Hawa, Rusuk Adam, dan Orang Madura
  Karena para ahli di Mesir masih berdebat bagaimana proses penciptaan Hawa – 
‘bukan’ dan ‘ya’ dari rusuk bengkok Nabi Adam – praktis yang mengikuti 
perdebatan unik itu, harus menunda keyakinan sebelumnya bahwa Hawa dibuat dari 
Rusuk Adam. Asyik. 
  Bagi sebagian orang, debat itu, pasti cuma sekadar sejumlah paradoks 
metodologi penakwilan para ulama versus fuqoha. Dan, kambing hitamnya ialah 
mitos Israiliat. Kesian deh lu pengikut Phillo (perintis mazhab monoteisme 
Yahudi yang diganyang kaum phaganis pada masa Caligula).
  Jika menggunakan paradigma antrop Muhammad Arkoen, debat itu – mau tak mau -- 
antara kubu Mitologi (Usthurah) versus kubu Myte (Khurafat) akhirnya. Kubu 
Usthurah adalah Penasihat Menteri Wakaf Mesir, DR Abdulgani Shama, lalu DR 
Aminah Nuseir, guru besar Aqidah dan Filsafat Universitas Al-Azhar, Kairo, 
diikuti pakar Muslim Abdul Fatah Asakir beserta para moderat lainnya, termasuk 
Al-Bayan. 
  Di kubu Khurafat, ialah DR Musthafa Al-Shuk`ah, Anggota Lembaga Riset Islam 
Mesir berserta kaum tradisional yang mendominasi lembaga itu. 
  "Ibunda Hawa dibuat dari tulang rusuk Nabi Adam adalah keyakinan yang 
keliru,” kata DR Abdul Ghani Shama kepada SKH Al-Bayan, Jumat (20/4). Adam dan 
Hawa, menurutnya, diciptakan dari materi yang sama. Keyakinan bahwa Hawa dibuat 
dari tulang rusuk Adam, berasal dari kisah Israiliyat, kisah-kisah yang tidak 
jelas asalnya. 
  Mustafa Al-Shuk’ah menangkis dengan tak kalah satir, “Mereka yang tak 
mengakui Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, tak mengerti Islam. 
Sebab, ayat Al-Qur`an menjelaskan bahwa yang dimaksud nafsun wahidah, ialah 
Nabi Adam. Dengan demikian, Hawa dijadikan dari nafsun wahidah. Artinya, 
diciptakan dari Nabi Adam, lalu umat manusia berkembang dari keduanya".
  Saya tak yakin signifikansi pencapaian periset Mesir karena mereka berhadapan 
dengan penguasa yang sangat otoriter dan korup. Saat saya menjajagi penelitian 
Abinuwas Qonun, 2005, di sana, diketahui bahwa Hosni Mubarak melarang kegiatan 
penelitian lapangan. Yang diizinkan hanya penelitian pustaka. Dengan demikian, 
menggunakan arogansi Sarjana Anglo Saxon, penelitian seperti itu hanya mampu 
mencapai kualitas ilmiah kelas dua.  
  Namun, lepas dari itu, apa pun yang timbul debat tulang rusuk para ilmuwan 
Mesir itu, yang tampak bagi saya ialah keindahan yang dibawa oleh Rasululah 
dalam subtansi debat itu sendiri. Metafora keindahan di situ, masih meminjam 
perspektif kritis Arkoen, Rasulullah tak pernah memaksa orang untuk masuk 
Islam. “Transaksi” keyakinan yang dilakukan Rasululah, terletak pada  
keindahannya.
  Dalam faktanya, yang diimani para Muslim hingga saat ini sebagai tauhid, tak 
lebih dari perjalanan sejarah agama yang senantiasa terkooptasi oleh kekuatan 
politik. Oleh karenanya, konstruksi sejarah agama harus beroleh (i) konfirmasi 
kritis dari pengetahuan Mitologi – tak cukup myte, (ii) konfirmasi kritis 
pengetahun ilmu Sejarah, dan (iii) konfirmasi kritis dari pengetahuan ilmu 
Filsafat untuk mencapai keindahan Rasulullah.
  Kembali kepada debat para ulama dan fuqoha Mesir itu -- termasuk debat 
khilafiah lainnya -- adalah penting memberi fokus ke arah tiga unit konfirmasi 
kritis Arkoen tadi, sehingga warisan Rasullullah itu tidak mandeg, jumud, 
melainkan berkembang ke arah enlightenment dan empowerment Muslim guna menjawab 
tantangan perkembangan dunia yang  pesat dan rumit.
  Mengapa demikian? Secara kasuistik, keyakinan bahwa Hawa diciptakan dari 
rusuk Nabi Adam, telah menimbulkan masalah fatal di Indonesia. Pertama, akibat 
keyakinan itu, terjadi pelanggaran hak azasi manusia (HAM), di mana perempuan 
dianggap sebagai mahkluk kelas dua yang kemudian hak-haknya dibedakan dari kaum 
pria. Dan, dalam buku Pembagian Kerja Secara Seksual (Graffiti, 1986), Prof 
Arief Budiman mengemukakan, Injil juga menaruh kaum perempuan sebagai mahkluk 
bodoh dan warga kelas dua. 
  Kedua, paradigma Hawa diciptakan dari rusuk Nabi Adam yang kemudian 
di-juncto-kan ke ayat 30 Al-Baqoroh, dengan sendirinya telah menutup upaya 
berlangsungnya emansipasi wanita untuk mengangkat peran wanita ke wilayah 
publik, yang saat ini sekitar 80 persen wanita Indonesia hanya berhak menguasai 
wilayah domestik, pada gilirannya berpengaruh besar terhadap produktivitas 
pembangunan nasional. 
  Ketiga, secara manajemen. Diakui atau tidak, sekali pun di wilayah politik 
sudah ada semangat dan upaya agar 30 persen manajemen diisi wanita, dalam 
faktanya tak mengurangi derajat manajemen seksis dibandingkan dengan derajat 
seksisme zaman emansipasi sosialis masih eksis sebelum 1994. 
  Hitungan secara metode ekonomi, penghuni terbesar sektor kerja primer 
(pertanian tradisional) di Indonesia adalah kaum wanita – itu sektor 
pheriferal. Yang diinginkan oleh arsitek ekonomi dalam mengelola ekonomi 
pembangunan, adalah upaya yang mampu mendorong migrasi tenaga kerja dari sektor 
primer ke sektor sekunder (industri & konstruksi) dan sektor tersier (jasa) 
yang berakibat berlangsungnya pergeseran struktur ekonomi. Perbandingannya kini 
adalah 1:3. Dengan kata lain, secara metode PDB, satu tenaga kerja di sektor 
sekunder dan tersier, equivalent dengan tiga tenaga kerja sektor primer. Atau 
dengan persamaan: satu tenaga kerja sektor sekunder dan tersier, mensubsidi 
tiga tenaga kerja sektor primer yang, 80 persen dikuasai oleh wanita tadi. 
  Dari data itu, kegagalan kita mendorong kaum wanita ke wilayah publik yang 
adil, adalah sama dengan kegagalan mengubah struktur ekonomi. Jadi, jangan 
melulu nyalahin IMF dan Mafia Berkeley. Justru kita punya pekerjaan rumah yang 
tak bisa rampung hanya dengan cara mengumpat, yakni memindah kaum wanita ke 
wilayah sekunder dan tersier -- meminjam metafora Patricia Aburdene, “When the 
woman moved from bed room to board room  -- tatkala kaum wanita pindah dari 
kamar tidur ke kamar direksi”.
  Keempat, pasar Indonesia saat ini tak mampu menyerap pertumbuhan tenaga kerja 
yang 2.400.000 per tahun akibat rendahnya produktitas tadi, antara lain akibat 
perempuan tak jua pindah ke sektor sekunder dan tersier yang lebih modern, 
sebagian besar berakar pada mitos rusuk Nabi Adam. Logikanya, tiap 1 persen 
pertumbuhan ekonomi, menyerap sebanyak 240.000 tenaga kerja. Dengan demikian, 
untuk menyerap habis pertumbuhan tenga kerja yang 2.400.000 itu, dibutuhkan 
pertumbuhan ekonomi 10 persen. Dalam faktanya, proyeksi pertumbuhan ekonomi 
dalam proyeksi APBN, hanya berkisar 6 persen. Dengan demikian yang terserap 
hanya sebanyak 6 x 240.000 = 1.440.000 tenaga kerja. Sebanyak 960.000 tenaga 
kerja tidak terserap. Jika 960.000 tenaga kerja itu dibiarkan menganggur, emisi 
yang diberikan adalah kerusuhan sosial. Dan, orang kaya yang terutama menjadi 
sasaran kebencian dan perampokan. 
  Hanya ada tiga opsi bagi pemerintah untuk menanggulanginya: (i) menambah 
modal di APBN -- kian besar modal, kian lebar lapangan kerja. Mustahil 
dilakukan karena saat ini saja, APBN mengalami defisit Rp 53 triliun, sementara 
pertumbuhan yang 6 persen itu pun disubsidi oleh hutang luar negeri, (ii) 
menurunkan kualitas UMR dari 240.000 per 1 persen pertumbuhan menjadi 400.000. 
Ini yang terjadi saat ini sehingga buruh kian terinjak, (iii) mengekspor TKI, 
ini yang paling menguntungkan: sekitar 200.000-an ke Malaysia, 300.000-an ke 
Jazirah, 100.000-an ke Cina dan Eropa. Tahun lalu, TKI menyumbang 8 miliar USD. 
Untuk itu, saya ucapkan selamat atas terbentuknya Koperasi TKI oleh Jumhur 
Hidayat dan Agus Miftah yang akan bergerak membangun jaringan lawyer TKI di 
semua wilayah ekspor dan Bank TKI. Ringkasnya, produktivutas yang rendah, 
menyebabkan proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi terbatas.
  Kelima, hubungan rusuk Nabi Adam dengan Mujarabat – sebuah sampel. Tahun 1987 
saya melakukan penelitian di Pulau Madura, Jawa Timur, kampung halaman saya. 
Hipotesis yang harus dijawab penelitian, apakah tradisi Carog (berkelahi sampai 
mati menggunakan senjata clurit) di Pulau Madura untuk memuliakan wanita? 
Elaborasi penelitian itu, tidak saja menyangkut persepsi, data tragedi, 
melainkan juga simbol. Hukum adat tak tertulis di Madura, punishment untuk 
laki-laki yang mengganggu isteri orang, adalah dibunuh. Sampai kini, adat 
tersebut terpelihara dengan rapi jali. Prinsipnya, tak ada wanita yang serong 
jika tak digoda oleh laki-laki. Masuk akal juga: kalau penisnya tak hidup, 
tentu saja batal nyerong. Jadi, tak berlaku ayat-ayat Nabi Yusuf di Pulau 
Madura. Ke liang kubur pun, pasti anda dicari.
  Ternyata bukan untuk memuliakan wanita, melainkan untuk memuliakan Allah. 
Yang dijaga adalah rahim wanita, tempat bertapanya anak, sang pewaris keluarga. 
Rahim adalah nama Allah. Jadi harus dibela kesuciannya. Wanita dicipta dari 
rusuk Adam, jadi  rahim itu dijaga oleh tulang rusuk  Nabi Adam. Itu sebabnya 
tampang clurit menyerupai bengkoknya tulang rusuk. Kemudian, clurit disimpan 
diselangkangan laki-laki, berhubungan dengan tugasnya menjaga rahim. Jadi, 
model bengkoknya itu pun, dicari lewat petunjuk Kitab Mujarabat, disesuaikan 
dengan tanggal bulan kelahiran pemiliknya. Lalu disuluk dan dijesek (Aing 
Rajeh). Jadilah bermacam macam bentuk clurit. Akibatnya konyol, wanita bukan 
saja terampas hak-haknya, statusnya pun berubah menjadi hak milik laki-laki, 
hanya karena ia punya rahim. Tak ada yang membantah pemahaman itu, karena 
diajarkan secara sistematis oleh para kiai. 
  Jadi, saya yakin tesis Ellys Towen Bowsma keliru, yang menyamakan struktur 
antropologis orang Madura sama dengan orang Sisilia. Yaitu, keberingasan 
antropologis yang bersumber dari rigiditas kesetiaan pengabdian kepada 
keluarga. Di Madura, carog bukan pengabdian kepada keluarga, melainkan 
pengabdian kepada Rahim. Penelitian lebih lanjut, saya menemukan pemahaman yang 
kacau atas istilah Rahim. Awal mula, istilah rahim tidak mengacu mengenai nama 
Allah. Yang benar adalah Rahem, kemaluan wanita (vagina). Entah bagaimana 
kejadiannya, rahem terpeleset lalu menjelma menjadi rahim (nama Allah). Dan, 
sejak berubah menjadi Rahim, ia punya hubungan antropologis dengan rusuk Nabi 
Adam. Sejak itu pula, wanita di Madura hingga kini, eksistensinya adalah 
property kaum laki-laki, yang seumurnya menjadi when the women never moved from 
bed room to board room. 
  Dus, yang paling berkepentingan dengan debat para ahli di Mesir tadi, adalah 
orang Madura, suku bangsa saya – sebuah pulau gersang yang menjadi satu-satunya 
daerah tertinggal di Pulau Jawa.   


Radityo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:  To: ppiindia@yahoogroups.com
From: "Radityo" <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Sun, 29 Apr 2007 14:50:47 -0000
Subject: [ppiindia] Re: Siti Hawa Bukan Berasal dari Tulang Rusuk Nabi Adam?

        Masya Allah! Kok bisa begitu? Padahal saya sejak balita sudah yakin
ainul yakin bahwa Siti Hawa (versi bulenya Eve) diciptakan dari 
tulang rusuk Adam....

--- In ppiindia@yahoogroups.com, "Sandy Dwiyono" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Umat Islam mungkin perlu menelaah mengenai penciptaan Nabi Adam 
dan Siti
> Hawa secara ilmiah dan akademis. Secara tersirat, Allah SWT 
sebenarnya
> "menantang" manusia, untuk membuktikan apa yang telah Ia wahyukan 
di dalam
> kitab suci, secara ilmiah dan akademis. Peran khalifah (pengelola) 
alam raya
> memang demikian, lebih banyak mengolah dan berfikir, terhadap apa 
yang Ia
> wahyukan, dengan sedikit saja "menelan mentah-mentah" hanya dalam 
hal
> peribadatan. Selain dari itu, manusia didorong untuk berfikir dan
> menafsirkan sendiri. Yang lebih celaka lagi, jika seseorang 
terlanjur
> mempertuhankan sekedar pendapat atau tafsiran manusia. Sedangkan 
Tuhan pun
> tidak pernah menganjurkan manusia untuk melahap begitu saja apa 
yang telah
> Ia wahyukan, sebelum ia berfikir lebih dulu. Sebab bila manusia 
lebih banyak
> menelan mentah-mentah, artinya ia kembali ke jutaan tahun yang 
lalu, dan ini
> menyalahi kodratnya sebagai pengelola (khalifah) alam raya. 
Demikian Tuhan
> memberikan kebebasan kepada manusia, sebaliknya manusia terkadang 
membatasi
> manusia lain. Tuhan mengirim manusia ke Bumi ini untuk bersenang-
senang,
> menikmati segala apa yang ada di alam raya. Tentu saja tanpa 
melupakan-Nya.
> 
> 
> *
> http://www.antara.co.id/arc/2007/4/24/siti-hawa-bukan-berasal-dari-
tulang-rusuk-nabi-adam/
> *<http://www.antara.co.id/arc/2007/4/24/siti-hawa-bukan-berasal-
dari-tulang-rusuk-nabi-adam/>
> 
> * *
> 
> *Siti Hawa Bukan Berasal dari Tulang Rusuk Nabi Adam?*
> 
> *Sana`a (ANTARA News) - Pengetahuan sejak turun temurun bagi 
sebagian besar
> orang, terutama kaum Muslimin, adalah Siti Hawa sebagai ibu dari 
sekalian
> umat manusia diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam.*
> 
> Sebagian besar ulama pun sering menyampaikannya di acara-acara 
ceramah bahwa
> memang Siti Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, yang dari 
keduanya
> umat manusia berkembang sampai hari kiamat kelak.
> 
> Beberapa dai yang muncul di layar-layar kaca tidak sekalipun 
menyebutkan
> adanya perbedaan atau polemik ulama dan fuqaha (ahli fiqh) tentang 
asal
> penciptaan Siti Hawa, sehingga pendapat tersebut layaknya telah 
baku. Tapi,
> beberapa ulama kontemporer tidak sependapat dengan keyakinan umum 
itu.
> 
> Masalah penciptaan ummul bashar (ibu umat manusia) tersebut 
kembali diangkat
> oleh sejumlah ulama belum lama ini. "Ibunda Hawa dari tulang rusuk 
Nabi Adam
> adalah keyakinan yang keliru," kata DR Abdul Ghani Shama, seperti 
dikutip
> harian Al-Bayan, Jumat (20/4).
> 
> Menurut Penasihat Menteri Wakaf Mesir itu, keduanya diciptakan 
dari materi
> yang sama, sedangkan keyakinan yang berkembang selama ini adalah 
berasal
> dari "israiliyat" (kisah-kisah yang tidak jelas asalnya).
> 
> "Banyak kisah tentang penciptaan Hawa, sebagian menyebutkan dari 
tulang
> rusuk bengkok Nabi Adam, sebagian kisah menyebutkan dari tulang 
rusuk lurus.
> Ada juga yang menyebutkan bahwa saat Nabi Adam terbangun tiba-tiba 
di
> sampingnya telah ada Siti Hawa," kata DR Aminah Nuseir.
> 
> Guru besar Aqidah dan Filsafat di Universitas Al-Azhar, Kairo, itu
> mengingatkan bahwa kisah-kisah tersebut tidak ada dasarnya 
semuanya adalah
> "israiliyat" yang tidak bisa dijadikan dasar.
> 
> "Akidah Muslim yang benar adalah baik Adam maupun Hawa berasal 
dari 'nafsun
> wahidah' (yang satu) yang sangat jelas dipaparkan oleh Al-Qur`an. 
Jadi,
> tidak perlu ditafsirkan dengan kisah-kisah yang tidak jelas," 
katanya.
> 
> Hal senada juga ditandaskan oleh pakar Muslim, Abdul Fatah 
Asakir. "Pendapat
> sebagian ulama yang menyebutkan Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam, 
tidak
> tepat, karena ia diciptakan dari jenis yang sama," ujarnya.
> 
> Menurut dia, sejumlah hadis yang menjadi sandaran sebahagian ulama 
tentang
> Siti Hawa sanadnya (penukil hadis) lemah. Ia menyebutkan, sejumlah 
hadis
> tersebut yang ia ragukan keabsahannya.
> 
> Tetapi, ulama lain mengingatkan bahwa mereka yang tidak mengakui 
Hawa
> diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, tidak mengerti Islam, 
sebab ayat
> dalam Al-Qur`an jelas bahwa yang dimaksud dengan "nafsun wahidah" 
adalah
> Nabi Adam.
> 
> "Dengan demikian Hawa dijadikan dari nafsun wahidah artinya 
diciptakan dari
> Nabi Adam lalu umat manusia berkembang dari keduanya," kata DR 
Musthafa
> Al-Shuk`ah, anggota Lembaga Riset Islam Mesir.
> 
> Ia menolak pendapat yang menyebutkan bahwa penciptaan Hawa dari 
tulang rusuk
> Adam adalah didasarkan pada "israiliyat".
> 
> "Mereka yang mengatakan `israiliyat` harus takut kepada Allah," 
ujarnya.
> Penegasan yang sama juga dikemukakan oleh DR Ahmed Taha, guru 
besar fiqh
> lintas mazhab.
> 
> "Setiap orang yang berkeyakinan bahwa Hawa tidak diciptakan dari 
tulang
> rusuk Adam adalah keyakinan yang tidak benar," katanya.
> 
> Ia juga menyebutkan, dalil dari ayat Al-Qur`an yang sama dari 
dalil ulama
> yang mengingkari Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam.
> 
> "Hadist lebih menjelaskan lagi bahwa ibunda Hawa memang berasal 
dari tulang
> rusuk Nabi Adam," ujarnya menambahkan. (*)
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>



         

       
---------------------------------
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to