Pengakuan Jujur Warga Kalimantan. Saya kira yang diungkapkan oleh Bpk Mulyadi dalam kutipan dibawah adalah kebenaran yang diungkapkan dengan jujur. Selain karena faktor alam (musim kemarau yang panjang),kebakaran hutan di Kalimantan sebagian besar disebabkan keringnya lahan gambut akibat pembuatan kanal/ledeng air pada program pembukaan lahan gambut sejuta hektar oleh Pemerintah Orde Baru. Akibat ledeng air sepanjang 4 kali pulau Jawa tersebut,kandungan air pada lahan gambut berkurang drastis sehingga lahan tersebut sangat rentan terhadap kebakaran (Harian Kompas, 13 Oktober 2006). Berdasarkan pantauan koalisi LSM di Riau, Eyes on the Forest, sejak 1 s.d. 31 Juli 2006, terdapat 56% hotspot (titik panas) di Provinsi Riau, berada pada lahan gambut. Pada periode yang sama, hampir 30% dari titik panas yang terdeteksi di Kalimantan Barat juga terdapat pada tanah gambut (www.wwf.or.id) Lalu siapa yang salah? Saya kira saat ini tidaklah penting untuk mencari siapa yang patut dipersalahkan dalam kebakaran yang hampir setiap tahun terjadi. Kita semua yang kini jadi bagian dari Bangsa Indonesia seharusnya secara bersama bertanggung jawab mengatasi kebakaran hutan tersebut. Di satu sisi Pemerintah dan DPR punya otoritas dan kebijakan yang lebih besar peranannya dalam mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah meninjau kembali pemberian HPH dan pemberlakuan moratorium konversi hutan gambut menjadi HTI dan perkebunan kelapa sawit. Peninjauan pemberian HPH dititikberatkan pada perusahaan pengelola hutan yang nyata-nyata tidak mampu secara maksimal memanfaakan sekaligus memelihara hutan dari kerusakan,apalagi hutan yang masuk dalam kategori berada diatas lahan gambut. Kemudian Pemerintah harus berupaya maksimal untuk mengembalikan kembali keseimbangan hutan diseluruh nusantara,termasuk meninjau dan mengevaluasi Proyek Sejuta Hektar Lahan Gambut Kalimantan yang telah gagal dan meninggalkan peluang bencana kebakaran hutan setiap tahun. Untuk revitalisasi bekas lahan gambut yang hendak dicanangkan SBY di Kalteng saya kira harus kita dukung dan berharap program ini bukan isapan jempol semata yang hanya jadi pelipur lara. Salam, Ahmad
Satrio Arismunandar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: (dikutip dari milis pembaca Kompas:) Posted by: "mulyadi stephanus" [EMAIL PROTECTED] stephanus_mulyadi Fri Oct 13, 2006 3:06 am (PST) Saudara-saudaraku, terutama untuk Pak SBY, aku kelahiran Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Orang tuaku peladang, juga nenek moyangku, dan semua orang di daerahku. Setiap tahun kami membuat ladang berpindah. Artinya setiap tahun juga kami membakar ladang. Benar kami menimbulkan asap. Tetapi perlu diketahui oleh semua, juga oleh pak SBY, bahwa kami, sejak dahulu kala, tidak pernah menyebabkan kebakaran hutan sampai ratusan bahkan ribuan hektar seperti sekarang ini. Mengapa? 1. Sebelum membakar ladang kami selalu membersihkan bagian pinggir ladang sehingga api tidak menjalar ke luar ladang. Saat membakar ladang kami juga menjaga pinggiran ladang, bersiap-siap memadamkan api yang menjalar ke luar. Kami mampu melakukan pembersihan itu karena ladang kami tidak pernah terlalu lebar. Paling lebar 1 hektar. 2. Kami juga sadar, kalau api menjalar keluar dari ladang, berarti kami merusak lahan milik orang lain, dan untuk itu kami harus membayar denda adat yang mahal pada pemilik lahan yang terbakar, dan akan sangat malu karenaya. 3. Meskipun kami berpindah-pindah ladang, tetapi kami tetap menggarap lahan milik kami sendiri. Jadi kami tidak pernah merambah hutan yang bukan milik warisan kami. 4. Kami menggarap ladang dengan sistem lingkaran, tahun ini di sini, tahun depan pindah, dst., sampai sekitar 5 atau 6 tahun kembali ke lahan semula. Hal itu kami lakukan agar kami memiliki tanah yang secara alami tetap subur untuk berladang. 5. Kami membakar ladang, dan memang menimbulkan asap. Tetapi perlu diketahui, sejak jaman dahulu kala, sebelum ada pembakaran liar oleh perusahaan perkebunan yang luasnya ratusan sampai ribuan bahkan jutaan hektar, tidak pernah ada masalah dengan asap. 6. Saya ingat persis, masalah asap baru muncul sejak tahun 80an,terutama 90an, sejak perusahaan sawit merajalela di Kalimantan. Oleh karena itu, pak SBY, You salah kalau bilang kultur masyarakat lokal yang menyebabkan kebakaran hutan. Kultur masyarakat Dayak sangat dekat dengan alam. Kami memuja alam lingkungan hidup. Sebelum kami berladang kami bahkan membuat sesaji di lokasi ladang, mohon permisi dan perlindungan dari alam agar nanti selama setahun kami tidak merusak hutan atau lingkungan sekitar. Kami percaya bahwa tanah, air, pohon, batu, dan binatang yang ada di sana ada ROHnya, mereka juga saudara-saudari kami, yang setara dengan kami, yang juga perlu kami hormati. Kami belajar dari alam, melihat cuaca, mendengarkan suara burung untuk melihat pertanda. Kami tidak pernah menebang pohon yang tidak perlu kami tebang, tidak membunuh hewan yang tidak perlu dibunuh, kami tidak berladang untuk menjual hasilnya. Bagi kami, kalau hasil setahun cukup untuk makan setahun, itu sudah cukup bagi kami. Kami bahkan hampir tidak pernah menjual padi/beras, karena padi/beras memiliki roh, dan kultur kami percaya, kalau kami menjual beras, berarti kami tidak mencintai dan menghormati mereka. Oleh karena itu roh padi/beras itu akan pergi dari keluarga kami dan kami tidak akan mendapat hasil panen yang baik di tahun-tahun berikutnya. Kami percaya itu, dan kami takut kehilangan roh padi itu. Karena itu berarti kemiskinan!! ! Pak SBY, kalau mau tahu tentang Kultur Dayak saya bersedia ngobrol dengan Bapak, gratis pak, gak perlu dibayar. Dan sebelum Bapak menghakimi Kultur lokal (Dayak), sebaiknya Bapak belajar dulu tentang kultur Dayak. Jangan asal ngomong dan menghakimi. Tapi Bapak juga perlu melihat ulah perusahaan-perusaha an sawit dan illegal loging di Kalimantan. Lihat juga itu pemprov yang menjual bumi Indonesia pada perusahaan Malaysia. Mereka mengambil hasil bumi Indonesia, membakar hutan Indonesia, dan menyalahkan Indonesia karena asap dari api yang mereka bakar sendiri di Indonesia. Buka mata Pak!!! Salam Mulyadi *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links --------------------------------- Do you Yahoo!? Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/