PEJABAT-PEJABAT YANG PINTAR DAN TIDAK PERCAYA DIRI: ANE PUNYA PERTANYAAN KALAU 
KITA PUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN SINGAPURA AKIBATNYA APA AJA YA ? APA INDONESIA 
BUBAR? RASANYA TIDAK., TANPA SINGAPURA INDONESIA BISA HIDUP DAN MERDEKA COBA 
DONG PARA PEJABAT MAU BERSUSAH BERSAMA RAKYATNYA DAN BUKAN MEMBELA EKONOMI YANG 
TIDAK DISUKAI RAKYAT. AYO DONG KITA BANGUN TEKNOLOGI KITA DENGAN DANA DAN SDM 
YANG ADA NGGAK USAHLAH IMPOR, ORANG BARANG YANG SUDAH ADA DI INDONESIA KITA 
BUAT ALIAS CIPLAK AJA DENGAN TEKNOLOGI INDONESIA, KITA DIBESARKAN DENGAN MENIRU 
KALAU A KATA AYAH A JUGA KITA BUNYIKAN A, KAN BEGITU. SINGAPURA SUDAH 
KETERLALUAN. SAATNYA BAPAK KAMI TERCINTA SBY SEGERA MEMBERIKAN REAKSI POSITIF 
YANG MENUNJUKKAN TINGGINYA PERCAYA DIRI YANG TIDAK MEMBABI BUTA. KALO SINGAPURA 
HANYA MENEKANKAN KEPENTINGANNYA, INDONESIA JUGA HARUS BISA DONG. DENGAN 
MENYAMPAIKAN KEINGINAN RAKYAT BAPAK SBY LEBIH DIHARGAI DARIPADA MEMIKIRKAN 
SINGAPURA. YANG SULIT DIAJAK KERJASAMA.. MELINDUNGI PERAMPOK
 DENGAN DALIH HAM HANYA ORANG YANG KURANG WARAS BUKAN?

A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:          http://www.kompas.co.id/
Ultimatum Balik Singapura
Jika Tak Bisa Dirundingkan Ulang, Batalkan Saja DCA

Jakarta, Kompas - Pernyataan Menteri Luar Negeri
Singapura George Yeo di depan Parlemen Singapura,
Senin, dinilai bernada ultimatum terhadap Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak berani
melakukan hal serupa.

Pernyataan itu disampaikan anggota Komisi I dari
Fraksi Partai Golkar, Yuddy Chrisnandy, hari Selasa
(17/7), seusai menerima sejumlah anggota DPRD
Kabupaten Ogan Komering Ulu yang menyampaikan
penolakan daerah mereka terhadap rencana kerja sama
pertahanan tersebut.

"Presiden harus berani mengajak mereka (Singapura)
duduk berunding kembali membahas DCA. Kalau tidak, ya
DCA dibatalkan saja. Jangan takut mengatakan DCA
ditentang rakyat dan parlemen Indonesia. Hal seperti
itu harus berani dilakukan (Presiden) untuk
menunjukkan wibawa kita," ujar Yuddy.

Seperti diberitakan, Singapura menyatakan akan mencoba
bersabar dan akomodatif atas keinginan Indonesia untuk
mengubah perjanjian kerja sama pertahanan (DCA).
Namun, Indonesia diminta tidak melakukan perubahan
substansial, atau perjanjian ekstradisi batal sekalian
(Kompas, 17/7).

Menurut Yuddy, beberapa pasal dalam DCA harus
dirombak, diperbaiki, atau ditambahi, sehingga akan
lebih bermanfaat. Dia mencontohkan Pasal 3 soal kerja
sama latihan, hanya satu dari tujuh poin saja bentuk
kerja sama yang terkait langsung dengan kepentingan
Indonesia.

Yuddy juga meminta pemerintah mendesak Singapura
merevisi aturan tentang masa berlaku DCA, dari
sebelumnya yang dinilai terlalu lama (25 tahun), dan
juga merevisi aturan tentang pelibatan pihak atau
negara ketiga dalam latihan yang digelar Singapura di
wilayah Indonesia nanti.

"Jangka waktu 25 tahun terlalu panjang. Terlalu
gegabah jika suatu rezim pemerintahan (Yudhoyono),
yang masa pemerintahannya maksimal hanya 10 tahun,
berani membuat suatu perjanjian yang masa berlakunya
melampaui batas-batas masa pemerintahannya itu," ujar
Yuddy.

Anggota Komisi I DPR, Sidharto Danusubroto dari Fraksi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menyatakan, DCA
memang sudah lama menjadi incaran Singapura. "Silakan
saja, toh yang meratifikasi kami (legislatif). Soal
itu sudah ada aturannya dalam perundang-undangan soal
kerja sama internasional," katanya.

Dibatalkan saja

Anggota Komisi I DPR, Effendy Choirie (Fraksi
Kebangkitan Bangsa), Selasa di Bogor, juga
menyebutkan, ancaman Singapura untuk membatalkan
perjanjian ekstradisi, jika perjanjian kerja sama
pertahanan diubah secara substansial, menunjukkan
perbedaan pemahaman antara Pemerintah RI dan
Singapura. Singapura memandang kedua perjanjian dibuat
dalam satu paket, sedangkan Indonesia memandang kedua
perjanjian dipisah.

Perbedaan persepsi itu sudah menimbulkan kecurigaan
sehingga sebagian besar anggota Komisi I DPR langsung
menolak untuk meratifikasi perjanjian kerja sama
pertahanan. "Kalau Singapura maunya begitu, ya sudah,
batalkan saja perjanjian ekstradisi sehingga DCA juga
batal," kata Effendy.

Hal itu dinilai Effendy lebih baik daripada Indonesia
harus menjual kedaulatan negaranya untuk ditukar
dengan uang para koruptor yang juga belum tentu dapat
dikembalikan. Proses implementasi perjanjian
ekstradisi akan sangat bergantung pada sistem hukum di
Singapura dan efektivitas kinerja lembaga penegakan
hukum di Indonesia.

Effendy meminta pemerintah dan Presiden tidak malu
membatalkan perjanjian kerja sama pertahanan jika
memang merugikan Indonesia. "Tidak dapat uangnya tidak
apa-apa, yang penting negaranya tidak terjual,"
katanya.

Hal senada dilontarkan guru besar Universitas
Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita, yang saat ini
berada di Jepang. Menurut dia, sebaiknya perjanjian
pertahanan itu dibatalkan. Kalaupun dipaksakan untuk
dilaksanakan, Indonesia tak akan memperoleh banyak
manfaat. Ia menuturkan, ada banyak syarat yang harus
dipenuhi untuk dapat membawa koruptor kembali ke
Indonesia. Romli justru mengusulkan agar Departemen
Luar Negeri mencari cara lain untuk membahas
perjanjian ekstradisi itu.

Romli mengatakan, dalam hubungan internasional,
pembatalan sebuah perjanjian yang telah disepakati
memang mengundang sikap negatif dan ketidakpercayaan.
Namun, ia melihat isi dari perjanjian pertahanan itu
sangat merugikan Indonesia.

RI tak pernah ubah

Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengemukakan,
klaim Singapura yang menyebut Indonesia mengusulkan
perubahan terhadap perjanjian kerja sama pertahanan
adalah keliru.

"Pihak Singapura mengklaim kita mengusulkan perubahan
terhadap DCA. Sama sekali tidak pernah ada dari pihak
kita yang mengusulkan perubahan terhadap DCA yang
sudah ditandatangani. Kita hanya minta sesuai Pasal 6
DCA yang memandatkan adanya aturan-aturan pelaksanaan,
itu yang harus dipenuhi. Untuk itu belum ada yang
ditandatangani satu pun. Kalaupun ada (bentuknya)
draf, itu pun belum lengkap," ujar Hassan di Istana
Negara, Selasa.

Hassan mengatakan, DCA adalah jenis perjanjian yang
begitu berlaku dan bisa diterapkan. Ada mandat di
Pasal 6 DCA yang mengharuskan dibuat sejumlah
peraturan, baik tentang administratif, teknis, maupun
operasional.

Ia mengakui, antara Singapura dan Indonesia masih ada
jurang perbedaan pandangan dan tafsir. Untuk
mengatasinya telah dilakukan sejumlah pendekatan.
"Yang kita tunggu adalah angin baik kapan dua pihak
dapat duduk bersama," ujar Hassan.

Mengenai resistensi daerah, Hassan menilai hal itu
sebagai bagian dari perdebatan nasional yang belum
utuh karena DCA sebagai dokumen memang belum lengkap.
(DWA/INU/MZW/MAM/JOS)

===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

__________________________________________________________
Got a little couch potato? 
Check out fun summer activities for kids.
http://search.yahoo.com/search?fr=oni_on_mail&p=summer+activities+for+kids&cs=bz
 


         

       
---------------------------------
 Why delete messages? Unlimited storage is just a click away.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke