bismi-lLah wa-lhamdu li-lLah wa-shshalatu wa-ssalamu 'ala rasuli-lLah wa 'ala 
alihi wa ashhabihi wa ma-wwalah, amma ba'd, assalamu 'alaikum wa rahmatu-lLahi 
wa barakatuH
   
  ada kiriman buaguuuuus dech, mari syering azza yach!
   
  wa bi-lLahi-ttaufiq wa-lhidayah, subhanaka-lLahumma wa bihamdiKa asyhadu alla 
Ilaha illa Anta, astaghfiruKa wa atubu ilaiK. 
wassalamu 'alaikum

Senin, 08 Januari 2007 

Di banyak negara Muslim umat Islam berada dalam keadaan lemah dan tak berdaya. 
Simaklah ctatan khotbah Dr Abu Hanifa dari Hessen Idul Adha lalu

Dr. Syamsuddin Arif, Ph.D. 

Pada pagi hari Sabtu, 30 Desember 2006 yang lalu, masyarakat Muslim di kota 
Hamburg, Jerman turut merayakan Idul Adha 1427 H. Shalat Id yang dihadiri oleh 
ratusan warga itu terselenggara berkat kerjasama Indonesisches Islamisches 
Centrum (IIC) e.V. dengan KJRI Hamburg. Juga hadir Konsul Jenderal RI Bapak 
Awang Bahrin yang akan segera menempati jabatan barunya sebagai Duta Besar Luar 
Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Republik 
Turki mulai Januari 2007. 

Usai khutbah Id, acara dilanjutkan dengan ramah-tamah bersalam-salaman dan 
menikmati jamuan ringan. Suasana menjadi begitu hangat dipenuhi oleh suara yang 
riuh rendah diiringi gelak tawa kecil tanda bersuka cita.

Dalam khutbahnya Dr Abu Hanifa dari Hessen yang juga bertindak sebagai imam 
meninjau kondisi umat Islam saat ini, baik di tanah air maupun di banyak 
belahan dunia lainnya, yang masih jauh dari harapan. Contohnya, umat Islam 
Indonesia yang seharusnya hidup sejahtera di bumi yang kaya raya, mayoritasnya 
justru hidup sengsara dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Kasus busung lapar dan bencana alam di mana-mana, angka pengangguran yang terus 
meningkat, beban hutang luar negeri yang kian menjerat, biaya hidup yang terus 
melompat, adalah gambaran sekilas keadaan umat di berbagai tempat.

Hal serupa juga kita dapati di banyak negara muslim lainnya seperti Iraq, 
Palestina, Afganistan, Pattani. Menurut beliau semua ini terjadi karena umat 
Islam berada dalam keadaan lemah tak berdaya, baik secara politik, militer, 
ekonomi, dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) sehingga mudah sekali 
dipermainkan dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain. Kondisi ini, menurut 
beliau, seolah-olah membenarkan prediksi Rasulullah SAW 14 abad yang silam:

Akan datang suatu masa dimana bangsa-bangsa lain berkumpul menghadapi kalian
sebagaimana hewan-hewan makan mengerumuni mangsanya. Mereka bertanya:
"Apakah saat itu kami minoritas?" Rasulullah menjawab: "Tidak, pada saat itu 
kalian adalah mayoritas, tetapi kalian bagaikan buih (yang terombang-ambing) di 
lautan. Allah telah mencabut rasa takut dari hati musuh terhadap kalian dan 
menimpakan pada hati kalian penyakit wahn". Para sahabat bertanya: "Apakah 
penyakit wahn itu ya Rasulullah?" , beliau menjawab: "Cinta dunia dan takut 
mati" (Hadits shahih riwayat Imam Abu Dawud (4297) dan Imam Ahmad (5/287) dari 
Tsaubah ra dan dishahihkan oleh al-Albani dengan dua jalannya
tersebut dalam As-Shahihah (958)).

Lebih jauh beliau juga mengatakan bahwa selain dua penyakit itu, umat Islam 
juga ternyata lemah dalam pemahaman agamanya. Lemahnya pemahaman ini tak lepas 
dari lemahnya kita dalam menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Kita beribadah haji dengan aturan Islam, shalat dengan aturan Islam, menikah 
juga dengan aturan Islam, tetapi kita tidak bekerja dengan aturan Islam, tidak 
mengelola hasil bumi kita dengan aturan Islam, tidak mengatur ekonomi kita 
dengan aturan Islam, tidak mengatur sistem pertahanan kita dengan aturan Islam, 
tidak menerapkan nilai-nilai Islam di luar rumah, di jalan, di tempat kerja, di 
laboratorium, di ruang-ruang publik kita. Inilah yang
menjadi penyebab lemahnya umat Islam. Akibatnya, umat Islam telah menjadi 
korban dari ketamakan dan kerakusan bangsa-bangsa lain yang lebih kuat, lebih 
disiplin, dan lebih kompak.

Kemudian beliau mengingatkan agar Idul Adha bisa dijadikan momen refleksi dan 
evaluasi, menjadi kesempatan untuk merenung sejenak dan memikirkan kembali: 
"Dari mana kita, dan hendak kemana kita. Mengapa dan untuk apa kita hidup 
sebagai individu, anggota keluarga, pegawai, dan warga negara."

Di akhir kutbahnya, beliau menyampaikan pesan-pesan Nabi Muhammad SAW yang
disampaikan di Jabal Rahmah 1417 tahun yang silam: "Wahai umat manusia! 
Ketahuilah bahwa setiap nyawa dan harta seorang muslim adalah suci, sesuci 
bulan dan tanah ini. Seorang Muslim tidak boleh mengambil hak milik saudaranya 
tanpa izin darinya. Kembalikanlah harta yang diamanahkan pada kalian kepada 
berhak. Janganlah kamu menzalimi siapa pun, agar orang lain tidak menzalimi 
kamu pula. Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan bertemu Allah yang akan 
memperhitungkan segala perbuatanmu. Allah telah mengharamkan riba. Maka 
batalkanlah semua urusan yang melibatkan riba mulai sekarang. 

Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agamamu. Karena dia telah 
berputus asa untuk menyesatkanmu dalam perkara-perkara besar, maka berjagalah 
agar kamu tidak mengikutinya dalam perkara-perkara kecil. 

Wahai umat manusia! Sebagaimana kamu mempunyai hak atas isterimu, mereka juga 
mempunyai hak atas kamu. Jika mereka menunaikankan hakmu, maka mereka berhak 
mendapatkan nafkah dalam suasana kasih sayang. Layanilah mereka dengan baik, 
dan berlemah-lembutlah terhadap mereka, karena sesungguhnya mereka adalah teman 
hidup dan penolong setiamu. Adalah hak kamu melarang mereka untuk tidak 
selingkuh atau berzina. 

Wahai umat manusia! Simaklah baik-baik pesanku ini. Sembahlah Allah, dirikanlah 
shalat lima kali sehari, berpuaslah di bulan Ramadhan, dan keluarkanlah zakat. 
Kerjakanlah ibadah haji sekiranya kamu mampu. Ketahuilah bahwa setiap muslim 
adalah saudara kepada muslim yang lain. Kamu adalah sama. Semuanya berasal dari 
Nabi Adam AS, dan Adam dari tanah. Tidak ada seorang pun yang lebih mulia 
daripada yang lain kecuali dengan takwa dan amal soleh. 

Ingatlah, bahwa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari untuk 
mempertanggungjawab kan apa-apa yang telah kamu kerjakan. Waspadalah agar kamu 
tidak keluar dari jalan kebenaran sepeninggalku. 

Wahai umat manusia! Tidak ada lagi Nabi atau Rasul sesudahku dan tidak ada pula 
agama baru. Oleh itu, camkan dan pahamilah kata-kataku. Sesungguhnya aku 
tinggalkan bagimu dua pusaka. Sekiranya kamu berpegang pada dan mengikuti 
keduanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya,  yaitu Al-Quran dan 
sunnahku."

Khutbah Rasulullah SAW itu, menurut beliau, merupakan rumusan cita-cita agung 
kemanusiaan dan aktualisasi Islam sebagai modus vivendi, resep hidup individu, 
sosial ekonomi maupun politik, yaitu Islam kaaffah yang tidak berhenti pada 
kesalehan ritual semata, tetapi juga Islam yang mendatangkan keadilan dan 
kesejahteraan, Islam yang membuahkan harmoni dan kasih sayang, Islam yang 
menjanjikan kebahagiaan dunia akhirat.

Menurut beliau ada tiga cara yang mesti kita tempuh demi merealisir cita-cita 
agung tersebut. 
  Pertama, mulailah dari yang kecil (ibda' bil yasir), perkara-perkara ringan 
yang sekilas tampak remeh namun sebenarnya mempunyai efek bola salju. Sampah 
yang bertumpuk dan merusak lingkungan berawal dari puntung rokok atau bungkus 
kacang, korupsi milyaran bermula dari puluhan atau ratusan ribu Rupiah. Menurut 
beliau, orang yang  menganggap
enteng dan terbiasa melakukan dosa-dosa kecil akan cenderung dan kelak berani 
melakukan dosa besar. Sebaliknya, kejayaan umat bermula dari kejayaan 
individunya, seperti pepatah Jerman: "Steter Tropfen höhlt den Stein", 
sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit.

Kedua, mulailah dari diri sendiri (ibda' bi-nafsika), mulai dengan 
mendisiplinkan diri dalam beribadah, bekerja dan menjalankan tugas apapun 
profesi kita. Umat Islam terdahulu menjadi bangsa yang disegani dan mampu 
membangun peradaban gemilang dengan disiplin. Bangsa-bangsa yang pernah kalah 
perang seperti Jerman dan Jepang bisa bangkit dan maju karena disiplin, 
demikian pula Israel, Singapura, Korea, dan Malaysia.  
  Disiplin yang bermula dari diri sendiri, dari kesadaran, kepatuhan, dan kerja 
keras.
"Rom ist auch nicht an einem Tag erbaut worden", begitu kata orang Jerman.

Ketiga, mulailah sekarang juga (ibda' il-aana, is-saa'ah, il-yawm). Perjalanan 
1000 km berawal dari satu langkah, tidak ada gunung yang  tak dapat didaki, tak 
ada kesulitan yang tak dapat diatasi. Tidak ada yang mustahil diraih jika 
prosedurnya diikuti. Man jadda wajada, wa man saara'ala d-darbi washala, tidak 
ada istilah terlambat untuk meraih sukses dan kebaikan, mulailah dari sekarang, 
saat ini, hari ini juga.

Source :
http://hidayatullah .com/index. php?



"Fa maadza ba'da-lhaqq, illa-dl_dlalaal"Leo ImanovAbdu-lLahAllahsSlave
 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke