Koreksi Untuk Saut Situmorang
   
  Oleh Mohamad Guntur Romli.
  Kurator TUK, Jakarta.
   
   
                     Makalah Saut Situmorang, “Politik Kanonisasi Sastra”, yang 
ditulisnya untuk Kongres Cerpen V di Banjarmasin, menjelang akhir          
Oktober 2007 ini, membidik sebuah sasaran utama: TUK. Bagi Saut, TUK adalah 
biang keladi “politik kanonisasi sastra” yang tidak sehat yang berlangsung 
sekarang.
   
  Tetapi Saut tak mengerti apa sebenarnya TUK. Dia mengatakan, TUK adalah 
sebuah “kelompok teater”. Katanya pula: inilah “kelompok Teater yang tidak 
pernah mementaskan produksi teater”.
   
  Ini sebuah kesalahan yang lucu. Atau kesalahan yang disengaja, untuk 
menciptakan “musuh”.
   
  Sebab kata “teater” dalam “Teater Utan Kayu” lain dari kata itu dalam nama 
“Teater Garasi”, “Teater Mandiri” atau “Teater Koma”. Mereka ini grup seni 
pertunjukan yang bekerja untuk mementaskan karya-karya yang mereka pilih. 
Sedangkan kata “teater” dalam kasus TUK berarti lebih “harfiah”: sebuah ruang 
pertunjukan.
   
  Ruang pertunjukan atau teater ini terletak di bawah sebuah bangunan di bagian 
belakang Jalan Utan Kayu 68-H ini (karena itu disebut “Teater Utan Kayu”). 
Bentuknya semacam “arena”, meskipun tidak sempurna, sebab harus disesuaikan 
dengan bangunan di atasnya. Teater ini bisa menampung penonton maksimum 75 
orang; mereka semuanya duduk di atas papan atau lantai. Para hadirin tidak 
dipungut karcis. Seorang pengurus TUK kadang-kadang mengedarkan tampah (nyiru) 
ke penonton menjelang pertunjukan, untuk menerima sumbangan serelanya.
   
  Walhasil, Teater Utan Kayu adalah sebuah tempat, bukan sebuah “kelompok”. 
Inilah tempat buat pementasan tari, teater, diskusi, pemutaran film, pembacaan 
karya sastra. Juga rapat dan pertemuan.
   
  Sebab itu ajaib sekali bila Saut mengatakan, “TUK adalah satu-satunya 
kelompok teater di sastra kontemporer kita yang paling serius berambisi untuk 
mendominasi dunia sastra kita.”
   
  Bagaimana mungkin sebuah ruang pertunjukan punya ambisi untuk mendominasi 
dunia sastra Indonesia?
   
  Memang ruang pertunjukan ini ada pengelolanya. Tapi mereka yang mengelola 
acara di teater ini bekerja untuk menyelenggarakan acara tari, diskusi (sekitar 
agama, filsafat, seni dan kebudayaan), film, teater, dan musik. Acara sastra 
(pembacaan karya kreatif) hanya salah satu saja dari kegiatan yang ada, dan 
bahkan yang paling jarang.
   
  Para pengelola acara itu disebut “kurator”. Yang sekarang bekerja sebagai 
kurator TUK adalah Asikin Hasan (untuk seni rupa), Sitok Srengenge (untuk 
sastra dan teater), Tony Prabowo (untuk musik dan tari), Mohamad Guntur Romli 
(untuk acara diskusi), Hasif Amini (untuk program pemutaran film dan mengelola 
jurnal kebudayaan Kalam). Nirwan Dewanto bertindak sebagai koordinator mereka.
   
  Goenawan Mohamad, salah satu pendiri Komunitas Utan Kayu, yang tidak lagi 
jadi kurator, terkadang ikut hadir dalam rapat dan pertemuan, tetapi tidak 
punya posisi untuk memutuskan dalam soal pengisian acara TUK. Demikian juga Eko 
Endarmoko, yang bekerja untuk Kalam.
   
  Jurnal Kalam – satu-satunya “unit” yang lebih langsung berhubungan dengan 
sastra dan dunia penulisan – paling banter hanya bisa terbit dua kali setahun. 
Dulu jurnal ini dibiayai majalah Tempo. Sejak Tempo dibredel sampai setelah 
Tempo terbit kembali, Kalam harus cari biaya sendiri, terutama dari sumbangan 
pribadi atau sisa dana dari sebuah acara. Sekarang, antara lain karena alasan 
dana pula, Kalam. muncul on-line.
   
  Para kurator, yang punya kegiatan lain atau sumber mata pencaharian 
sendiri-sendiri bertemu seminggu sekali, tiap hari Rabu (atau seminggu dua 
kali, jika dibutuhkan). Rapat Rabu itu khusus membahas rencana apa saja yang 
akan dipertunjukkan di TUK dalam bulan-bulan mendatang. Sekali lagi, porsi 
acara sastra sangat sedikit.
   
  Di luar TUK, Nirwan Dewanto bekerja sebagai redaktur sastra Koran Tempo dan 
Hasif Amini sebagai redaktur puisi Kompas. Tetapi mereka ada di sana karena 
mereka diminta oleh redaksi koran-koran itu. Untuk bekerja di luar TUK itu, 
baik Hasif maupun Nirwan tidak perlu minta ijin kepada rekan-rekannya di dewan 
kurator. Bahkan mereka tak pernah membicarakan pekerjaan mereka di dalam 
pertemuan tiap Rabu itu.
   
  Satu informasi lagi: TUK merupakan salah satu unsur dalam kegiatan Komunitas 
Utan Kayu (KUK).
   
  Komunitas ini terdiri dari para aktivis kesenian (para kurator TUK), aktivis 
media (yang tergabung dalam Institut Studi Arus Informasi, ISAI), para wartawan 
Kantor Berita 68-H serta para pengajar dan pengurus sekolah media penyiaran, 
serta aktivis Jaringan Islam Liberal. Langsung atau tak langsung, mereka 
bekerja sama dengan aktivis lain dalan soal hak-hak asasi, khususnya hak 
kebebasan berpikir dan bersuara.
   
  Sejarah KUK memang dimulai di tahun 1996 sebagai salah satu tempat pergerakan 
pro-demokrasi. Lahirnya KUK dipelopori oleh para aktivis Aliansi Jurnalis 
Independen (AJI) yang bekerja dengan media alternatif ("gelap") untuk melawan 
sensor rezim Suharto, a.l. Andreas Harsono, Ayu Utami, Goenawan Mohamad, Ging 
Ginanjar, , Irawan Saptono, Santoso, Stanley Adiprasetya, dan Tedjobayu. Yang 
mereka dirikan mula-mula adalah ISAI,  tak lama setelah AJI dinyatakan digrebeg 
dan tiga anggotanya dipenjarakan.
   
  Untuk itu, mereka mendapat ruangan di bangunan yang semula dipakai bagian 
penerbitan buku majalah Tempo yang bangkrut. Dari pelbagai kegiatan ISAI, 
berkembanglah ruangan-ruangan yang semula untuk pertemuan-pertemuan “gelap”. 
Ruangan itulah yang kemudian dipakai buat stasiun Radio 68-H dan kegiatan 
kesenian.
   
  Mengapa disebut “komunitas”? Pertama, karena memang para aktivis itu tidak 
tergabung dalam satu organisasi. Maka kata “komunitas” dianggap lebih tepat.
   
  Nah, ini sebuah saran. Supaya Saut Situmorang dan siapa saja tidak salah 
membayangkan TUK, silakan datang ke Jalan Utan Kayu 68-H. Silakan lihat dan 
tilik sendiri dari dekat apa dan bagaimana TUK itu sebenarnya. Bukan 
berdasarkan “konon” atau “kata orang” – apalagi fitnah.


e-mail: [EMAIL PROTECTED]  
  blog: http://mediacare.blogspot.com  
   

 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke