****Presiden akan meminta penjelasan Bank Dunia sehubungan tawaran 
lembaga tersebut bersama PBB untuk mengembalikan harta negara yang 
dikorupsi mantan Presiden Soeharto.



SUARA PEMBARUAN DAILY
---------------------------------------------------------------------
-----------

Sita Harta Soeharto di Indonesia

[JAKARTA] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta memerintahkan 
anak buahnya, seperti Kapolri dan Jaksa Agung, untuk segera 
menyelidiki dan menyita harta Soeharto, anak-anak, dan kroni-
kroninya, yang berada di Indonesia. Harta itu diduga kuat diperoleh 
dengan cara-cara melawan hukum.

"Pemerintah seharusnya memulai dengan menyita aset (milik Soeharto, 
Red) yang berada di Indonesia dulu, baru yang berada di negara-
negara lain," kata Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN), Prof Dr 
Sahetapy SH, kepada SP di Jakarta, Kamis (20/9) pagi.

Secara terpisah itu, anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 
(YLBHI), Taufik Basari, mendesak pemerintah untuk menyikapi secara 
serius dan proaktif prakarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan 
Bank Dunia yang akan membantu pengembalian aset-aset negara yang 
dicuri oleh penguasa melalui program Stolen Asset Recovery (StAR) 
Initiative. 

Terkait dengan prakarsa StAR tersebut, PBB dan Bank Dunia 
menempatkan mantan Presiden Soeharto di posisi pertama pada daftar 
pemimpin negara terkorup di dunia, dengan taksiran nilai kekayaan 
negara yang diambil mencapai US$ 15 miliar hingga US$ 35 miliar. 
Nilai itu jauh di atas mantan Presiden Filipina Ferdinand Marcos di 
peringkat dua, dengan taksiran nilai kekayaan negara yang diambil 
mencapai US$ 5 miliar hingga US$ 10 miliar. 

"Saya kira Jaksa Agung Hendarman Supandji harus segera mengutus anak 
buahnya untuk berkoordinasi dengan PBB dan Bank dunia untuk 
mencocokkan data yang dimiliki dengan data yang ada di Kejagung," 
ujar Taufik. 

Dia yakin, Kejagung mempunyai data mengenai harta Soeharto, anak-
anak, beserta kroni-kroninya, baik yang berada di Indonesia maupun 
di negara-negara lain, yang diduga dicuri dari negara. "Kejagung 
jangan diam saja. Ingat, Indonesia salah satu negara yang ikut 
menandatangani Konvensi Internasional Anti-Korupsi," kata dia 
mengingatkan.


Desak KPK

Sementara itu, Sahetapy berpendapat, jika Pemerintah Indonesia 
memiliki niat untuk mengambil kembali kekayaan negara yang diambil 
mantan Presiden Soeharto, terutama yang disimpan di Indonesia, dari 
dulu sudah bisa diselesaikan. "Ya, memang sulit. Karena di DPR 
sendiri ada yang membela Soeharto, baik secara terbuka maupun secara 
sembunyi-sembunyi," kata dia.

Sahetapy juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar 
terlibat menyelidiki dan menyita harta Soeharto, anak-anak, dan 
kroninya yang diduga diambil dari negara. "Saya minta pimpinan KPK 
yang akan datang segera memulai melakukan ini," kata dia.

Sedangkan untuk mengambil harta Soeharto yang ada di negara-negara 
lain, Sahetapy mengatakan, pemerintah dan DPR harus membentuk UU 
baru terlebih dahulu. "Dalam UU baru itu harus ditegaskan, semua 
harta Soeharto, anak-anak dan kroni-kroninya yang didapat secara 
melawan hukum harus disita," kata dia. 

UU baru yang dimaksud, kata dia, hanya mengatur pengambilalihan 
harta Soeharto, anak-anak dan kroni-kroninya. "Sedangkan dalam 
peraturan peralihannya nanti baru diatur untuk siapa saja atau semua 
kepala negara dan pemerintah Indonesia ke depan," kata dia. 

Secara terpisah, sosiolog, George Yunus Aditjondro pesismistis 
dengan upaya pemerintah dan aparat penegak hukum Indonesia, untuk 
bisa menyita harta negara yang dicuri Soeharto. Pasalnya, di mana-
mana ada orang Soeharto, termasuk di MA. 


Tak Perlu Ditanggapi

Salah seorang kuasa hukum Soeharto, Muhammad Assegaf meminta agar 
daftar yang tercantum dalam laporan StAR Initiative yang diluncurkan 
PBB dan Bank Dunia, Senin (17/9) lalu, tidak perlu ditanggapi secara 
serius. Karena dalam daftar itu disebutkan, mantan Presiden Soeharto 
menempati urutan pertama pemimpin politik dunia yang diperkirakan 
mencuri kekayaan negara dalam jumlah besar selama kurun waktu 
beberapa puluh tahun terakhir.

Menurutnya, penggunaan kata-kata "yang diperkirakan mencuri kekayaan 
negara", menunjukkan PBB dan Bank Dunia menyimpulkan laporan itu 
bukan berdasarkan penyelidikan dan investigasi sendiri, tetapi patut 
diduga mencomot dari media-media yang dia nilai tidak bertanggung 
jawab. "Ya, bisa saja PBB dan Bank Dunia mengambil dari Majalah 
Time, yang tidak bisa menunjukkan bukti ketika kami tuntut, sehingga 
mereka dikalahkan MA," katanya, di Jakarta, Rabu (19/9). 


Langkah Pemerintah

Terkait dengan StAR Initiative, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda 
menjelaskan, Presiden Yudhoyono dijadwalkan menemui Presiden Bank 
Dunia Robert B Zoellick, di sela-sela kunjungan kerjanya ke New 
York, AS, mulai Sabtu (22/9) mendatang. Presiden akan meminta 
penjelasan Bank Dunia sehubungan tawaran lembaga tersebut bersama 
PBB untuk mengembalikan harta negara yang dikorupsi mantan Presiden 
Soeharto.

"Ini penting. Sebab, tidak mudah mengembalikan harta yang dikorupsi 
dan disimpan di luar negeri. Untuk itu kita memerlukan dukungan 
masyarakat internasional," kata Menlu, Rabu.

Karena masih berupa inisiatif, menurut Hassan, kerangkanya sama 
sekali belum jelas. Menlu berpendapat, Bank Dunia memiliki jaringan 
dengan berbagai bank di banyak negara, terutama negara maju. 
Harapannya, tentu dengan jaringan itu, bank-bank di negara maju 
lebih terbuka untuk mengungkap dana simpanan hasil korupsi.

Hassan menambahkan, sudah ada tim yang disebut Tim Asset Tracing and 
Recovery yang saat ini berada di Washington, untuk bertemu dengan 
Bank Dunia. Dia menjelaskan, tim ini sebenarnya sudah dibentuk 
beberapa bulan lalu, khususnya berkaitan dengan kasus-kasus di 
Singapura, dan terutama kasus Tommy Soeharto. 

Tim yang terdiri dari Kejaksaan Agung sebagai ujung tombak, Deplu, 
Polri, serta instansi terkait lainnya ini tidak hanya menangani 
kasus Soeharto. [E-8/Y-3]



Kirim email ke