Menurut saya demokrasi adalah senjata AS untuk
menguasai negara2 lain.

Dengan demokrasi, satu negara harus mengizinkan
berdirinya LSM2 dan media massa yang didanai AS.
Dengan itu AS bisa menggoyahkan satu negara baik
dengan pemberitaan yang negatif atau pun demonstrasi
massal yang digerakkan LSMnya.

Ada isyu keterlibatan CIA dalam demo yang menjatuhkan
Soekarno dan juga Soeharto.

Demokrasi artinya juga pasar bebas dan sistem ekonomi
neoliberalis turut bermain. Negara mensubsidi para
pemegang uang agar rupiah stabil lewat SBI.

Dengan privatisasi juga kekayaan alam Indonesia
disedot oleh AS.

Meski Iran merupakan negara Demokrasi di mana
presidennya dipilih langsung oleh rakyatnya, tapi
karena AS tak mampu menguasai mereka, AS berusaha
menjatuhkannya. Kemenangan Hamas pada pemilu di
Palestina juga justru dihadiahi embargo oleh AS dan
sekutunya padahal kemenangan mereka didapat secara
demokratis.

Venezuela dan Chavez juga dianggap musuh AS karena
mereka menasionalisasi perusahaan migas di sana.

Jadi demokratis itu adalah jika negara tersebut mau
dikuasai oleh AS dan sekutunya baik secara politik mau
pun ekonomi. Banyak negara berkembang yang demokratis
akhirnya mayoritas rakyatnya miskin2 jadi perahan AS
dan sekutunya...:)


--- Ikranagara <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> dari:
>
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0612/18/utama/3174335.htm
> 
> 
> Laporan Akhir Tahun
> Kemiskinan Memborgol Demokrasi 
> 
> Simon Saragih 
> 
> Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela
> mengatakan, 
> pemberantasan kemiskinan merupakan pilar bagi
> tercipta dan 
> berkembangnya demokratisasi di Afrika. Benar juga!
> Bagaimana manusia 
> bisa bicara soal demokrasi jika perut keroncongan?
> Bagaimana manusia 
> bisa menyuarakan aspirasi jika ia sendiri tak
> berdaya secara fisik? 
> 
> Tentu pernyataan itu juga berlaku untuk Amerika
> Latin, Timur Tengah, 
> dan Asia. Lebih dari itu, bebas dari kemiskinan juga
> menjadi hak 
> legal untuk siapa saja. "Setiap orang berhak atas
> standar hidup yang 
> layak, dengan akses yang memadai terhadap layanan
> kesehatan untuk 
> dirinya dan keluarganya, termasuk makanan...,"
> demikian petikan dari 
> Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal Hak
> Asasi Manusia 
> 1948. 
> 
> Bebas dari kemiskinan adalah bagian dari hak dan
> tentunya bagian 
> dari demokrasi. Namun, semua itu masih ilusi bagi
> mayoritas warga 
> dunia. 
> 
> Wajah kusam dan lusuh, tempat tinggal seperti
> kandang ternak, 
> merupakan pemandangan di banyak negara. Sejumlah
> gelandangan 
> tergeletak di tepian jalan, ada pula anak-anak di
> bawah umur yang 
> terpaksa bekerja untuk mencari nafkah. Dari Afrika
> hingga Jakarta, 
> misalnya, tak sulit menemukan warga yang hidup dari
> mengemis karena 
> miskin. 
> 
> Memedihkan! Itulah kata yang paling tepat
> menggambarkan kehidupan 
> dari 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup di bawah
> garis kemiskinan, 
> yakni mereka yang hanya memiliki pengeluaran kurang
> dari 1 dollar 
> AS. 
> 
> Siapa yang peduli akan nasib mereka? Semua
> mengatakan peduli, mulai 
> dari negara miskin hingga para pemimpin G-8. Bahkan,
> setumpuk 
> program pemberantasan kemiskinan global sudah
> tersusun. Salah satu 
> yang ternama adalah Tujuan Pembangunan Milenium
> (MDGs), sebuah 
> program PBB soal pengurangan 1,2 miliar warga miskin
> menjadi 
> setengahnya pada tahun 2015. Namun, pesimisme
> mewarnai pencapaian 
> target itu. 
> 
> Banyak cara 
> 
> Pertanyaannya kemudian, bagaimana menurunkan
> target-target itu. Apa 
> saja kendala yang dihadapi? 
> 
> Salah satu cara adalah dengan pertumbuhan ekonomi.
> Asisten 
> Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB yang juga Direktur
> Program 
> Pembangunan PBB (UNDP) Hafiz Pasha mengatakan, untuk
> mengurangi 
> kemiskinan, semua negara wajib meraih pertumbuhan
> minimal 7 persen. 
> Itu diperlukan untuk menciptakan kesempatan kerja
> sebesar 1 persen. 
> 
> China pada khususnya dan Asia pada umumnya tergolong
> paling sukses 
> menurunkan kemiskinan berkat pertumbuhan ekonomi. 
> 
> Karena itu, semua syarat untuk kelancaran
> pertumbuhan ekonomi harus 
> disiapkan. Celaka bagi negara berkembang. Banyak
> terjebak konflik, 
> yang justru semakin memperburuk kemiskinan. Ada
> politisi yang saling 
> sikut dan membuahkan politik yang tidak stabil. 
> 
> Lepas dari itu, pertumbuhan ekonomi ternyata bukan
> pula cara paling 
> ampuh mengurangi kemiskinan. Mengapa? UNDP
> memperlihatkan 
> pertumbuhan ekonomi hanya menghasilkan peningkatan
> kemakmuran warga 
> kaya dan tak menetes ke bawah. 
> 
> Bagaimana mengatasinya? 
> 
> Peraih Nobel Perdamaian 2006 Muhammad Yunus
> mengatakan, pengurangan 
> kemiskinan harus dengan program yang menyentuh
> langsung mereka yang 
> terjerat kemiskinan. Sejak tahun 1974 sampai 2007,
> ia membuktikan 
> bahwa setidaknya 6 juta warga termiskin di Banglades
> bebas dari 
> kemiskinan, padahal Banglades bukan negara yang
> tergolong emerging 
> market (negara dengan perekonomian yang menggeliat)
> seperti banyak 
> negara Asia lainnya. 
> 
> Peningkatan kredit mikro adalah salah satu andalan
> yang diusulkan 
> Yunus. Ia mengecam Bank Dunia, yang tidak fokus pada
> tugasnya, yakni 
> memberantas kemiskinan. Bank Dunia malah memberikan
> kredit kepada 
> perusahaan pertambangan lewat afiliasinya,
> International Financial 
> Corporation. "Tidak 1 persen pun dari 20 miliar
> dollar AS dana Bank 
> Dunia yang mengalir ke kredit mikro," kata Yunus. 
> 
> Program kredit mikro sudah mulai mendapatkan
> perhatian besar, tetapi 
> implementasinya masih seperti hangat-hangat kuku dan
> tidak 
> revolusioner. 
> 
> Pola De Soto 
> 
> Saran lain soal pengurangan kemiskinan adalah dengan
> pemberdayaan 
> sektor informal, usulan Hernando de Soto. Sebanyak
> 70 persen 
> penduduk dunia itu hidup di sektor informal, pada
> umumnya di negara 
> berkembang. Mereka tidak mendapatkan status hukum,
> terlunta-lunta, 
> menjadi sasaran pemerasan oleh aparat, preman, dan
> bahkan pejabat 
> pemerintah. 
> 
> Sektor informal tidak punya akses ke sektor modern,
> termasuk ke 
> perbankan. "Jangan beri belas kasihan pada rakyat
> kecil. Beri saja 
> mereka akses ke sektor modern dan pemberian status
> hukum, maka 
> pelaku sektor informal akan bergerak sendiri," kata
> De Soto. 
> 
> Dengan status hukum, sektor informal menjadi
> bankable (layak diberi 
> pinjaman perbankan). Keberadaan status hukum adalah
> salah satu 
> syarat paling mendasar bagi perbankan untuk
> mengucurkan kredit ke 
> dunia usaha. Sudah ada 35 negara yang meminta
> nasihat De Soto. 
> 
> Namun, jangan lupa, De Soto menegaskan bahwa
> pemberdayaan sektor 
> informal juga harus diiringi dengan kebijakan
> pemerintah yang 
> berpihak kepada kaum papa, tidak semata-mata
> pemberian status hukum, 
> walau status hukum merupakan syarat paling
> fundamental. Namun, belum 
> banyak yang serius menjalankannya. 
> 
> Alternatif lain 
> 
> Ada lagi alternatif lain untuk mengurangi
> kemiskinan. Ini terutama 
> berlaku bagi negara yang kaya minyak dan sumber daya
> alam lainnya. 
> Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair pada sebuah
> pertemuan dunia 
> di Johannesburg, Afrika Selatan, tahun 2002
> mengusulkan The 
> Extractive Industries Transparency Initiative
> (IETI). 
> 
> Program IETI ini bermakna luas, yakni bagaimana
> mengubah sumber daya 
> alam menjadi berkah dan bukan kutukan, dan sumber
> pertikaian, 
> konflik berdarah. Transparansi pengelolaan dan
> eksplorasi atas 
> sektor pertambangan sangat diperlukan. Tujuannya
> agar hasil sektor 
> tambang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan
> mayoritas warga, pemilik 
> sumber daya. 
> 
> Norwegia merupakan salah satu negara kaya minyak dan
> ingin berbagi 
> pengalaman soal pengelolaan kekayaan alam bagi
> negara berkembang 
> lainnya. 
> 
> Namun, empat tahun setelah EITI dicanangkan, tak
> banyak perubahan 
> dalam transparansi pengelolaan sektor tambang. Itu
> hanya milik 
> elite, yang terdiri dari korporasi asing, dan elite
> pemerintahan. 
> Rakyat hanya penonton. 
> 
> Venezuela, Rusia, Bolivia, dan kini Ekuador telah
> mencoba 
> membalikkan keadaan itu. Hasilnya adalah perbaikan
> besar dalam 
> alokasi kekayaan alam, yang dialokasikan kepada
> rakyat. Lagi, belum 
> banyak negara lain yang mengikutinya, termasuk
> Indonesia. 
> 
> Alternatif lain untuk mengurangi kemiskinan adalah
> pengurangan beban 
> pembayaran utang luar negeri negara berkembang, oleh
> negara maju. 
> UNDP tak melihat semangat besar negara kaya untuk
> melakukan itu. 
> 
> Pengurangan kemiskinan juga bisa dilakukan dengan
> pembukaan pasar 
> negara maju terhadap produk pertanian negara
> berkembang. Namun, 
> semua upaya itu masih mentok. Perundingan Organisasi
> Perdagangan 
> Dunia (WTO) kini buntu karena negara maju belum mau
> membuka pasarnya 
> untuk komoditas pertanian negara berkembang. 
> 
> Maka, tak heran jika pada pertemuan G-8 tahun 2005
> di Gleeneagles, 
> Skotlandia, PM Blair mengutarakan bahwa keadaan di
> Afrika—dan 
> tentunya di negara lain—merupakan simbol dari nurani
> dunia yang 
> terkoyak. 
> 
> Para aktivis hingga Sekjen PBB Kofi Annan
> menyatakan, dibutuhkan 
> perhatian lebih besar untuk mengurangi kemiskinan.
> Pemberantasan 
> terorisme, penciptaan perdamaian global, antara lain
> harus juga 
> dilakukan dengan mengatasi akarnya, yakni
> kemiskinan. 
> 
> Menurut Annan, adalah unsur kemiskinan yang justru
> membuat orang 
> gampang direkrut untuk menjadi teroris atau
> terdorong sendiri untuk 
> berbuat kriminal. Kemiskinan telah mempersulit
> stabilitas, yang juga 
> harus menjadi pilar demokrasi. Kesimpulannya adalah
> kemiskinan masih 
> memborgol demokrasi! 
> 
> 
> 


===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
http://www.media-islam.or.id

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke