Betul,mas. saya alami masa kanak kanak dan remaja di-tahun tahun 
itu. Keluarga besar saya adalah Islam, sebagian Buddha, Katholik, 
Protestant. Kami saling menghormati, saling menjabat tangan.

Kami semua tanpa banyak bicara anti maksiat, porno pornoan, dll. 
banyak pejabat kala itu yang risih kalau mau disuap. Miras? tak 
dikenal dan dijauhi. 

Kefanatikan agama? No way!

Kita yang baru saja merdeka, mas, ingat segar kejahatan bengsa 
bangsa penjajah kepada kita. Kita sangat solidair pada teman teman 
senasib: Tiongkok, Birma, India, Mesir dan Amerika Latin.

Tahun 1949, saya berdiri ditaman muka rumah kami di Jalan Pakualaman 
(sekarang Sultan Agung), konvoi Belanda lewat, tank tank, kendaraan 
artileri ringan, truck. Saya teriak teriak sebagai bocah kecil, 
diajari pembantu yang mengasuh saya "Inggris kita linggis, Amerika 
kita setrika". Padahal, saya belum mengerti bahasa Indonesia 
samasekali (saya baru belajar bahasa Indonesia di Jakarta tahun 1950 
ha ha ha). Perajurit bule dengan baret merah diatas truk senyum 
melambai, dia tak paham yang saya teriakkan ha ha ha.

Minta ampun mas, sederhanaya hidup kala itu. Ayah saya mentri 
prekonomian tahun 1950, tetapi lemari es, mobil pribadi kami tak 
punya. Setiap hari mnakan tahu tempe.Ibu saya antarkan saya 
kesekolah rakyat (sekarang SD) KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia 
Sulawesi) di jalan Sam Ratulangi, naik sepeda.

Di sekolah ini para pejabat negara mengirimkan anaknya sekolah.

Salam

danardono






--- In ppiindia@yahoogroups.com, "eLfiqa" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> Saya juga masih kebayang jaman dulu itu pak.
> Tingkat koran aja cuman ada di kantor lurah.
> TV masih di kantor kecamatan.
> Kalau ada riak-riak umat agama yg kritis sama
> pemerintah langsung dibungkam aparat.
> 
> Dulu semua org beragama gak suka ada kedai
> miras,  gak suka ada pusat2 pelacuran, gak suka
> liat judi, semua org beragama dulu merasa risih
> pakai pakaian you can see di jalanan,  dulu org
> gak kenal VCD porno.  Pokoknya jaman dulu
> umat beragama menjauhi pengaruh maksiat.
> 
> Sekarang maksiat di mana-mana subur,  dan ka-
> lau ada org yg berusaha berantas maksiat kok
> cuman kelihatannya umat Islam aja yg berjuang.
> Umat lainnya nonton. CMIIW.
> 
> Dulu karena informasi cuman beredar di kalangan
> terbatas (yg bisa akses media aja) org awam gak
> banyak tahu kalau pemerintah itu bobrok.  Sekarang
> org sudah sadar kalau pemerintah itu bobrok dan berani
> turun ke jalan.
> 
> Dulu pemerintah lumayan tegas dengan aliran-aliran 
> sesat yg mengatasnamakan Islam,  kalau sekarang
> pemerintah seperti membiarkan saja keadaan. 
> 
> Dulu antar umat beragama saling menjaga perasaan,
> kalau sekarang saling berlomba berbuat kesalahan.
> Karena hukum tak tegas, maka celah-celah hukum 
> dimanfaatkan untuk melanggar prinsip-prinsip toleransi
> agama oleh semua pemeluk. 
> 
> Dulu nggak kedengar org menggunakan mulutnya utk
> menghina agama apalagi Nabi SAW,  sekarang kok
> org makin tak melihat lagi sisi2 toleransi menjaga pe-
> rasaan. 
> 
> Dulu gak ada sosok kayak Bush yg secara terbuka
> buka front perang salib dg musilm. Sekarang fakta ber-
> bicara memang Islam dihajar kiri-kanan.  Yah semua
> ini urusan pelik dan mengundang debat panjang.
> 
> 
>   
> 
> 
> 
> From: "RM Danardono HADINOTO" <[EMAIL PROTECTED]> wrt"
> 
> > Saya sendiri sama bingungnya dengan anda, karena ditahun 50an - 
60an 
> > hampir tak ada benturan bermotif agama, tetapi ini kian marak 
> > dikurun 70a-sekarang, padahal jumlah manusia beragama, jumlah 
rumah 
> > ibadat, jumlah organisasi agama, berlipat ganda..
> > 
> > Salam
> > 
> > Danardono
>



Reply via email to