http://www.ranesi.nl/arsipaktua/indonesia060905/kabinet_baru_sby07050 8
"Kabinet Baru SBY Disandera Bakrie" Aboeprijadi Santoso Ranesi 08-05-2007 Kabinet baru hasil perombakan terbatas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disambut berbagai reaksi media dan pengamat. Pada umumnya opini publik sepakat perubahan ini lebih politis dan lebih Yudhoyonois, ketimbang tiupan angin segar. Ada pujian dengan rontoknya Yusril Ihza Mahendra dan Hamid Awaluddin, tapi ada pula kritik bahwa "kabinet masih disandera oleh Abu Rizal Bakrie". Laporan Aboeprijadi Santoso dari Jakarta ... 'Yudhoyonois' SBY bukan SBY kalau dia bertindak grusa-grusu. Ini tampak jelas dari perubahan terbatas susunan kabinet yang oleh para pengamat dari berbagai warna dinilai sebagai "politis, imbang, harmonis, hati-hati dan etis," pendeknya "yudhoyonois". Lima menteri diganti, dua yang lain digeser. Gaya perubahan itu "etis" karena tidak menggusur menteri yang sakit, Mendagri Ma'ruf yang pasti harus diganti. Juga santun, karena meskipun menurut Tempo ada pergolakan antara Wapres Jusuf Kalla dan Menko Ekuin Boediono, tapi SBY mempertahankan Boediono tanpa menyinggung Wapresnya. Ada tuntutan besar dari Partai Golkar, tapi SBY tampil dengan kompromi yang memuaskan Golkar, meski merugikan partai kecil. Kabinet tetap disandera Menko Kesra Abu Rizal Bakrie, kata kalangan pengkritik. Menko Kesejahteraan Rakyat Bakrie, menurut pengamat Fadjroel Rachman, telah menjadi Menko Kesengsaraan Rakyat dalam menyikapi musibah lumpur Lapindo di Sidoarjo. Dan, ada pula rayuan ke arah PKBnya Gus Dur dengan menggusur menteri PKB Saifullah Yusuf yang nyempal dari kubu Gus Dur. Exit Yusril dan Hamid Namun perubahan paling penting dan tak disangka-sangka adalah rontoknya Mensesneg Yusril Ihza Mahendra dan Menhukham Hamid Awaluddin. Bahkan Fadjroel yang menyebut reshuffle ini "sangat mengecewakan," sempat memuji SBY karena memecat Yusril dan Hamid. Keduanya terlibat kasus pencairan duit Tommy Soeharto sebesar 10 milyar dolar. Mencelatnya Yusril dan Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh membuat PBB marah meskipun partai ini masih punya MS Kaban di kursi menteri kehutanan dan Apriantono di kursi pertanian. Menteri Perhubungan Hatta Rajasa dicopot, tapi dipuji dan ditaruh sebagai Mensesneg. Sofyan Djalil yang bersama Hamid Awaluddin berjasa untuk perdamaian Aceh, dicopot tapi dipindah ke pos basah Menteri Bidang BUMN. Disandera Bakrie Bermain balans: permainan SBY ini memperlihatkan bahwa dia, meski berhak prerogatif atas kabinet, namun tak berani mewujudkan kabinet presidensiil. SBY masih meneruskan alur politik semua presiden pasca- Soeharto. Padahal yang kunci bagi SBY adalah dukungan Partai Golkar. Ini tercermin pada pergantian dan pergeseran berhati-hati dari orang- orangnya Wapres dan bos Golkar, Jusuf Kalla. Hamid, loyalis Kalla, terpaksa jatuh, tapi, dia harus diganti tokoh Sulawesi Selatan Andi Mattalata, teman sekampung Jusuf Kalla. Namun Fadjroel Rachman menunjuk, kunci dukungan Golkar sebenarnya terletak juga pada Abu Rizal Bakrie, menko yang dinilainya berhasil memperalat negara untuk kepentingan koporasi. Bakrie menawarkan cicilan 20% kepada korban lumpur Lapindo tanpa konsultasi dengan korban, namun memanfaatkan negara sebagai alat korporasi. SBY tak berani mencopotnya. Tidak aneh, sebab Bakrie juga yang dulu mendanai kampanye pilpres SBY-Kalla. Walhasil, kata Fadjroel, kabinet ini masih juga disandera oleh Bakrie. Jaksa agung Satu lagi perubahan tak terduga adalah jatuhnya Arman, yaitu Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh. Kalangan LBH yang mengenal Arman dari dekat menyebut dia kurang memberi kepemimpinan, sedangkan penggantinya, Hendarman Supandji, orang dalam dari birokrasi Kejakgung, sebagai "lebih teguh". Kalau Hamid Awaluddin begitu turun, langsung dipanggil polisi untuk kasus KPU, sebaliknya, Hendarman naik dengan menjanjikan akan memprioritaskan pemberantasan korupsi. Kontan para korban HAM, mulai dari kasus 1965, Talangsari sampai Mei 1998, Semanggi I dan II serta kasus Munir, semuanya mengingatkan, jika soal besar kasus 1965 dapat dirintis dengan menangkap Soeharto, maka ini dapat memuluskan pemberantasan korupsi pula. Usman Hamid dari KontraS menunjuk tampilnya birokrat, bukan politikus, di kursi Jakgung bisa juga memungkinkan terobosan seperti Jaksa Agung Suprapto di masa Presiden Soekarno. ends