Yang ada sekarang kan mencegah ekspor CPE dengan pajak ekspor (PE)..
Itupun hanya 5% naiknya.. Lah selisih harga dalam negeri dengan LN berapa?
Kalau misalnya hampir 50%, 5% mah sambil merem n (maaf) nungging juga
gpp.. cuma 5% ini..

Gimana mau murah harga minyak goreng dalam negeri.. orang pusing/sakit
kepala malah dikasih obat panu.. yang penting ada duit masuk kantong aja..
gak peduli sama yang sakit.. :-(

CMIIW..

Wassalam,

Irwan.K

http://www.antara.co.id/arc/2007/6/18/penerimaan-dari-kenaikan-pe-cpo-masuk-apbn/

Ekonomi & Bisnis <http://www.antara.co.id/catidx/?ch=EKB>

*18/06/07 14:16*
Penerimaan dari Kenaikan PE CPO Masuk APBN
Jakarta (ANTARA News) - Peningkatan penerimaan dari kenaikan pajak ekspor
(PE) minyak sawit mentah (CPO) dipastikan akan masuk ke APBN 2007.

"Dana yang diperoleh dari kenaikan PE CPO akan masuk ke APBN," kata Menko
Perekonomian Boediono, di sela Indonesia-Malaysia Investment and Finance
Summit, di Jakarta, Senin.

Boediono menyatakan belum mengetahui berapa jumlah peningkatan penerimaan
dari kenaikan PE CPO yang diberlakukan sejak pekan lalu itu.

"Jumlahnya belum tahu. Kita belum tahu," kata mantan Menteri Keuangan itu.

Pemerintah menaikkan PE CPO dari sebelumnya 1,5 persen menjadi 6,5 persen
sejak pekan lalu. Pemerintah juga menaikkan PE turunan CPO lainnya dengan
besaran bervariasi.

"Tujuan penerapan PE CPO yang lebih besar adalah supaya suplai yang selama
ini lebih banyak diekspor, bisa digeser ke dalam negeri," katanya.

Menurut Boediono, pemerintah akan mengevaluasi besaran PE CPO dan produk
turunannya itu untuk jangka waktu 3-6 bulan ke depan.

"Tapi itu sebenanrnya tergantung kondisi di lapangan karena tidak tertutup
kemungkinan adanya perubahan mendadak. Tapi biasanya memang sekitar 3 hingga
6 bulan evaluasinya," katanya.

Ia mengharapkan harga minyak goreng dapat kembali stabil setelah
pemberlakuan PE CPO yang baru. Pemerintah juga tidak ingin membebani
konsumen dengan harga minyak goreng yang terlalu tinggi.

Namun Boediono tidak bersedia menyebutkan berapa harga minyak goreng yang
diinginkan oleh pemerintah.

"Saya tidak bisa menyebut angka, tapi saudara bisa rasakan di mana
masyarakat bisa comfortable," katanya.

Ditanya kemungkinan pemerintah memberikan subsidi minyak goreng yang
dialokasikan dari peningkatan penerimaan PE CPO, Boediono mengemukakan
subsidi seperti itu tidak diperlukan.

"Kalau dengan PE CPO berhasil mendekati angka yang kita anggap wajar, apa
perlu subsidi, tidak kan," katanya. (*)

*Copyright (c) 2007 ANTARA*

On 6/19/07, A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Masih tingginya harga minyak goreng di Indonesia yang
> naik dari rp 7000/kg menjadi rp 10.000/kg harus jadi
> perhatian pemerintah. Apalagi kenaikan ini sudah
> berbulan-bulan terjadi.
>
> "Operasi Pasar" yang dilakukan produsen minyak goreng
> sulit diharapkan. Bagaimana pun para pengusaha itu
> kepentingannya adalah uang. Bukan rakyat. Ini terbukti
> dengan tidak turunnya harga minyak setelah operasi
> pasar mereka lakukan.
>
> Bahkan mereka menghentikan "Operasi Pasar" setelah
> pemerintah menaikan pajak ekspor dari 1,5% jadi 6,5%.
>
> Protes DPR pada pemerintah karena menaikan pajak
> Ekspor patut disayangkan. Alasan DPR bahwa kenaikan
> Pajak Ekspor akan mengakibatkan kenaikan harga minyak
> dunia juga tidak beralasan karena produsen terbesar
> CPO adalah Malaysia dan Indonesia bukan satu-satunya
> pemain di situ.
>
> Justru setelah pemerintah menaikan Pajak Ekspor
> sebesar 5% (dari 1,5% menjadi 6,5%) maka harga minyak
> goreng di Indonesia turun 5% menjadi sekitar rp
> 9.500/kg.
>
> Bahkan jika pemerintah berani menaikan Pajak Ekspor
> sebesar 30%, maka harga minyak goreng di Indonesia
> bisa turun sebesar 30% menjadi rp 7.000/kg. Kembali
> ketika sebelum terjadi kenaikan.
>
> Logikanya jika harga di luar negeri Rp 10.000 dan
> harga di dalam negeri hanya rp 7.000/kg, tentu para
> pengusaha akan memilih mengekspor minyak goreng/produk
> CPO lainnya ke luar negeri karena dapat uang lebih
> banyak.
>
> Tapi jika pemerintah mengenakan pajak sebesar 30%,
> maka pengusaha hanya akan mendapatkan uang sebesar rp
> 7.000/kg saja, sedang rp 3.000 masuk ke kas negara
> dari pajak ekspor. Jika ini terjadi, pengusaha memilih
> menjual produknya di dalam negeri sebesar rp 7.000/kg
> karena tidak perlu terlalu pusing memikirkan prosedur
> ekspor untuk uang yang sama.
>
> Karena pengusaha kepentingannya hanya uang, pemerintah
> juga perlu membuat BUMN yang mengelola CPO/minyak
> goreng. Minimal 50% minyak goreng harus dikontrol oleh
> BUMN ini. Dengan cara ini, maka pemerintah bisa
> menjamin kebutuhan rakyat terhadap minyak goreng
> dengan harga yang stabil.
>
> Ada pun untuk pengusaha CPO/minyak goreng yang
> membandel, sudah waktunya pemerintah mencabut konsesi
> perkebunan CPO mereka dan mengalihkan ke pihak
> lain/koperasi.
>
> ===
> Ingin berdiskusi mengenai masalah ekonomi di Indonesia?
> Kirim email ke: [EMAIL 
> PROTECTED]<ekonomi-nasional-subscribe%40yahoogroups.com>
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke