JAWABAN DI SELA SELA TULISAN MBAK ARIS ....

aris solikhah wrote:
>
> Apa kabar mas Ari? Btw saya sedikit mengeluh dengan
> postingan Anda di Wanita Muslimah (saya milih sebagai
> member masif saja). Ya ampun postingan Ari Condro
> Wahono semua he he he.
>
ARI :
Mosok toh, malah seingat saya, sejak mulai bermain di 
http://www.papabonbon.wordpress.com dan http://masarcon.multiply.com, 
saya banyak menahan diri ndak bermilis ria.  oh ya, yg di multiply boleh 
dibilang saya ndak aktif lagi sekarang.  capek mengkritisi perilaku 
agama sendiri yg lagi carut marut.  lebih banyak menulis refleksi di 
papabonbon.  arahnya lebih banyak cerita ttg jalan jalan, makan makan, 
dan kehidupan buruh di pabrik.  hahahahahah ......  yang topik terakhir 
ini yang masih belum berani nulis keras keras.  boleh dibilang belum ada 
tulisan yg fokus di situ.  malah lebih banyak fokus ke cerita tentang 
keluarga.  Mampir yah .... :p

>
> Pegel kalau diskusi di sana ^_^. Sekarang, email di
> satu lagi itu, Inbox saya penuh hingga 47 ribu, bisa
> dibantu cara untuk memutihkan (mendelete) semua
> sekaligus?
>
ARI :
KaLo mbakyu pakai gmail, cukup select all dengan keyword 
wanita-muslimah, trus di move to trash.  kok aneh udah 47 ribu ?  udah 
ikut berapa tahun ?
>
>
> He he he, ini bukan eker-ekeran. Apalagi
> cakar-cakaran.
> Soalnya kuku saya, tiap Jum'at sudah di potong.^_^
>
> Kadang saya merasa tiada keadilan ketika membahas soal
> politik, hubungan luar negeri, konsep politik sistem
> Islam dan sejarah umat Islam hampir tak sama sekali
> tak disentuh. Seperti yang posting dibawah.
>
ARI:
Mbakyu, pembicaraan dalam konsep politik anak anak gerakan justru banyak 
yg arahnya fikih oriented dan banyak ke fikih politik atau fikih 
negara.  yg sifat cara pandangnya masih berat ke agresifitas.  saya 
malah menyayangkan wacana kaya dari phillip vermonte ketika membahas 
cara pandang ilmu hubungan internasional dewasa ini belum bisa mbak 
serap, minimal mbak perlebar dalam pembahasannya.  papabonbon jadi rada 
napsu untuk bilang kalau mbak aris ini masih terjebak untuk berapologi 
dengan pemikiran gerakan.  belum bergeser dari sana.  [tapi ini problem 
wajar model modelnya tresno jalaran soko kulino, tresno jalaran oro ono 
sing liya].  ndak bisa ngeliat sisi lain.


>
> Apakah benar ISlam tidak memiliki konsepsi politik dan
> Hubungan Internasional? Atau karena kita belum tahu?
>
ARI :
apakah sifatnya sama ?  atau dalam cara pandang serupa dan seragam dan 
mampu melakukan itu secara seragam ?  menurut saya, dalam masa peradaban 
manusia selama sepuluh ribu tahun ini [dan 1400 tahun islam didalamnya], 
sudah banyak dan kaya wacana dan warna yang ada.  islam disempitkan 
justru karena terlalu banyak difilter oleh dogma - yang kadang tidak 
perlu-.maaf kalau tidak berkenan, tapi inilah pandangan saya.

>
> Dengan keterbatasan, Saya berusaha membahas sejarah
> dengan dua sisi secara jujur, baik buruk apa adanya.
>
> Tulisan dibawah yang mas Ari posting dari sisi positif
> subjektif dan berupa teori semata maaf.
>
> Menghilangkan subtansi negatif bahwa benarkah antara
> negara demokrasi tidak pernah terjadi perang?
>
> Benarkah dalam penegakan demokrasi dalam suatu negara
> tak pernah menggunakan peperangan atau meminta korban?
>
> Apakah negara penganut demokrasi tidak pernah
> menyerang negara lain?
>
> Teori dan realitas tidak matching.
>

ARI :
Hal ini tidak saya permasalahkan.  ini kan lemparan pancingnya 
vermonte.  dan kenyataanya amerika ndak nyerang inggris.  kudu diingat 
juga, kalau demokrasi udah ketambahan embel embel lain, bisanya udah 
ndak demokrasi lagi.  liat aja demokrasi terpimpin, demokrasi pancasil, 
demokrasi rakyat [model sovyet, jerman barat, korea utara].

>
> Adakah negara ideal penganut demokrasi yang bisa
> dijadikan acuan?
>
ARI :
PAPABONBON sampai capek kudubilang, amerika itu cuman noemr 13 dalam 
urutan negara demokrasi.  yg negara awal awal rata rata negara 
skandinavia.  seperti denmark, swiss, islandia, finlandia, swedia.  anda 
rasa rasa lah dalam hati sendiri, apa negara negara itu punya tipikal 
sebagai negara agresor ???  suka perang ???


>
> Pertanyaan lain, benar kata mas Ari, bahwa dunia Islam
> mengalami disfungsi selama ini(lebih tepatnya 2 abad
> ini), apakah tidak lebih baik kita mengurai
> latarbelakang, faktor-faktor penyebab disfungsinya
> secara bijak dan objektif?
>
ARI :
Aku ada file penelitiannya kalo mau.  working papernya Francis Fukuyama 
ketika membahas muslim di eropa.  berminat ???  poinnnya sebenarnya aku 
babar minggu ini di milis wm.  ketahuan mbak aris cuman nyetok milis 
ajah, tapi gak dibaca sama sekali.  di sana lagi rame ngebahas 
kompabilitas muslim dgn demokrasi bersama mas dana pamilih dan lain lain.
>
>
> Tentu dari lembaran sejarah, layaknya seorang manajer
> membuat analisa da evaluasi SWOT dari produksi diakhir
> tahun pembukuan? Dari faktor-faktor itu kita akan
> memulai suatu landasan perubahan dan prioritas menuju
> kemajuan yang diidamkan?
>
> Btw
>
> Agresifitas negara dikaitkan konsep HTI, kurang tepat
> mas.Bukan soal agresif atau tidak, kita menengok dasar
> muara sumbernya dahulu.
>
> Mas Ari, saya ingin memberikan mas kenang-kenangan CD
> mengenai sejarah penerapan syariah Islam dan jejak
> khilfah di Indonesia yang diramu dari berbagai sumber
> sejak dari masa Sriwijaya, Majapahit, termasuk
> sekilas berdirinya NU dan Muhamadiyah.
>
> Mohon via japri, dimanakah alamat Anda? Insya Allah
> saya akan mengirimnya untuk Anda. Gratis! SBY-JK
> (Syukron Banget Ya- Jazakumullah)
>
===
ARI :
saya senang sekali menerimanya.  japri alamat akan papabonbon kirimkan.
===
>
>
> salam,
> aris
>
> --- Ari Condrowahono <[EMAIL PROTECTED] com <mailto:masarcon%40lge.com>> 
> wrote:
>
> > halo kawan kawan ppiindia yang dirahmati Allah ...
> >
> > 1. lama tak basuo, bicara pun masih eker ekeran
> > masalah penaklukan dunia
> > oleh Islam dan ko eksistensi yang tidak juga
> > terwujud. hayaaah ....
> >
> > 2. perlu diingat juga mbak aris. bahwa dunia muslim
> > sudah cukup lama
> > mengalami disfungsi. sebagaimana agama agama formal
> > juga banyak yang
> > mengalami disfungsi. saat ini rata rata agama
> > mengambil posisi kontra
> > dengan ilmu pengetahuan. yang dianggap sahabat
> > hanyalah ilmu ilmu
> > kulit, namun ketika tahap epistemologi dan filsafat
> > sains, maka agama
> > kisten maupun islam cenderung menolak ilmu
> > pengetahuan. agama islam yg
> > dulunya identik dengan ilmu pengetahuan sejak jaman
> > al ghazali dimulai
> > dipisahkan. begitu juga dengan kristenitas, diawali
> > meolak ilmu
> > pengetahuan, lalu ketika bertemu islam, berbalik
> > arah menjadi memeluk
> > ilmu pengetahuan. sehingga ada saat saat di mana
> > jaman louis pasteur,
> > mendel dan sebagainya, ilmu pengetahuan identik
> > dengan gereja, di waktu
> > jaman modern, justru agama terpisah kembali dengan
> > ilmu pengetahuan.
> >
> > 3. tentang cara pandang hubungan internasional yg
> > bersifat agresif
> > maupun bersifat co existensi, sebenarnya merupakan
> > wacana lama di dunia
> > hubungan internasional. mbak aris juga pernah
> > memperlihatkan adanya
> > opsi dalam hubungan antar negara dalam diskusi
> > terdahulu. sebagai
> > sekutu, sebagai oponen dan wilayah netral. [meskipun
> > sudut yg lebih di
> > sukai kalangan HT, nampaknya islam sebagai negara
> > agresif]. wilayah
> > netral ini, butuh sinergi dengan strategi security
> > with seperti pada
> > Melian Dialogue. Jangan sampai seperti Athena yg
> > waktu itu bisa
> > menghancurkan Melios, namun ujungnya tetap harus
> > tumbang di Sicilia
> >
> > baca baca lagi webnya phillip vermonte, peneliti
> > bidang politik di CSIS,
> > membuka kesegaran baru buat otak saya yg makin
> > kering ini.
> >
> > a tulisan ini relevan dengan indoensia ketika lagi
> > jaya jayanya berusaha
> > mengintimidasi tetangganya [hasilnya timor]
> > b.relevan juga dgn kasus spore dan malaysia sekarang
> > ini.
> > c. dan jelas relevan banget deangan ngoyoworo dunia
> > islam yg ingin jadi
> > penguasa semesta [bukan rahmatan lil alamin lagi
> > kayaknya]
> >
> > salam,
> > ari condro
> >
> > =====
> >
> >
> >
> >
> http://pjvermonte. wordpress. com/2006/ 09/27/membaca- lagi-paradigma- 
> realisme/ 
> <http://pjvermonte.wordpress.com/2006/09/27/membaca-lagi-paradigma-realisme/>
> >
> > MENGKAJI LAGI PARADIGMA REALISME
> >
> > Hari ini harusnya saya ada dua kuliah. Tapi kedua
> > profesornya sedang ada
> > konferensi di Washington D.C. Kuliah akan diganti
> > hari lain. Lumayan
> > lah, jadi bisa nulis-nulis sedikit di sini . Tidak
> > perlu menunggu akhir
> > pekan seperti biasanya.
> >
> > Ini ada residu dari kuliah International Relations
> > Theory minggu lalu,
> > saya masih penasaran. Setiap pengkaji HI pasti tahu
> > paradigma realisme.
> > Asumsi utama paham ini, sebagaimana dihafal luar
> > kepala oleh setiap
> > mahasiswa HI, adalah kecenderungannya yang
> > state-centric, melihat bahwa
> > state adalah aktor prinsipal dalam hubungan
> > internasional.
> >
> > Belakangan datang Kenneth Waltz dengan pemikiran
> > neo-realisme- nya: bahwa
> > sistem internasional lah yang menentukan perilaku
> > negara. Karena sistem
> > internasional bersifat anarkis (dalam pengertian
> > tidak ada sesuatu yang
> > lebih sovereign di atas negara-negara berdaulat
> > secara individual), maka
> > negara menjadi 'egois'. Semua negara akan berusaha
> > memaksimalkan power
> > dan karena itulah perang menjadi wajah hubungan
> > antar negara dari waktu
> > ke waktu. Sehingga, boleh dibilang, studi HI
> > mengerahkan energi nya
> > lebih banyak untuk memahami perang dan bagaimana
> > mencegahnya.
> >
> > Membaca bahan kuliah dan menghadiri kelas minggu
> > lalu, saya punya
> > kesempatan me-refresh dan menambah pemahaman soal
> > realisme ini.
> >
> > Akar pemikiran realisme dengan mudah bisa dilacak.
> > Dua nama yang selalu
> > muncul adalah filsuf Yunani Thucydides dan filsuf
> > Inggris Thomas Hobbes.
> > Thucydides terkenal dengan bukunya mengenai perang
> > besar jaman Yunani
> > Kuno yang judulnya The Peloponnesian War. Thomas
> > Hobbes dikenal dengan
> > konsepnya Leviathan, yaitu entitas sovereign yang
> > mengatasi
> > indvidu-individu.
> >
> > Minggu lalu saya membaca lagi Morgenthau (Politics
> > Among Nations), E.H.
> > Carr (The Twenty Years Crisis), Waltz (Men, State
> > and War), Hobbes,
> > Thucydides dan banyak yang lainnya. Walaupun
> > dominan, paradigma realisme
> > selalu dihujani kritik. Bacaan kuliah minggu lalu
> > pun beberapa
> > diantaranya berisi kritik keras terhadap realisme.
> >
> > Tiga yang saya sukai dari bacaan minggu lalu adalah
> > tulisan Michael
> > Doyle (dia salah satu pembela Democratic Peace
> > Theory: bahwa negara
> > demokrasi tidak pernah saling berperang dengan
> > negara demokrasi lain)
> > yang judulnya "Thucydidean Realism", dimuat di
> > Review of International
> > Studies.
> >
> > Satu lagi adalah tulisan Lauire Bagby di jurnal
> > International
> > Organization, judulnya "The Use and Abuse of
> > Thucydides in International
> > Relations". Minggu lalu kami juga wajib membaca
> > beberapa bagian dari
> > tulisan asli Thucydides (The Peloponnesian War
> > sendiri adalah kajian
> > epic berjilid-jilid) . Saya suka juga tulisan Michael
> > William yang
> > berjudul "Hobbes and International Relations: a
> > Reconsideration" , juga
> > di jurnal International Organization.
> >
> > Membaca kritik-kritik ini menyegarkan sekali. Jika
> > Thucydides dan Hobbes
> > dibaca ulang, kesimpulannya bisa berbeda dari
> > realisme. Coba tengok
> > sebuah episode terkenal tulisan Thucydides dalam
> > Peloponnesian War itu.
> > Episode ini terkenal dengan sebutan The Melian
> > Dialogue, dimana Athena
> > yang jauh lebih berkuasa mengirim utusan ke Melos,
> > 'negara' yang jauh
> > lebih kecil, untuk memintanya tunduk secara sukarela
> > pada Athena atau
> > diancam akan mengalami penghancuran.
> >
> > Orang-orang Melos bertanya bagaimana Athena bisa
> > merasa memiliki hak
> > untuk menguasai negerinya. Ini jawaban orang Athena
> > yang lebih kuat dari
> > mereka itu: "since you know as well as we do that
> > right, as the world
> > goes, is only in question between equals in power,
> > while the strong do
> > what they can and the weak suffer what they must".
> >
> > Sejarah menyebutkan bahwa Melos menolak tunduk
> > sukarela, akhirnya
> > dihancurkan dan toh harus tunduk pula pada Athena
> > yang perkasa.
> >
> > Paragraf dari utusan Athena itulah yang menjadi
> > basis pemikiran
> > realisme: bahwa tiap negara selalu bertujuan
> > memaksimalkan power dan
> > pengaruhnya atas negara lain. Kodrati.
> >
> > Padahal, ada paragraf lain yang menarik dari The
> > Melian Dialogue ini.
> >
> === message truncated ===
>
> Kemajuan mustahil terjadi tanpa perubahan. Dan, mereka yang tak bisa 
> mengubah pemikirannya tak bisa mengubah apa pun. (George Bernard Shaw, 
> 1856-1950)
> pustaka tani
> prohumasi
> nuraulia
>



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke