http://www.indomedia.com/bpost/092006/9/kalteng/kalteng1.htm

Lumpur Panas Lapindo Brantas

Oleh:
Didik Triwibowo
Geologist, staf Distamben Kalsel



Bagi penduduk yang berada di sekitar lokasi eksplorasi Lapindo, yang terpenting 
adalah bagaimana lumpur ini dapat secepatnya dihentikan dan lumpur yang telah 
dimuntahkan ke permukaan tidak menenggelamkan desa mereka.

Game over. Itulah kata yang tepat untuk kasus Lapindo Brantas saat ini yang 
diucapkan geologist, ahli perminyakan atau ahli pemboran. Maka, tidak salah 
jika ada yang menganggap bahwa yang sedang dilakukan Lapindo Brantas Inc dalam 
usaha mematikan semburan lumpur panas di sekitar sumur eksplorasi Banjar Panji 
1 (BPJ-1) adalah penerapan 'teknologi Insya Allah'. Artinya, 'kalau Tuhan 
mengizinkan'. Ektremnya, only God can stop it, namanya juga usaha.

Posisi terakhir pemboran sumur BPJ-1 adalah pada kedalaman 9.297 feet (2.833,7 
meter). Namun selanjutnya, semburan lumpur semakin tidak terkendali dan 
volumenya semakin meningkat. Awalnya ada lima titik semburan, namun yang paling 
besar hanya satu dan selanjutnya yang lainnya tidak menyemburkan lumpur lagi. 
Informasi terakhir menyebutkan, saat ini semburan lumpur mencapai angka 50.000 
meter kubik per hari. Tampaknya, fenomena saat ini bukan blow out biasa tetapi 
merupakan mud volcano (gunung lumpur) di mana lumpur dimuntahkan terus menerus 
dari perut bumi. Dari volumenya saja, muntahan harian lahar Merapi kalah dengan 
semburan lumpur panas ini. Game over.

Bagi penduduk yang berada di sekitar lokasi eksplorasi Lapindo, yang terpenting 
adalah bagaimana lumpur ini dapat secepatnya dihentikan dan lumpur yang telah 
dimuntahkan ke permukaan tidak menenggelamkan desa mereka. Sayangnya, harapan 
tersebut sulit direalisasi. Lapindo yang dibantu tim ahli dari BP Migas, Ahli 
Geologi Indonesia, ITB dan lainnya harus berkejaran dengan waktu. Semakin lama 
volume semburan semakin membesar sehingga menghambat realisasi penutupan sumur 
yang telah direncanakan yaitu dengan teknik snubbing unit, site tracking, dan 
relief well.

Dua cara pertama gagal dilaksanakan, karena semakin cepatnya lumpur 
menengelamkan lokasi untuk penempatan peralatan mereka. Rencana pamungkas 
menggunakan skenario relief well, ternyata tidak mudah untuk segera direalisasi 
karena untuk melakukannya diperlukan pompa dengan daya sangat-sangat besar, dan 
lumpur berat berkapasitas yang minimal sama dengan lumpur yang dikeluarkan 
sekitar 50 ribu meter kubik untuk 'menghantam' kembali lumpur panas yang keluar 
tepat di sumbernya. Akhirnya, mau tidak mau harus bersiap dengan skenario 
terburuk (worst case scenario).

Harapan masyarakat agar lumpur yang telah berada di luar dapat ditangani dengan 
cepat dan baik mungkin juga sulit diwujudkan, meskipun ada tim yang dibentuk 
khusus dari PU Bina Marga, Permukiman, Pengairan, Jasa Marga, Bappedal, 
Institut Teknologi Surabaya (ITS) serta melibatkan Yon Zipur 5 Kepanjen Malang. 

Beberapa kali tanggul lumpur panas Lapindo di Porong jebol, menunjukkan betapa 
volume dan kekuatan lumpur panas yang telah berada di luar meskipun bergerak 
lambat namun menyimpan daya dobrak tinggi. Maka, kemungkinan tanggul jebol 
dalam skala yang lebih besar hanya masalah waktu. Saat ini ketinggian tanggul 
untuk menahan luberan lumpur telah mencapai delapan meter di atas permukaan 
tanah, bahkan sampit-sampit (tanggul-tanggul penahan yang berada di dalam kolam 
lumpur) telah tanggelam. Padahal, sampit-sampit ini berfungsi untuk mengurangi 
volume lumpur agar tidak berada di satu tempat sehingga memperkecil tekanan 
pada tanggul bagian luar. 

Menurut Tim ITS, keseluruhan tanggul lumpur Lapindo sangat tidak aman dan dapat 
jebol sewaktu-waktu. Itu sebabnya, mereka merekomendasikan untuk segera 
mengambil tindakan evakuasi terhadap seluruh penduduk yang desanya berbatasan 
langsung dengan tanggul kolam lumpur Lapindo. Saat ini, semburan lumpur panas 
rata-rata yang keluar dari perut bumi 50 ribu meter kubik per hari. Dengan 
penampungan yang ada sekarang, setiap hari terjadi kenaikan ketinggian lumpur 
2,5 sentimeter. Jika hal ini berlangsung terus, maka akan terjadi luberan yang 
dapat menggerus tanggul dan menurunkan kemampuan tanggul untuk menahannya 
sehingga bisa jebol. 

Jika skenario relief well akan dilaksanakan minggu pertama September, maka 
tenggat waktu 31 Oktober yang diberikan BP Migas untuk menghentikan semburan 
lumpur ini dipastikan tidak akan tercapai. Padahal, jumlah lumpur pada saat itu 
akan mencapai lebih tujuh juta meter kubik. Semua pilihan yang tersedia adalah 
buruk, namun dari yang buruk itu dicari yang paling baik. Opsinya hanya dua: 
terus membendung ganasnya luberan lumpur dengan risiko sewaktu-waktu tanggul 
akan jebol dan semakin banyak lahan serta permukiman yang harus dikorbankan 
sebagai kolam penampungan baru. Atau, mengalirkannya ke laut. Inilah yang 
dimaksud bersiap pada skenario paling buruk.

Jika kita pakai hitungan ITS mengenai volume lumpur panas yang akan mencapai 
tujuh juta meter kubik, maka jika kita anggap tanggul setinggi empat meter dan 
dapat menahan lumpur sampai ketinggian 3,5 meter, maka diperlukan lahan seluas 
dua juta meter persegi atau 200 hektare. Nah, jika tanggulnya tidak sampai 
empat meter, maka akan semakin luas daerah yang harus ditenggelamkan. Ketika 
daerah dengan luasan tersebut dicarikan di Kalsel, tentu tidak menjadi masalah. 
Tetapi lahan seluas itu didapat dengan mengorbankan rumah ribuan manusia, 
puluhan tempat ibadah, sekolah, tempat usaha, lahan pertanian maka masalahnya 
akan sangat kompleks.

Lumpur ini sendiri terdiri atas 70 persen air dan 30 persen padatan dengan 
salinitas mirip air laut (chlorida sekitar 12.000 ppm), pH netral, suhu 40-50 
dan densitas 13,3 ppg (semakin kental, sebelumnya 12,1 ppg). Jadi dari setiap 
50.000 meter kubik lumpur panas, akan didapatkan 15.000 meter kubik padatan 
(solid). Secara gravitasi, padatan tersuspensi semacam ini sulit untuk 
mengendap jika aliran lumpur cukup deras sehingga diperlukan kolam pengolahan 
agar padatan dan airnya dapat dipisahkan. Padatan yang tertinggal dapat 
dimanfaatkan sebagai bahan industri konstruksi, sedangkan airnya dapat 
dialirkan ke sungai atau langsung ke laut melalui pipa. Semua harus dilakukan 
dengan cepat karena semakin mengganasnya luberan lumpur.

Jika skenario tersebut tidak dapat dilaksanakan, saya sendiri lebih cenderung 
memilih langsung membuang lumpur ke laut melalui pipa daripada membiarkan 
ribuan rumah dan segala fasilitasnya tenggelam tergenang. Bagaimana pun, lumpur 
ini mustahil bisa dibendung. Maka, alirkan saja ke laut seberapa pun banyak 
volume yang disemburkan. Lumpur ini memiliki sifat yang mirip air laut, karena 
memang lingkungan pengendapannya dahulu adalah laut. Jadi mengembalikannya ke 
laut masih rasional untuk dilakukan, karena kemungkinan besar laut akan dapat 
menetralisasinya. Apa pun pilihannya, bagi kita keselamatan nyawa dan harta 
benda manusia adalah yang utama.

e-mail: [EMAIL PROTECTED]




[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke