(Tulisan ini juga disajikan dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak)
Suharto, Golkar, Jusuf Kalla adalah satu dan senyawa Banyaknya tulisan atau pemberitaan dalam pers Indonesia tentang harta haram Tommy Suharto dan tersangkutnya menteri-menteri Yusril Ihzal Mahendra dan Hamid Awaludin di dalamnya menunjukkan betapa besar perhatian opini publik terhadap kasus yang menyebar bau sangat busuk ini. Bukan itu saja! Pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menegaskan bahwa uang sebanyak US$ 10 juta yang sudah dicairkan dari BNP London bukan dari hasil korupsi Tommy Suharto menjadikan kasus ini makin lebih meluas lagi bau busuknya. Dari banyaknya E-mail dalam Internet yang mencerminkan berbagai reaksi atau perasaan mengenai persoalan ini juga membuktikan bahwa cukup banyak orang dari berbagai kalangan yang marah (atau muak atau jengkel) terhadap kelakuan sebagian dari pejabat tinggi pemerintahan, yang terbukti melakukan berbagai persekongkolan sekitar kasus Tommy Suharto atau kasus keluarga Cendana lainnya. Marahnya atau rasa brontaknya banyak orang mengenai berbagai cerita tentang uang haramnya Tommy Suharto adalah hal wajar yang baik sekali. Sebab, uang haram Tommy Suharto bukan hanya yang US$ 10 juta (sekitar Rp 90 miliar) yang dapat lolos berkat pertolongan Departemen Hukum saja, melainkan juga uang yang disimpan di BNP Paribas Guernsey (Inggris) sebesar 36 juta euro atau sekitar Rp 400 miliar. Dan uang sebanyak Rp 90 miliar dan Rp 400 miliar itu adalah masih sebagian saja dari seluruh harta haram Tommy Suharto. Fikiran yang tidak waras..... Karena itu, marah terhadap kasus uang haram Tommy Suharto adalah sikap yang tepat sekali. Dan muak terhadap perangai menteri sekretaris negara Yusril adalah baik. Juga, jengkel terhadap tindakan menteri hukum dan Ham Hamid Awaludin adalah wajar. Sebaliknya, tidak marah terhadap kasus uang haram Tommy Suharto adalah sikap yang salah sama sekali. Juga, adalah nalar yang tidak sehat, kalau menganggap tindakan menteri Yusril dan menteri Hamid Awaludin mengenai kasus Tommy Suharto sebagai soal yang remeh-temeh saja. Dan apalagi, adalah fikiran yang tidak waras, kalau ikut-ikut menyetujui atau meng-amini saja ucapan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa harta Tommy Suharto bukan hasil korupsi !!! (tanda seru tiga kali) Sebab, persoalan sikap menteri Yusril dan menteri Hamid terhadap kasus Tommy Suharto bukanlah sekadar hanya soal penyalahgunaan kekuasaan atau kesalahan kebijaksanaan administrasi saja, melainkan soal yang berkaitan dengan masalah yang lebih besar dan yang lebih jauh jangkauannya. Kalau kita simak Kumpulan berita tentang harta haram Tommy Suharto dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak., maka kita semua bisa geleng-geleng kepala, karena membaca tentang begitu busuknya permainan kalangan atas sekitar korupsi di lingkungan keluarga Cendana khususnya, dan di kalangan tokoh-tokoh pendukung Orde Baru pada umumnya. Dalam Kumpulan berita tentang harta haram Tommy Suharto ini kita dapat membaca betapa lucu-nya atau aneh-nya segala macam ucapan atau dalih menteri Yusril dan menteri Hamid tentang keterlibatan Kementerian Hukum dalam mencairkan uang haram sebesar US$10 juta (Rp 90 miliar) dengan menyalahgunakan fasilitas kementerian. Ucapan Wakil Presiden Jusuf Kalla (jangan lupa : ia adalah juga Ketua Umum Partai Golkar !) yang memberikan kesan bahwa ia terang-terangan membela kepentingan Tommy Suharto juga membuka kedoknya sehingga kita semua bisa melihat lebih jelas lagi tentang siapakah dan bagaimanakah sebenarnya Wakil Presiden Jusuf Kalla, si pedagang besar yang pro Orde Baru ini. Pimpinan pemerintahan dewasa ini masih Orba Terkuaknya sikap menteri Yusril, menteri Hamid, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terhadap kasus uang haram Tommy Suharto menunjukkan sekali lagi dan lebih jelas lagi -- kepada kita semua bahwa sebagian besar pimpinan pemerintahan RI dewasa ini masih tetap terus dikangkangi oleh tokoh-tokoh pendukung Orde Baru (baik yang terselubung maupun yang terang-terangan). Ini tercermin dengan jelas sekali dalam sikap para pejabat penting di bidang eksekutif, legislatif dan judikatif ( dan juga sikap berbagai tokoh dalam masyarakat). Tertelanjanginya sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang kelihatan sekali melindungi kepentingan Tommy Suharto (harap baca : Anggap Kalla Ngawur dan Kalla : Tommy tidak korupsi) merupakan fenomena yang amat serius sekali, mengingat bahwa ia adalah Wakil Presiden RI yang sekaligus juga Ketua Umum Golkar. Sekarang ini, dengan sikap politiknya yang pro-Orde Baru, makin hilanglah harapan banyak orang bahwa perkembangan situasi negara dan bangsa bangsa kita akan bisa menjadi lebih baik di kemudian hari. Bahkan, sebaliknya, dengan tetap bercokolnya banyak orang sejenis Jusuf Kalla -- yang masih terus menganggap Suharto dan keluarganya adalah orang-orang yang baik dan berjasa kepada negara dan rakyat -- maka Indonesia akan tetap dirundung oleh banyak borok yang sangat parah, dan akhirnya akan menuju kehancuran atau pembusukan. Sebab, sebagai seorang pengusaha terkemuka yang sejak lama di zaman Orde Baru sudah makan garam dalam business, semestinya ia tahu betul bahwa Tommy memang merupakan tokoh business yang dapat cepat menjadi kaya dan besar hanya karena KKN yang didapat dari ayahnya, yang waktu itu menjadi orang nomor satu di Indonesia. Dan, juga, seharusnya ia mengerti bahwa Tommy, seorang bocah remaja yang tadinya tidak punya apa-apa bisa menjadi pengusaha yang dalam tempo yang singkat bisa menguasai ratusan perusahaan dengan asset yang sampai triliunan atau ratusan miliar Rupiah, adalah hanya karena adanya cara-cara yang tidak normal, atau hanya karena adanya praktek-praktek yang sangat haram. Kebobrokan moral adalah inherent dengan Golkar Sekali lagi, supaya lebih jelas lagi, sikap Jusuf Kalla (dan pejabat-pejabat tinggi lainnya) terhadap kasus Tommy Suharto ini menunjukkan dengan jelas bahwa banyak urusan penting negara dan bangsa Indonesia tidak akan pernah bisa ditangani secara baik, dan reformasi tidak bisa dilaksanakan, dan korupsi -- yang sudah membudaya -- sulit dibrantas sampai akar-akarnya, selama oknum-oknum sejenis mereka ini masih terus memegang kekuasaan di berbagai bidang. Seperti yang sudah ditunjukkan oleh praktek-praktek selama 40 tahun, kebobrokan moral atau dekadensi sikap mental terhadap urusan-urusan besar negara dan rakyat,adalah suatu hal yang inherent (satu dan senyawa) pada jati-diri tokoh-tokoh pimpinan Golkar dan sebagian pimpinan militer yang pro Orde Baru, anti-Sukarno dan anti-kiri atau anti-komunis. Sesudah Suharto jatuh dari kekuasaannya dalam tahun 1998, dan walaupun kesalahan dan kebobrokan Orde Baru sudah dikutuk oleh gerakan reformasi, tetapi karena masih terus bercokolnya banyak oknum-oknum pendukung politik Suharto di banyak bidang pemerintahan, maka usaha untuk mengadakan perobahan-perobahan radikal menjadi macet sama sekali atau terhambat. Pengalaman sepanjang masa 32 tahun Orde Baru ditambah 9 tahun pasca-Orde Baru menunjukkan kepada kita bahwa tidak banyak yang bisa diharapkan dari orang-orang pendukung rejim militer Suharto dkk. Sekarang tambah jelas lagi, bahwa urusan negara dan bangsa tidak bisa dipercayakan kepada tokoh-tokoh Golkar atau golongan lainnya yang tetap mendukung politik Suharto Banyaknya kasus korupsi besar-besaran yang akhir-akhir ini mulai dibongkar adalah bukti yang dengan jelas menggambarkan kepada kita semua bahwa kebobrokan moral di kalangan elite, yang sudah berjangkit secara meraja-lela sejak di zaman Orde Baru, masih berlangsung terus sampai sekarang. Kerusakan moral, dekadensi sikap kerakyatan, lunturnya semangat patriotisme, melemahnya semangat gotong-royong, adalah produk kultur dan politik Orde Baru yang sangat destruktif bagi bangsa dan negara kita. Kalau direnungkan dalam-dalam, kerusakan parah yang ditimbulkan rejim militer Orde Baru, bukanlah hanya di bidang dihancurkannya demokrasi dan diinjak-injaknya HAM secara besar-besaran dan dalam jangka waktu yang sangat lama pula ! melainkan rusaknya moral dan hati nurani banyak orang, terutama di kalangan elite dan anak-anak mereka. Separo rakyat kita adalah miskin sekali Banyak jabatan penting negara kita di bidang eksekutif, legsilatif, dan judikatif, sekarang ini dipegang oleh generasi muda didikan zaman Orde Baru. Generasi inilah yang dewasa ini mendominasi DPR dan DPRD (di mana Golkar mempunyai peran yang amat penting) dan sebagian birokrasi, termasuk berbagai lembaga dan BUMN. Sebagian generasi didikan Orde Baru ini sangat lemah semangat pengabdian mereka terhadap rakyat dan negara, dan banyak yang ikut-ikutan terkontaminasi oleh penyakit mementingkan diri sendiri saja, terlalu mengejar kemewahan dan kekayaan, sehingga tidak segan-segan melakukan hal-hal yang berbau korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Kerusakan moral, sebagai akibat kultur dan politik Orde Baru yang puluhan tahun, tercermin dewasa ini dalam kualitas sebagian besar anggota DPR dan DPRD, yang sangat mengecewakan banyak orang. Tidak saja mereka memperlihatkan berbagai sikap yang tidak peduli kepada nasib rakyat terbanyak, tetapi juga mempertontonkan keserakahan dalam mengejar kemewahan dan fasilitas (contohnya, antara lain : penggelembungan anggaran, kenaikan gaji yang belebih-kebihan, praktek studi banding yang palsu, rencana pembelian laptop dengan harga yang di-mark up, berbagai penyalahgunaan dalam politik otonomi daerah). Kalau kita ingat bahwa separo dari rakyat Indonesia digolongkan oleh Bank Dunia sebagai rakyat miskin (artinya pendapatan mereka sehari tidak sampai US$2), maka nyata sekalilah betapa besar kejahatan atau beratnya dosa para koruptor, yang tega hati mencuri uang publik secara besar-besaran untuk hidup mewah di atas penderitaan banyak orang. Dan, hal yang demikian ini tidak hanya dilakukan oleh Tommy Suharto yang menyimpan uang haramnya sebesar 35 juta Euro (atau sekitar Rp 400 miliar) di BNP Paribas, atau US$ 10 juta yang sudah berhasil diloloskan berkat bantuan menteri Yusril dan menteri Hamid Awaludin, melainkan juga oleh banyak koruptor-koruptor lainnya. Korupsi Suharto adalah kejahatan paling besar Dan lagi, kalau kita perhatikan baik-baik, maka nyatalah bahwa selama ini korupsi besar-besaran di Republik kita memang telah banyak dilakukan oleh pejabat atau tokoh-tokoh yang dekat dengan Partai Golkar dan dekat pimpinan militer, dan yang sebagian terbesar adalah orang-orang yang anti-Sukarno, atau anti-kiri atau anti-komunis. Korupsi besar-besaran ini telah dilakukan dalam jangka waktu yang lama sekali, yaitu selama 32 tahun Orde Baru dan 9 tahun pasca-Orde Baru, sampai sekarang. Tetapi, patut kita ingat juga, bahwa meskipun banyak sekali korupsi besar-besaran di zaman Orde Baru, KKN yang dilakukan oleh Suharto beserta istri dan anak-anaknya tetap merupakan kejahatan atau tindakan kriminal yang paling besar, sehingga Suharto terkenal (juga di dunia internasional) sebagai presiden yang terkorup di dunia (baca: laporan majalah TIME 24 Mei 1999 dan karya George Aditjodro, yang juga disajikan dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak.). Kompas tanggal 25 Maret 2007 memuat artikel bagus sekali, yang ditulis oleh Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan, M. Fadjroel Rachman, yang di antara lain menyebutkan : « Transparency International menempatkan Soeharto sebagai pemimpin politik terkorup di dunia, perkiraan korupsi senilai 35 miliar dollar AS (2004), Newsweek (Januari 1998) memperkirakan 40 miliar dollar AS, dan majalah Forbes menobatkan Soeharto sebagai orang terkaya keempat di dunia (28 Juli 1997). Perkiraan moderat harta Soeharto Inc adalah 60 miliar dollar AS plus bunga tentu saja! » (kutipan selesai, harap baca artikel tersebut selengkapnya dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak.) Para pembaca yang budiman, kiranya tidak perlulah disangsikan lagi bahwa Suharto adalah maling atau penjahat kriminal yang terbesar dalam sejarah per-korupsi-an di Indonesia. Bahkan, dosa berat Suharto ini menjadi berlipat ganda berkali-kali lagi, kalau diingat bahwa korupsi yang besar-besaran ini telah didasarkan pada pembunuhan jutaan orang tidak bersalah, dan dilandasi pembungkaman kehidupan demokratis selama puluhan tahun, dan dibarengi dengan penginjak-injakan HAM. Penghargaan Golkar kepada Suharto Namun, justru kepada maling maha-besar yang bernama Suharto inilah -- yang sekaligus juga pembantai jutaan orang-orang tidak bersalah -- Partai Golkar telah memutuskan untuk memberikan penghargaan Anugerah Bhakti Pratama kepadanya atas jasanya terhadap Golkar selama menjadi penasehat di era Orde Baru. Menurut rencana semula, penghargaan tersebut diberikan oleh Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla, pada puncak HUT ke-41 Golkar pada tanggal 26 November 2005, tetapi kemudian tertunda. Kalau ditinjau dari sejarah Golkar, maka penghargaan yang begitu tinggi kepada Suharto adalah wajar. Dalam jangka lama sekali, boleh dikatakan bahwa Suharto adalah Golkar dan juga bahwa Golkar adalah Suharto. Suharto adalah Ketua Dewan Pembina Golkar, atau orang yang paling berkuasa dan paling berpengaruh dalam Golkar. Karena itu, ia selalu mendapat dukungan Golkar sepenuhnya untuk menjadi presiden RI tujuh kali. Pada masa-masa itu Suharto adalah pimpinan tiga jalur kekuasaan yang terkenal dengan sebutan ABG (Abri, Birokrasi dan Golkar). Itulah sebabnya kita bisa melihat bahwa Suharto (beserta keluarganya) tidak bisa (atau belum bisa) dituntut hukum walaupun banyak indikasi sudah menunjukkan bahwa ia adalah maling yang paling besar, dan yang dengan serakah sekali menumpuk harta haram, ketika sebagian terbesar rakyat Indonesia sedang menderita berkepanjangan karena kemiskinan. Namun, toh akan tibalah waktunya ketika sampah busuk ini akhirnya dicampakkan oleh rakyat Indonesia. Karena, hari kemudian bangsa dan negara kita tidaklah akan pernah bisa menjadi baik, selama dosa-dosa Suharto belum diadili se-tuntas-tuntasnya dan pendukung-pendukungnya setianya belum disingkirkan dari kekuasaan negara. Berbagai pengalaman dalam sejarah bangsa kita sudah membuktikan dengan jelas bahwa kehadiran Suharto dan Golkar hanya mendatangkan berbagai penyakit dan masalah parah bagi rakyat dan negara. Paris, 29 Maret 2007 -- No virus found in this outgoing message. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.446 / Virus Database: 268.18.20/736 - Release Date: 27/03/2007 16:38 [Non-text portions of this message have been removed]