RIAU POS Senin, 18 September 2006
Biodisel: Antara Sawit v Jarak Bentuk kepanikan pemerintah dalam menangani krisis energi secara nasional adalah dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam pengembangan bahan bakar nabati (BBN) yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5/2006, 25 Januari 2006 dan intruksi presiden Nomor 1/2006 tentang kebijakan energi nasional dan penyediaan BBN sebagai bahan bakar. Selesaikah permasalahannya dengan dikeluarkannya payung hukum kebijakan pengembangan energi alternative bahan bakar nabati (BBN)? Masih diperlukan tindak lanjut kebijakan, program dan implementasi dari kebijakan dan program. Diskusi dan seminar tentang BBN telah memfokuskan kepada kelapa sawit dan jarak, sesungguhnya kelapa sawit jauh lebih siap dibandingkan jarak sebagai BBN. Dalam kaitan tersebut perlu dilakukan pembelajaran masyarakat dalam rangka pembentukan persepsi yang proporsional dan berdasar kenyataan yang ada. Jangan sampai masyarakat berlomba-lomba menanam jarak pagar padahal kesiapan perangkat teknologi dan kontiniutas bahan baku masih menghantui biodisel jarak. Dan yang terpenting jangan sampai rakyat dikorbankan kerena ketidaktahuannya, apalagi beberapa Pemkab di Riau sudah mulai melakukan ''proyek'' pengembangan tanaman Jarak Pagar, hati-hati lah. Ironis sekali memang karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar namun sampai saat ini kita masih mengimpor BBM, minyak bumi yang disedot dari bumi sebagian besar diekspor dalam bentuk minyak mentah. Sudah terlambat untuk memikirkan pembangunan kilang minyak BBM baru di Indonesia karena diperkirakan 10-15 tahun ke depan minyak bumi di Indoensia akan habis jadi tidak visibel kalau baru menjelang habis minyak bumi baru mendirikan kilang minyak bumi. Hal yang sama untuk CPO, bahwa hampir 90 persen CPO kita diekspor keluar negeri sementara peluang biodisel telah di depan mata. Dari perhitungan impor BBM per hari diketahui bahwa untuk memenuhi keperluan BBM dalam negeri pemerintah mengimpor BBM Solar 300 ribu barel per hari (40 persen dari keperluan nasional) yang artinya pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar Rp200 milyar per hari untuk megimpor BBM. Besarnya impor solar ini (net-importer) mengakibatkan melambungnya biaya subsidi pemerintah terhadap solar yaitu Rp12,6 triliun (ini baru solar). Hal inilah yang seharusnya dijelaskan ke masyarakat mengapa biaya subsidi BBM perlu dipangkas. Melihat kenyataan ini tidak ada pilihan lain bahwa BBN harus segera didunianyatakan. Dari BBN atau biofuel dapat dihasilkan berbagai produk pengganti BBM (bensin, solar, dan minyak tanah). Biodiesel adalah bahan bakar cair yang diformulasikan khusus untuk mesin diesel dan terbuat dari sumber daya hayati (bio-oil) seperti dari kelapa sawit dan jarak. Pemanfaatan biodisel baik sebagai campuran solar maupun murni biodisel sama sekali tidak mengubah struktur mesin ataupun Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), namun demikian produsen mesin diesel hanya merekomendasikan campuran biodisel-solar antara 20-50 persen biodisel. Pemanfaatan biodisel mempunyai beberapa keunggulan antara lain bahwa biodisel merupakan bahan bakar yang bersifat re_newable (terbaharui), dapat diproduksi secara lokal (bahkan skala home industry), ramah lingkungan, melindungi mesin, efisien dalam proses pembakaran, aman dan tidak beracun. Di Eropa, biodisel bukan merupakan barang baru karena sebahagian besar industri telah menggunakan BBN biodisel, uniknya lagi bagi setiap industri di Eropa yang menggunakan biodisel sebagai bahan bakar, pemerintah akan melakukan pemotongan pajak (discount) bahkan sampai bebas pajak seperti di Jerman dan Austria, kebijakan ini diambil tidak terlepas dari biodisel sangat ramah lingkungan. Negara industri otomotif seperti Jerman, Japan dan Amerika ternyata telah melakukan persiapan/rancangan mesin otomotifnya untuk mengantisipasi gejolak kelangkaan BBM. Jepang jauh sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan Biomass Nippon Integrated Strategy 2002 dan menargetkan pada 2006 3-5 persen konsumsi minyak bumi akan digantikan oleh biodisel. Tidak ada permasalahan yang signifikan di bidang teknologi otomotif, tinggal aplikasi saja, hasil uji coba berbagai merek mobil telah terbukti bahwa Biodisel sangat cocok dengan mesin mobil yang diujicoba. Namun perlu direnungkan tentang kontiniutas dari bahan baku. Saat ini timbul kekuatiran bahwa apabila CPO digunakan sebagai bahan baku biodisel maka akan mengganggu produksi minyak makan dan produk berbasis CPO lainnya. Hal ini sebenarnya tidak perlu dimasalahkan karena bertambahnya produk berbahan baku CPO justru akan meningkatkan nilai ekonomis dari kelapa sawit, apalagi biodisel tidak semata dari CPO saja tetapi dari seluruh fraksi kelapa sawit seperti dari PKO, Renided bleached & Deodorized Palm Oil (RBDPO) dan olein. Peluang ini semakin besar manakala negara-negara maju telah mencapai titik maksimum dalam memproduksi tanaman kacangan penghasil biodisel (rapeseed). Kenapa tidak dikembangkan saja perkebunan kelapa sawit, bukankah ekonomi masyarakat Indonesia banyak digantungkan kepada kebun kelapa sawit, apalagi peluang disektor industri berteknologi tinggi (higt_tech) seperti industri pesawat terbang sudah tidak mungkin lagi kita mengejar negara-negara maju? Kembalilah kejalan yang benar. Dari beberapa bahan baku biodisel seperti kelapa sawit, kedelai, kelapa, bunga matahari, jarak pagar dan tebu, yang paling siap dan prospek digunakan sebagai bahan baku biodisel adalah kelapa sawit dan jarak pagar. Namun perlu dikaji untuk jangka panjangnya mana yang lebih baik biodisel kelapa sawit atau biodisel jarak. Untuk saat ini yang paling siap adalah biodisel kelapa sawit. Mengapa demikian? Dari berbagai hasil penelitian dan survey potensi SDA nampaknya kelapa sawit tidak terkalahkan sumber bahan baku lainnya (PPKS, 2005). Ketersediaan tanaman kelapa sawit, kultur teknis, distribusi luas perkebunan yang hampir mencakup seluruh wilayah Indonesia, teknologi yang sudah mapan, dan kesiapan pelaku usahatani dalam mendukung paradigma hemat energi dengan biodisel jauh lebih siap.(bersambung) Ir Gulat ME Manurung MP, Kepala Divisi Tanaman Perkebunan PAU Unri dan Kepala Kebun Faperta Unri. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/