Tidak semua orang sakit jiwa karena faktor ekonomi. Tapi faktor 
ekonomi apalagi bukan sekedar miskin, tapi sama sekali tidak punya 
penghasilan sehingga bingung besok keluarganya makan apa, merupakan 
faktor terbesar dalam gangguan jiwa.

Di negara maju tidak semua orang kaya. Ada juga gembelnya yang 
tinggal di rumah kardus atau tempat penampungan.

Berikut artikel yang menyatakan keterkaitan gangguan jiwa dgn faktor 
ekonomi:

http://www.faperta.ugm.ac.id/articles/kesehatan_jiwa.pdf

Pada saat ini ada kecenderungan penderita dengan gangguan jiwa 
jumlahnyamengalami peningkatan. Data hasil Survey Kesehatan Rumah 
Tangga (SK-RT) yangdilakukan Badan Litbang Departemen Kesehatan 
Republik Indonesia pada tahun 1995 menunjukkan, diperkirakan 
terdapat 264 dari 1000 anggota Rumah Tangga menderita gangguan 
kesehatan jiwa. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini, data 
tersebutdapat dipastikan meningkat karena krisis ekonomi dan gcjolak-
gejolak lainnya


http://kompas.com/kompas-cetak/0607/03/daerah/2777571.htm
Demikian diungkapkan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan 
Jiwa Indonesia (PDSKJI) Prof Dr dr M Syamsulhadi, SpKJ, Minggu 
(2/7), di Solo. Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa sebagian 
besar akibat kondisi sosio-ekonomi. "Pedagang merasa berat usahanya, 
pegawai negeri sipil merasa gajinya pas-pasan, atau anak sekolah 
merasa tekanan tugasnya semakin besar. Sebagian besar timbul karena 
kondisi sosio-ekonomi yang tidak menentu," kata Syamsulhadi. 



http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/28/0102.htm
Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat diperkirakan lebih dari 
30% dari jumlah penduduk dewasa. Jumlah tersebut bakal semakin 
bertambah dengan kesulitan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga 
bahan bakar minyak (BBM). Bahkan di Cirebon, kenaikan penderita 
gangguan kejiwaan setelah kenaikan harga BBM, mencapai 250 hingga 
350 persen.

Menurut Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bandung, dr. Machmud, 
Sp.K.J. dampak nyata dari kenaikan harga BBM terhadap penambahan 
jumlah warga yang mengalami gangguan jiwa, baru akan bisa dilihat 
pada tiga bulan atau enam bulan ke depan. 

--- In ppiindia@yahoogroups.com, "Mas Bagong" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> DI negara maju juga banyak yang kena gangguan jiwa, apa karena 
mereka
> melarat?
> gangguan jiwa adalah masalah ketidakmampuan manusia dalam 
melakukan 'coping'
> terhadap masalah hidupnya, sehingga terjadi 'overburden' dan 
membuat ia
> 'burst-out' jadilah stress alias gangguan jiwa...
> Apakah orang melarat lebih banyak? Perlu data yang valid untuk
> mengatakannya... Yang jelas ketidakdewasaan jiwa membuat orang 
lebih mudah
> stress...
> DG
> 
> 
> On 10/16/06, A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Bagaimana tidak sakit jiwa jika banyak yang nganggur dan tidak 
punya uang.
> > Kalau hidup sendiri mungkin tak begitu berat. Lapar hanya lapar 
sendiri.
> > Tapi kalau ada anak dan istri kan pusing juga mendengar istri 
yang ngomel
> > karena tidak ada uang belanja untuk makan atau sedih melihat 
anak kandung
> > yang kelaparan.
> >
> > Inilah hasil hidup Neoliberalisme yang menyerahkan kekayaan alam 
negara
> > kepada segelintir pengusaha.
> >
> > Seharusnya semua orang menentangnya.
> > Nabi berkata, "Padang (tanah luas/hutan), air, api (minyak, gas, 
dsb)
> > adalah milik bersama". UUD 45 juga menyatakan demikian, kekayaan 
alam
> > dikelola oleh negara.
> >
> > Tapi oleh kaum neoliberalis dirubah jadi milik segelintir 
pengusaha lewat
> > privatisasi dan kartel. Sementara mayoritas rakyat tidak dapat 
mengelola
> > faktor produksi yang ada.
> >
> > Seharusnya SBY mendeteksi menteri-menteri dan pejabat yang 
neoliberalis
> > dan memberhentikannya karena menyengsarakan rakyat.
> >
> > ===
> > Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
> > Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
> > http://www.media-islam.or.id
> >
> >
> >
> > ----- Original Message ----
> > From: Ikranagara <[EMAIL PROTECTED]>
> > To: ppiindia@yahoogroups.com
> > Sent: Saturday, October 14, 2006 3:00:12 AM
> > Subject: [ppiindia] 26 JUTA BANGSA KITA TERKENA GANGGUAN JIWA?
> >
> > Dear all;
> >
> > Kesan yang paling melekat di benak saya dari perjalanan selama
> > hampir dua bulan di Tanah Air kemarin ini adalah dua kata:
> > kemiskinan dan kekerasan. Kesan ini sudah termasuk yang saya 
peroleh
> > dari menyaksikan tayangan berita canek TV kita yang jumlahnya 
banyak
> > itu.Lalu, berita saya forwardkan dari milis sebelah di bawah ini
> > tampaknya ada kaitannya dengan dua kata itu.
> >
> > Inilah berita yang dari milis sebelah itu:
> >
> > GANGGUAN JIWA SEMAKIN MENINGKAT - 26 JUTA.
> >
> > Thursday, Oct. 12, 2006 Posted: 7:28:41PM PST
> >
> > Tindakan bunuh diri merupakan penyebab ketiga kematian di banyak
> > negara. Di Indonesia, Data WHO 2006 mengungkapkan 26 juta 
penduduk
> > Indonesia mengalami gangguan jiwa.
> >
> > "Kira-kira 12 sampai 16 persen atau 26 juta dari total populasi
> > mengalami gejala-gejala gangguan jiwa," kata perwakilan WHO untuk
> > Indonesia Albert Maramis dalam diskusi menyambut Hari Kesehatan 
Jiwa
> > Sedunia di Jakarta, Selasa (10/10).
> >
> > Menurut hasil survei kesehatan mental rumah tangga (SKMRT) tahun
> > 1995, 185 dari 1.000 penduduk rumah tangga dewasa memperlihatkan
> > gejala gangguan kesehatan jiwa. Sedangkan gangguan mental 
emosional
> > pada usia 15 tahun ke atas adalah 140 per 1.000 jiwa dan kelompok
> > usia 5-14 tahun prevalensinya 104 per 1.000 penduduk.
> >
> > Menurut Albert, gangguan jiwa dalam tingkat ringan dan tidak 
perlu
> > perawatan khusus antara lain panik, cemas, dan depresi. Selain 
itu
> > ada juga penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif 
(NAPZA),
> > penggunaan alkohol dan rokok, dan kepikunan. Dalam tahap berat 
ada
> > alzheimer, epilepsi, dan schizophrenia.
> >
> > "Data-data yang ini belum menjadi data nasional karena kita belum
> > punya sistem informasi yang baik," jelasnya.
> >
> > Menurut WHO, setiap tahun sekitar satu juta orang bunuh diri dan
> > separuh di antaranya disebabkan gangguan jiwa dan penyalahgunaan
> > narkoba. Untuk itu, gejala gangguan mental perlu dikenali sejak 
dini.
> >
> > "Bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat. Karena itu, 
perlu
> > dibangun kesadaran masyarakat untuk mendeteksi adanya gejala 
gangguan
> > mental pada pelaku sejak awal," kata Direktur Bina Pelayanan
> > Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan, Pandu Setiawan di tempat 
yang
> > sama.
> >
> > "Pada 1997, negara mengalami kerugian Rp 31 triliun dalam satu 
tahun
> > karena hilangnya masa produktivitas dari rakyatnya yang mengalami
> > gangguan jiwa," tuturnya.
> >
> > Masalah yang sering dijumpai pada kasus bunuh diri adalah krisis 
yang
> > menyebabkan penderitaan berat dan putus asa, tidak berdaya, dan 
stres
> > berat. Orang-orang yang rentan bunuh diri, antara lain kehilangan
> > status, pekerjaan dan pendapatan, kerap mengulangi kata-kata
> > seperti "takdir yang menentukan", "mendengar suara dari
> > Tuhan". "Mengenali orang yang berusaha bunuh diri penting, tetapi
> > bukan hal mudah," ujar Kepala Departemen Psikiatri Fakultas
> > Kedokteran Universitas Indonesia Dr Irmansyah SpKJ.
> >
> > Isyarat pada remaja yang ingin bunuh diri, yakni mereka menarik 
diri
> > dari pergaulan, mengancam hendak bunuh diri, tak tahan menghadapi
> > hidup, dan ingin segera mati.
> >
> > Irmansyah menyatakan, para penderita gangguan jiwa sering kali
> > diperlakukan diskriminatif.
> >
> > Akibatnya, stigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa 
belum
> > juga bisa mencair. Berbagai perlakuan diskriminatif kepada 
penderita
> > gangguan jiwa, terlihat dari masih adanya pengucilan, pembatasan
> > memperoleh akses pelayanan kesehatan, hingga pemasungan
> > fisik. "Itulah kenyataan yang dihadapi para penderita gangguan 
jiwa.
> > Masyarakat dan pemerintah sama-sama memperlakukan mereka
> > diskriminatif. Padahal, gangguan jiwa bukanlah penyakit yang 
tidak
> > bisa disembuhkan, " katanya.
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
> >
> >
> > 
*********************************************************************
******
> > Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju 
Indonesia
> > yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny.
> > http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
> >
> > 
*********************************************************************
******
> > 
_____________________________________________________________________
_____
> > Mohon Perhatian:
> >
> > 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg 
otokritik)
> > 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan 
dikomentari.
> > 3. Reading only, http://dear.to/ppi
> > 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
> > 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
> > 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
> >
> > Yahoo! Groups Links
> >
> >
> >
> >
> >
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>





***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke