bismi-lLah wa-lhamdu li-lLah wa-shshalatu wa-ssalamu 'ala rasuli-lLah
wa 'ala alihi wa ashhabihi wa ma-wwalah, amma ba'd, assalamu 'alaikum
wa rahmatu-lLahi wa barakatuH

bagi kiriman nech.
mmmmmmaaf yang tak berkenan, dilit azza yach!
itu tuuch dibawah.

wa bi-lLahi-ttaufiq wa-lhidayah, subhanaka-lLahumma wa bihamdiKa
asyhadu alla Ilaha illa Anta, astaghfiruKa wa atubu ilaiK. 
wassalamu 'alaikum

AKAL & WAHYU ILLAHI

Ditulis Oleh Al-Barokah
    
Dewasa ini agama mengalami marjinalisasi peran dan reduksi legitimasi.
Agama diperlakukan sebagaimana memperlakukan menu makanan, kita ambil
yang sesuai selera kita dan kita buang yang membuat kita tidak
berselera. Mengambil ajaran agama yang disenangi dan meninggalkan
ajaran yang tidak disenangi. Seakan kita itulah yang mengatur agama,
bukan agama yang mengatur kita. 
 
Dunia hari ini adalah era pemujaan terhadap akal dan ilmu pengetahuan.
Kita telah menempatkan akal dan ilmu pengetahuan sebagai dasar dan
rujukan kita dalam menerima kebenaran Wahyu serta dalam mengamalkan
suatu hukum Allah. Kita begitu mudah menerima begitu saja sesuatu yang
berlabelkan akal, logika dan ilmu pengetahuan, sedangkan jika
berhadapan dengan hukum Allah SWT maka manusia langsung menghindar dan
serta merta berdalih dengan berlindung dibalik akal logika yang ia
miliki. 
 
Jika demikian halnya, maka dimanakah dasar keimanan dan nilai
penghambaan kita, jika kita harus mengetahui terlebih dahulu rahasia
dibalik hukum Allah sebelum kita mengamalkannya ?. Wahyu lebih mulia
dibanding akal dan lebih menakjubkan dibanding ilmu pengetahuan. Pada
pada hakikatnya keimanan itu mengharuskan seluruh insan mukmin untuk
mengambil agama seluruhnya dan tidak menolak sesuatu yang merupakan
bagian dari agamanya.
 
Berikut ini ada beberapa nukilan kisah yang semoga dapat menjadi
perenungan kita bersama dalam meletakkan konteks akal, logika, dan ilmu
pengetahuan, terhadap penerimaan kita terhadap kebenaran Wahyu serta
pengamalan syariat dan hukum Allah Ta’alaa. 
 
Kisah pertama :
Ada seorang ilmuwan botani bertanya kepada seorang ulama : “ Apa
alasannya, mengapa shalat Subuh hanya dua rakaat ?”.
Ulama itu menjawab : “saya tidak tahu, Hal itu sudah merupakan hukum
dari Allah SWT dan kita harus mematuhinya “.
Begitu ulama itu tidak mampu menjelaskannya, maka dengan pongah si
ilmuwan tadi berkata : “Era sekarang adalah ilmu pengetahuan. Pada hari
ini jika agama tanpa ilmu pengetahuan dan tak dilandasi oleh nalar
serta logika maka agama tersebut tidak akan berjalan dan pelan-pelan
akan tumbang”.
Mendengar hal itu, ulama tadi balik bertanya kepada ilmuwan tersebut :
“Coba jelaskan mengapa buah beringin itu kecil padahal pohonnya besar
dan kokoh, sedangkan buah semangka itu besar sedangkan pohonnya saja
kecil dan lemah ?”.
Ilmuwan tadi menjawab : “saya tak tahu, belum ada yang meneliti hal
itu”.
Ulama berkata : “ Era sekarang adalah ilmu pengetahuan, harusnya ilmu
pengetahuan harus mampu menjelaskan nalar dan logika tentang semua hal
itu ”. Ulama itu kemudian meneruskan ucapannya : “ Sudah tentu
tersimpan rahasia dibalik penciptaan pohon beringin dan semangka, akan
tetapi sampai dengan saat ini ilmu pengetahuan sampai, sehingga nalar
dan logikanya belum mampu menjelaskannya, itu karena keterbatasan akal
manusia dan ilmu pengetahuan manusia”.
 
Kisah kedua :
Pada suatu hari Imam Muhammad Abduh mengunjungi Perancis, pada suatu
kesempatan bertemu dengan beberapa ilmuwan negara tersebut. Mereka
bertanya : “Kalian Umat Islam melarang memakan babi karena dia
mengandung cacing pita dan bakteri. Kalian lihat disini babi dipelihara
dengan kualitas kesehatan yang amat terjamin, dihidangkan dengan
melalui proses pemasakan yang menjamin terbunuhnya semua cacing dan
bakteri, maka resiko menyebarkan penyakit menjadi sangat kecil, apakah
berarti agama anda tetap melarang memakannya ?”.
Imam Muhammad Abduh sambil tersenyum berkata : “ Hukum agama berlaku
sepanjang zaman, hukum memakan daging babi tetap haram. Sediakan dua
ekor ayam jantan dan satu ekor ayam betina. Kemudian sediakan pula dua
ekor babi jantan dan satu ekor babi betina. Saya akan mencoba
menjelaskan sebuah rahasia” .
Setelah hewan-hewan tersebut disediakan, Beliau meminta agar dua ekor
ayam jantan dan satu ekor ayam betina dilepaskan dalam satu kandang
yang memadai luasnya. Sejurus kemudian dua ekor ayam jantan bertarung
memperebutkan satu betina itu, sampai salah satu kalah. Lantas Beliau
meminta ayam itu dikurung masing-masing terpisah.
Selanjutnya Beliau meminta kedua babi jantan dan satu babi betina
dilepas dalam satu kandang. Kali ini terjadi keanehan. Babi jantan yang
satu membantu babi jantan yang lainnya, tanpa malu dan tanpa upaya
bersaing keduanya saling membantu menyalurkan hasratnya kepada sang
babi betina itu.
Imam Muhammad Abduh kemudian berkata : “ Begitulah sifat babi sehingga
kami mengharamkannya. Daging babi akan mengganggu cara berfikir orang
yang memakannya, akan membunuh ghirah orang yang memakannya, sehingga
dia akan kehilangan harga diri dan rasa malu, dia tidak akan cemas
melihat anak gadisnya bersama pria asing, bahkan dia tidak akan perduli
pada orang yang menginjak-injak agama dan harga dirinya “. 
Kemudian Beliau menutupnya dengan berkata : “ Itulah sekelumit rahasia
yang telah kita ketahui tentang hukum Allah SWT, disamping masih banyak
lagi rahasia lainya yang belum kita ketahui karena keterbatasan
pengetahuan kita, karena ketahuilah illmu-Nya tidak terbatas dan
pengetahuan-Nya tiada berbilang” .
 
Kisah ketiga :
Abu Bakar ra adalah salah satu sahabat terdekat Rasulullah SAW, yang
oleh Beliau Nabi SAW di berikan tambahan gelar dibelakang namanya
menjadi Abu Bakar As-Shidiq yang artinya adalah Abu Bakar yang selalu
membenarkan. Sayyidina Muhammad SAW, orang paling mulia yang pernah ada
dimuka dunia ini, ketika menisbatkan gelar itu bersabda : “ Saya sangat
bersyukur mempunyai sahabat seperti engkau, kusebut As-Shidiq karena
engkau selalu membenarkan setiap perkataanku “. Suatu kemuliaan dan
anugerah yang amat berharga. Gelar itu diberikan Nabi SAW karena
tingkat keimanan Abu Bakar As-Shidiq yang sedemikian tinggi yang telah
menempatkan keimanan diatas segalanya.
Tersebutlah kisah penisbatan gelar itu pada saat persaksian dan
pengimanan atas kebenaran kejadian Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Peristiwa yang sangat mentakjubkan dan mengherankan, diluar kemampuan
nalar dan logika manusia. Sedemikian spektakulernya bahkan sampai
dengan saat ini, di era modern dan westernisasi, ilmu pengetahuan
manusia belum mampu menjangkau dimensi Mukjizat itu. 
Pada saat itu, walaupun semua bukti telah dipaparkan Rasulullah SAW
tentang kebenaran Isra Mi’raj itu, namun beberapa kalangan tetap saja
tidak menyangsikan dan tidak mempercayainya. Bahkan ada sebagaian dari
mereka yang telah masuk Islam kembali murtad kembali ke agamanya yang
dulu. Ketika beberapa kalangan itu mendatangi Abu Bakar ra, dan
menanyakannya : “ Hai abu Bakar, bagaimana sesungguhnya sahabatmu itu
?, ia mengaku pergi ke Baitul Maqdis tadi malam dan shalat disana lalu
pulang ke Makkah “. Abu Bakar pun menjawab : “ Demi Allah SWT, kalau
Muhammad SAW mengatakan hal itu, maka apa yang dikatakannya itu pasti
benar “.
 
Demikianlah beberapa kisah yang tentunya masih banyak kisah-kisah lain
yang merupakan pelajaran bagi kita bagaimana meletakkan otoritas akal
dan ilmu pengetahuan dalam konteks keimanan kita. Kebenaran mutlak
adalah kebenaran yang disampaikan oleh Wahyu Illahi, dan itu berlaku
sepanjang masa. Sedangkan kebenaran ilmu pengetahuan sesungguhnya
bersifat relatif, selalu berubah dan berkembang sesuai pemahaman dan
perkembangan akal manusia. Supremasi kebenaran ilmu pengetahuan harus
tunduk dibawah supremasi kebenaran Wahyu Illahi.
Wallahualambisawab.

"Fa maadza ba'da-lhaqq, illa-dl_dlalaal"

Leo Imanov
Abdu-lLah
AllahsSlave
phone: +49 241 1 89 93 69
mobile: +49 1 76 63 01 56 79


                
___________________________________________________________ 
To help you stay safe and secure online, we've developed the all new Yahoo! 
Security Centre. http://uk.security.yahoo.com

Kirim email ke