesir". 
Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia 
bercerita 
bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah 
jadi 
bisnisman, dan istrinya sudah meninggal.

Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku 
pukul 
dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke 
polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. 
Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita 
bohong. 
Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya 
mendapat 
surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin 
dengan 
temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta 
ibunya 
pulang".

Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan 
hidupnya 
menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang 
dimataku, 
tak terasa sudah dua bualn aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada 
kerinduan 
yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah 
meminta 
apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya 
karena 
kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku 
belum 
terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya. Apa 
yang 
sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah 
delapan 
bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin 
agar 
aku mencairkan tabungannya.

Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin 

=== message truncated ===


The great job makes a great man
  pustaka tani 
  nuraulia

                
---------------------------------
Get your email and more, right on the  new Yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke