Andreas Harsono < [EMAIL PROTECTED]> wrote: 
  Dengan hormat,

  Saya penasaran membaca begitu banyak kritik terhadap editorial Kompas 
"Menjaga Harga 
  Diri Bangsa." Ini saya baca di beberapa mailing list, bukan hanya 
pantau-komunitas atau 
  ajisaja, tapi juga list lain.

  Saya pun kirim SMS kepada beberapa kenalan di harian Kompas, termasuk 
pemimpin 
  redaksi Suryopratomo. Saya tanya siapa sih penulis editorial ini? 
Suryopratomo tak 
  menjawab. Kenapa editorial dengan visi "nasionalisme sempit" bisa lolos dari 
redaksi 
  harian ini?

  Hasilnya, saya mendapatkan jawaban bahwa penulisnya adalah Suryopratomo 
sendiri. 
  "Kompas 1," ujar seorang reporter. 

  Sebelum naik cetak, editorial ini sempat dipermasalahkan oleh Budiman (BDM). 
Namun ia 
  lolos saja. Bre Redana (BRE) juga belakangan mengeluh. Suryopratomo yang 
menulis, 
  namun getahnya terkena semua orang Kompas. 

  Soal definisi, saya kira istilah "nasionalisme sempit" sudah benar, tapi ada 
satu lagi yang 
  lebih tepat. Namanya, "fasisme." Editorial itu mencerminkan fasisme Orde Baru 
dimana 
  "bangsa" dianggap sesuatu yang homogen. Serangan dari "pihak asing" terhadap 
seorang 
  Soeharto dianggap serangan terhadap bangsa.

  Ideologi ini dulu sering dibahas oleh Y.B. Mangunwijaya dan belakangan oleh 
Daniel 
  Dhakidae. Sutan Sjahrir dulunya menulis pertama kali tentang trend ini pada 
1945. 
  Mangunwijaya dan Dhakidae notabene adalah orang yang sering menulis di 
Kompas. 
  Mangunwijaya seorang pengagum Sjahrir. Ironisnya, bagaimana kolom-kolom 
Dhakidae 
  dan Mangunwijaya ternyata tak membuat sistem redaksi Kompas bisa mencegah 
editorial 
  fasistis muncul disana?

  --
  Andreas Harsono
  Pantau Jakarta


mediacare
http://www.mediacare.biz


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke