http://www.ranesi.nl/arsipaktua/asiapasifik/timorleste/hegemoni_fretilin070511

Akhir Hegemoni Fretilin 


Aboeprijadi Santoso

11-05-2007

Kekalahan telak Capres Francisco 'Lu Olo' Guterres menandai
kemerosotan Fretilin, perintis perjuangan kemerdekaan Timor Leste.
Sejak stagnasi ekonomi meledakkan krisis dan mengguncang negara tahun
silam, orang menyalahkan partai kuasa Fretilin.Hegemoni Fretilin mulai
berakhir, tapi tak berarti Presiden-terpilih José Ramos Horta dapat
menjamin stabilitas dengan mudah.

Menjadi gerakan elit

Begitu gemilang citra Fretilin dulu, sampai Francisco Xavier do
Amaral, salah satu pendirinya dan proklamator kemerdekaan 28 November
1975 pernah berkata: "Fretilin itu tidur nyenyak di atas sejarah".
Maksudnya, apa pun yang terjadi, Fretilin ada di hati rakyat.

Citra itu merupakan imbalan dari pahitnya perjuangan. Ratusan ribu
rakyat, gerilyawan dan 50an komandan serta pimpinan politik Fretilin
binasa selama tahun 1970an. Komite Sentralnya hanya tersisa tiga,
antara lain Keyrala Xanana Gusmão. Lu Olo, salah satu mantan komandan
yunior, tak dikenal rakyat. Pasca merdeka, Fretilin melalui jalan
demokratis menguasai parlemen dan roda pemerintahan - mirip Golkar di
bawah Soeharto.

Tapi, krisis 2006 membuat konfigurasi kepemimpinan sejak redeklarasi
kemerdekaan 2002, runtuh. Mari Alkatiri selaku perdana menteri,
pengarah strategi dan kebijakan ekonomi, Xanana Gusmão sebagai
presiden, pemimpin bangsa yang kharismatis, dan menteri senior José
Ramos-Horta sebagai diplomat ulung - terutama kedua tersebut pertama -
tak seiring lagi.

Perpecahan sejak sengketa Fretilin - Xanana tahun 1980an itu akhirnya
final. Meminjam istilah mendiang Herbert Feith untuk Indonesia tahun
1950an, barisan elit 'solidarity makers' dan 'administrators' di Timor
Leste, buyar lebih cepat dan fatal. Pasalnya, Fretilin, sang
moviemento popular, gerakan rakyat itu selama ini telah berubah dari
sebuah gerakan menjadi alat elit partai; kemudian, gagal mewujudkan
program sosialismenya yang pernah dipuji-puji Bank Dunia.

Tatanan politik meledak

Masalahnya bukan kepemimpinan dan popularitas. Kebijakan yang efektif
tak dirasakan orang, sehingga kandaslah semuanya. Kopi Timor tak mampu
bersaing di pasar dunia, pariwisata macet, prasarana terlantar dan
krisis beras memukul perut rakyat. Pemerintahan Alkatiri, dengan 'klab
Maputonya' yang dominan dan tertutup, gagal menanam kepastian masa
depan. Dua pertiga angkatan kerja di bawah 30an menanti peluang kerja,
tapi sia- sia.

April tahun lalu, sebuah isu peka di masa pasca-perjuangan yaitu
pemecatan 600an tentara eks pejuang, meledakkan bangunan politik
negara itu. Maka, sia-sialah rencana pendidikan gratis, kesehatan
rakyat dan proyek-proyek pembangunan. Devisa minyak dan gas bumi,
waktu itu 600an juta dolar, terlalu lama diparkir di Amerika. 

Beras memang tersedia di Dili dan pelosok, tapi sebuah penelitian
terbaru menunjukkan betapa mudah politik beras memanipulasi elektorat.
Sama mudahnya dengan isu kedaerahan, soal tentara asing, dan
pembelotan Alfredo Reinado  membuat Timor Leste menjadi besi membara,
yang "mudah" diplintir sesuka elit, lalu dapat membuat negara terancam
dedel duwel.

Walhasil, ketika dua capres, José Ramos-Horta dan Fransisco Lu Olo
Guterres berebut kursi presiden, maka citra Fretilin lebih ternodai.
Hampir semua kelompok non-Fretilin memacu dukungan bagi Ramos-Horta.

Tergantung pemilu parlemen

Tapi harus ingat, berkat pengalaman buruk hidup di bawah sepatu lars
Indonesia, maka di Timor Leste hanya ada dua struktur yang hadir dan
berpengaruh di seluruh penjuru negeri, yaitu Fretilin dan Gereja
Katolik. Keduanya berjasa besar bagi kemerdekaan, keduanya beraspirasi
besar mengisi kemerdekaan, dan keduanya tentu bermain. Fretilin
mengandalkan mekanisme partai, dan Gereja yang non-partai berteduh di
kubu Ramos-Horta. Sementara negara Kangguru siap merawat tokoh
pilihannya yang kini menang itu.

Namun kemenangan Ramos-Horta harus diuji dalam pemilu parlemen Juni
mendatang. Kalau sekutunya, yaitu Xanana Gusmão dengan partai barunya,
CNRT, menang besar, maka Timor Leste bisa stabil. Kalau tidak, politik
premanisme bisa bergolak lagi. Yang terang, hegemoni Fretilin mulai
surut. Dia tak akan tidur senyenyak dulu lagi.

ends

Kirim email ke