Bukan hidup bebas, tapi hidup sehat. Kalau HIV merajarela, kasihan
juga yang suka poligami bukan?

Salam, 

--- In ppiindia@yahoogroups.com, "mangucup88" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Iklan Hidup Bebas Telah Merasuki TV Indonesia
> 
> http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&dn=20070706192507
> Oleh : Merza Gamal
> 
> KabarIndonesia - Sebelum masa reformasi, kondom dikenal sebagai 
> salah satu alat kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana yang 
> dicanangkan pemerintah. Iklan kondom di media televisi dialkukan 
> dengan bahasa isyarat yang masih malu-malu. Namun di era ekonomi 
> baru saat itu telah terjadi perubahan signifikan dalam penampilan 
> iklan kondom. Jika dahulu digambarkan dengan seorang suami yang malu-
> malu menangih sesuatu pada sang istri sebagai pasangan resminya, 
> maka pada saat ini iklan kondom digambarkan tanpa malu-malu lagi.   
> 
> Sebuah iklan kondom di televisi menceritakan sekelompok laki-laki 
> muda mengendarai beberapa motor. Kelihatannya mereka akan bersenang-
> senang. Salah satu dari mereka mengajak untuk membeli antibiotik di 
> sebuah toko obat. Pelayan di toko obat bertanya, antibiotik itu 
> untuk apa? Para lelaki muda itu mejawab bersamaan : Supaya 
> terhindari dari HIV. Lalu si pelayan di toko obat mengatakan yang 
> bisa mencegah HIV bukan antibiotik tapi kondom. Dengan demikian 
> fungsi kondom bukan lagi sebagai alat kontrasepsi untuk sebuah 
> program Keluarga Berencana, namun sebagai sebuah alat penjaga 
> kesehatan. 
> 
> Arti yang lain, iklan tersebut tidak mempersoalkan hubungan seks 
> yang kemungkinan besar akan dilakukan para lelaki itu, dengan 
> pasangan resminya atau bukan. Iklan itu lebih mementingkan kesehatan 
> pelaku. Mencegah HIV yah dengan kondom bukan dengan antibiotik.
> 
> Memang itu iklan tersebut adalah sosialisasi dari pemakaian kondom 
> sebagai salah satu pencegah penularan HIV. Kalau kita menilik lebih 
> jauh, iklan tersebutkan memberi contoh kehidupan seks bebas. Tidak 
> berbeda dengan iklan kondom komersil, dimana diperlihatkan seorang 
> lelaki dan perempuan membeli kondom lebih dulu disebuah swalayan 
> berbeda  sebelum masuk di tempat semacam café/bar/diskotik. Kemudian 
> ketika bertemu, duduk berangkulan lalu berdiri meninggalkan tempat 
> tersebut sambil tetap berangkulan. Dan yang lebih mencengangkan lagi 
> sebuah iklan kondom yang menggambarkan remaja ABG yang akan "hang 
> out" dengan memakai helm sebagai simbol keamanan dan dibumbui dengan 
> kata-kata "cewek-cewek sukanya yang aman" kemudian diikuti dengan 
> penampilan kondom merk terkenal. 
> 
> Saya hanya bisa mengurut dada menyaksikan iklan-iklan tersebut yang 
> mengartikan bahwa media televisi sudah mensosialisaikan kehidupan 
> seks bebas di Indonesia. Dan yang lebih menyedihkan iklan-iklan 
> tersebut bisa muncul kapan saja, bukan pada jam tayang tengah malam. 
> 
> Saya punya anak-anak yang masih kecil-kecil dan sangat mudah meniru 
> hal-hal yang belum konsumsi mereka. Saya atau istri saya mungkin 
> bisa mematikan televisi jika sedang berada di rumah atau pada acara-
> acara jam dewasa. Tapi sehari itu ada 24 jam dan tidak setiap saat 
> kami bisa mengontrolnya. Dan jika anak dilarang sama sekali tidak 
> menonton TV, apakah itu sebuah tindakan yang bijak, sementara semua 
> teman sebayanya juga sedang senang-senangnya menonton TV???   
> 
> Apakah memang pada era ekonomi baru saat ini, kegiatan ekonomi harus 
> bebas nilai??? Apakah nilai kesehatan lebih tinggi dari nilai moral 
> (yang diajarkan oleh agama manapun) dalam menjual sebuah produk 
> ekonomi?????? Mungkinkah saya harus seperti Ebiet G Ade untuk 
> menanyakan pada rumput yang bergoyang??? Sedangkan rumput pun sudah 
> sulit ditemukan saat ini.........   
> 
> Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
> 
> Blog:    http://www.kuis-bola.blogspot.com/ 
> Email:  [EMAIL PROTECTED]
> Big News Today..!!! Let's see here:
> www.kabarindonesia.com
>


Kirim email ke