FYI. 
Semoga bermanfaat dan dapat diambil pelajaran.
Kapan ya akan ada lagi tokoh-tokoh Islam yang adil, arif bijaksana,
alim, bisa jadi panutan, dan  penuh wibawa serta takut kepada Allah SWT.

Salam

Hakim


----- Original Message ----- 
From: Thariq Andalusia 
Sent: Friday, November 09, 2007 1:42 PM
Subject: SYURAIH AL-QADLI


SYURAIH AL-QADLI (Sisi-Sisi Keadilan Islam Nan Membuat Air Mata Menitik Terharu)


"Ada orang yang bertanya kepada Syuraih, 'Bagaimana anda mendapatkan ilmu 
ini?.' Dia menjawab, 'Dengan bermudzakarah bersama para ulama; Aku mengambil 
dari mereka dan mereka mengambil dariku" (Sufyan al-Ausi)

Amirul mu'minin, Umar bin Al-Khaththab membeli seekor kuda dari seorang 
laki-laki Badui, dan membayar kontan harganya, kemudian menaiki kudanya dan 
pergi.

Akan tetapi belum jauh mengendarai kuda, beliau menemukan luka pada kuda itu 
yang membuatnya terganggu ketika berpacu, maka beliau segera kembali ke tempat 
dimana beliau berangkat, lalu berkata kepada orang Badui tersebut, "Ambillah 
kudamu, karena ia terluka." Maka orang itu menjawab, "Aku tidak akan 
mengambilnya -wahai Amirul mu'minin- karena aku telah menjualnya kepada anda 
dalam keadaan sehat tanpa cacat sedikitpun." Lalu Umar berkata, "Tunjuklah 
seorang hakim yang akan memutus antaramu dan aku." Lalu orang itu berkata, 
"Yang akan menghakimi di antara kita adalah Syuraih bin al-Harits al-Kindi." 
Lalu Umar berkata, "Baiklah, aku setuju."

Amirul mu'minin Umar bin al-Khathab dan pemilik kuda pun menyerahkan perkaranya 
kepada Syuraih. Ketika Syuraih mendengar perkataan orang Badui, dia menengok ke 
arah Umar bin al-Khaththab dan berkata, "Apakah engkau menerima kuda dalam 
keadaan tanpa cacat, wahai Amirul mu'minin?." "Ya." Jawab 'Umar. Syuraih 
berkata, "Simpanlah apa yang anda beli- wahai Amirul mu'minin- atau 
kembalikanlah sebagaimana anda menerima."

Maka Umar melihat kepada Syuraih dengan pandangan kagum dan berkata, "Beginilah 
seharusnya putusan itu; ucapan yang pasti dan keputusan yang adil. Pergilah 
anda ke Kufah, aku telah mengangkatmu sebagai hakim (Qadli) di sana."

Pada saat diangkat sebagai hakim, Syuraih bin al-Harits bukanlah seorang yang 
tidak dikenal oleh masyarakat Madinah atau seorang yang kedudukannya tidak 
terdeteksi oleh ulama dan Ahli Ra'yi dari kalangan para pembesar Sahabat dan 
Tabi'in.

Orang-orang besar dan generasi dahulu, telah mengetahui kecerdasan dan 
kecerdikan Syuraih yang sangat tajam, akhlaknya yang mulia dan pengalaman 
hidupnya yang lama dan mendalam.

Dia adalah seorang berkebangsaan Yaman dan keturunan Kindah, mengalami hidup 
yang tidak sebentar pada masa Jahiliyah.

Ketika jazirah Arab telah bersinar dengan cahaya hidayah, dan sinar Islam telah 
menembus bumi Yaman, Syuraih termasuk orang-orang pertama yang beriman kepada 
Allah dan Rasul-Nya serta menyambut dakwah hidayah dan kebenaran. Waktu itu 
mereka telah mengetahui keutamaannya dan mengakui akhlak dan keistimewaannya.

Mereka sangat menyayangkan dan bercita-cita andaikata dia ditakdirkan untuk 
datang ke Madinah lebih awal sehingga bertemu Rasulullah SAW sebelum beliau 
kembali kepada Tuhannya, dan mentransfer ilmu beliau yang jernih bersih secara 
langsung, bukan melalui perantara dan supaya beruntung mendapatkan predikat 
"sahabat" setelah mengenyam nikmatnya iman. Dengan begitu, dia akan dapat 
menghimpun segala kebaikan. Akan tetapi dia sudah ditakdirkan untuk tidak 
bertemu dengan Rasulullah.

Umar al-Faruq radliyallâhu 'anhu tidaklah tergesa-gesa, ketika menempatkan 
seorang Tabi'in pada posisi besar di peradilan, sekalipun pada waktu itu 
langit-langit Islam masih bersinar-sinar dengan bintang-bintang sahabat 
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Waktu telah membuktikan kebenaran 
firasat Umar dan ketepatan tindakannya dimana Syuraih menjabat sebagai hakim di 
tengah kaum muslimin sekitar enam puluh tahun berturut-turut tanpa putus.

Pengakuan terhadap kapasitasnya dalam jabatan ini dilakukan secara silih 
berganti sejak dari pemerintahan Umar, Utsman, Ali hingga Muawiyah radliyallâhu 
'anhum.

Begitu pula dia diakui oleh para khalifah Bani Umayyah pasca Muawiyah, hingga 
akhirnya pada zaman pemerintahan al-Hajjaj dia meminta dirinya dibebaskan dari 
jabatan tersebut. Dan pada waktu itu dia telah berumur seratus tujuh tahun, 
dimana hidupnya diisi dengan segala keagungan dan kebesaran.

Sejarah Peradilan Islam telah bergelimang dengan sikap Syuraih yang menawan dan 
berkibar dengan ketundukan kalangan elit dan awam kaum Muslimin terhadap 
syari'at Allah yang ditegakkan Syuraih dan penerimaan mereka terhadap 
hukum-hukum-Nya. Buku-buku induk penuh dengan keunikan, berita, perkataan dan 
tindakan tokoh langka satu ini.

Di antara contohnya adalah, bahwa suatu hari Ali bin Abi Thalib RA kehilangan 
baju besinya yang sangat disukainya dan amat berharga baginya. Tidak lama dari 
itu, dia menemukannya berada di tangan orang kafir dzimmi. Orang itu sedang 
menjualnya di pasar Kufah. Ketika beliau melihatnya, beliau mengetahui dan 
berkata, "Ini adalah baju besiku yang jatuh dari ontaku pada malam anu, di 
tempat anu." Lalu kafir Dzimmi itu berkata, "Ini adalah baju besiku dan 
sekarang ada di tanganku, wahai Amirul mu'minin." Lalu Ali berkata, "Itu adalah 
baju besiku, aku belum pernah menjualnya atau memberikannya kepada siapapun, 
hingga kemudian bisa jadi milik kamu."

Lalu orang kafir itu berkata, "Mari kita putuskan melalui seorang Hakim kaum 
Muslimin." Lalu Ali berkata, "Kamu benar, mari kita ke sana." Kemudian keduanya 
pergi menemui Syuraih al-Qadli, dan ketika keduanya telah berada di tempat 
persidangan, Syuraih berkata kepada Ali RA, "Ada apa wahai Amirul mu'minin?."

Lalu Ali menjawab, "Aku telah menemukan baju besiku di bawa orang ini, baju 
besi itu telah terjatuh dariku pada malam anu dan di tempat anu. Kini ia telah 
berada di tangannya tanpa melalui jual beli ataupun hibah."

Lalu Syuraih berkata kepada orang kafir itu, "Dan apa jawabmu, wahai orang 
laki-laki?." Lalu dia menjawab, "Baju besi ini adalah milikku dan ia ada di 
tanganku tapi aku tidak menuduh Amirul mu'minin berdusta." Maka Syuraih menoleh 
ke arah Ali dan berkata, "Aku tidak meragukan bahwa anda adalah orang yang 
jujur dalam perkataanmu, wahai Amirul mu'minin, dan bahwa baju besi itu adalah 
milikmu, akan tetapi anda harus mendatangkan dua orang saksi yang akan bersaksi 
atas kebenaran apa yang anda klaim tersebut."

Lalu Ali berkata, "Baiklah! Budakku Qanbar dan anakku al-Hasan akan bersaksi 
untukku." Maka Syuraih berkata, "Akan tetapi kesaksian anak untuk ayahnya tidak 
boleh, wahai Amirul mu'minin." Lalu Ali berkata, "Ya Subhanallah!! Orang dari 
ahli surga tidak diterima kesaksiannya!! Apakah anda tidak mendengar bahwasanya 
Rasulullah SAW bersabda, "al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemuda ahli surga." 

Lalu Syuraih berkata, "Benar wahai Amirul mu'minin! namun aku tidak menerima 
kesaksian anak untuk ayahnya." Setelah itu Ali menoleh ke arah orang kafir itu 
dan berkata, "Ambillah, karena aku tidak mempunyai saksi selain keduanya." Maka 
kafir Dzimmi itu berkata, "Akan tetapi aku bersaksi bahwa baju besi itu adalah 
milikmu, wahai Amirul mu'minin."

Kemudian dia meneruskan perkataannya, "Ya Allah! Kok ada Amirul mu'minin 
menggugatku di hadapan hakim yang diangkatnya sendiri, namun hakimnya malah 
memenangkan perkaraku terhadapnya!! Aku bersaksi bahwa agama yang menyuruh ini 
pastilah agama yang haq. Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang 
berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Hamba dan utusan 
Allah." Ketahuilah wahai Qadli, bahwa baju besi ini adalah benar milik Amirul 
mu'minin. Aku mengikuti tentara yang sedang berangkat ke Shiffin (Suatu daerah 
di Siria, di sana terjadi peperangan besar antara Ali dan Muawiyah RA) lalu 
menemukan baju besi terjatuh dari onta berwarna abu-abu, lalu memungutnya."

Maka Ali RA berkata kepadanya, "Karena engkau telah masuk Islam, maka aku 
menghibahkannya kepadamu, dan aku memberimu juga seekor kuda."

Dan belum lama dari kejadian ini, orang kafir itu ternyata ditemukan mati 
syahid saat ikut berperang melawan orang-orang Khawarij di bawah bendera Ali, 
pada perang Nahrawan. Orang itu amat bersemangat dalam berperang hingga dia 
mati syahid."

Di antara sikap menawan yang ditunjukkan juga oleh Syuraih adalah bahwa pernah 
suatu hari, putranya berkata kepadanya, "Wahai ayahku, sesungguhnya antara aku 
dan kaum kita ada perselisihan, maka telitilah perkaranya; jika kebenaran ada 
di pihakku, aku akan menggugat mereka ke pengadilan dan jika kebenaran ada di 
pihak mereka, aku akan mengajak mereka berdamai." Kemudian sang putra 
menuturkan kisahnya kepada ayahnya.

Lalu ayahnya berkata kepadanya, "Kalau begitu, pergilah dan ajukan mereka ke 
pengadilan." Lalu putranya menemui lawannya dan mengajak mereka 
memperkarakannya ke pengadilan. Mereka pun menyetujuinya.

Dan ketika mereka telah berada di hadapan Syuraih, Syuraih memenangkan perkara 
mereka terhadap putranya.

Ketika syuraih dan putranya telah pulang ke rumah, sang putra berkata kepada 
ayahnya, "Engkau telah mempermalukanku, wahai ayahku!" Demi Allah seandainya 
aku tidak mengkonsultasikannya terlebih dahulu kepadamu, tentu aku tidak akan 
mengecammu seperti ini." Maka syuraih berkata, "Wahai anakku, Sungguh engkau 
memang lebih aku cintai daripada bumi dan seisinya, akan tetapi Allah 'Azza wa 
Jalla lebih Mulia dan berharga bagiku daripada dirimu. Bila aku beritahukan 
kepadamu bahwa kebenaran berada di pihak mereka, aku khawatir engkau akan 
mengajak mereka berdamai dimana hal ini akan menghilangkan sebagian hak mereka. 
Karenanya, aku mengatakan kepadamu seperti itu tadi."

Pernah terjadi bahwa anak Syuraih menjadi jaminan seseorang, dan Syuraih 
menerimanya, ternyata orang itu kabur dari pengadilan. Maka Syuraih 
memenjarakan anaknya sebagai ganti jaminan orang yang kabur itu. Akhirinya, 
Syuraih sendiri yang mengirimi makanannya setiap hari ke penjara.

Terkadang, Syuraih meragukan sebagian saksi. Namun dia tidak mendapatkan jalan 
untuk menolak kesaksiannya, karena syarat keadilan telah mencukupi mereka, maka 
dia berkata kepada mereka sebelum mereka menyatakan kesaksiannya,

"Dengarkanlah aku -mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada anda 
semua-Sesungguhnya yang menghakimi orang ini adalah kalian sendiri. Dan 
sesungguhnya aku hanya menjaga diri dari api neraka melalui kalian. Karena itu, 
bila kalian sendiri yang berlindung darinya adalah lebih utama lagi."

Sekarang memungkinkan bagi kalian untuk tidak memberikan kesaksian dan berlalu.

Jika mereka bersikeras untuk bersaksi, Syuraih menoleh kepada orang yang mereka 
bersaksi untuknya, seraya berkata, "Ketahuilah, wahai tuan, sesungguhnya aku 
mengadili anda melalui kesaksian mereka. Dan sesungguhnya aku melihat anda 
adalah orang yang dzalim. Akan tetapi aku tidak boleh memberikan putusan 
berdasarkan sangkaan, tetapi berdasarkan kesaksian para saksi. Dan sesungguhnya 
keputusanku, tidak menghalalkan sama sekali apa yang diharamkan Allah 
terhadapmu."

Dan ungkapan yang sering diulang-ulang oleh Syuraih di ruang sidangnya adalah 
perkataannya, "Besok orang dzalim akan mengetahui siapa yang rugi. Sesungguhnya 
orang yang dzalim sedang menunggu siksa. Sedangkan orang yang teraniaya 
menunggu keadilan. Dan sesungguhnya aku bersumpah kepada Allah, bahwa tidak ada 
seorangpun yang meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, kemudian dia 
merasa kehilangannya."

Syuraih bukan hanya sebagai penasehat karena Allah, Rasul-Nya dan Kitab-Nya 
saja, akan tetapi dia juga penasehat untuk kalangan awam dan kalangan khusus 
kaum muslimin semua. Salah seorang dari mereka meriwayatkan, "Syuraih 
memperdengarkan kepadaku suatu ucapan saat aku mengadukan sebagian sesuatu yang 
meresahkanku karena ulah seorang kawanku. Lantas Syuraih memegang tanganku dan 
menarikku ke pinggir seraya berkata, "Wahai anak saudaraku, janganlah kamu 
mengadu kepada selain Allah Azza wa Jalla. Karena sesungguhnya orang yang kamu 
mengadu kepadanya, bisa jadi dia adalah kawanmu atau musuhmu. Kalau dia kawan, 
berarti kamu akan membuatnya bersedih. Dan kalau dia musuh, maka kamu akan 
ditertawakannya."

Kemudian dia berkata, "Lihatlah mataku ini- dan dia menunjuk ke salah satu 
matanya- Demi Allah, aku tidak bisa melihat seseorang dan jalan karenanya sejak 
lima belas tahun lalu. Sekalipun demikian, aku tidak ceritakan kepada siapapun 
mengenainya, kecuali kepadamu sekarang ini. Tidakkah kamu mendengar ucapan 
seorang hamba yang shaleh (yakni Nabi Ya'qub a.s), 'Sesungguhnya hanyalah 
kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.'(Yusuf:86). Maka 
jadikanlah Allah Azza wa Jalla sebagai tempat mengadu dan melampiaskan 
kesedihanmu setiap kali musibah menimpamu.

Karena Dia adalah Dzat Yang paling Dermawan dan Yang paling dekat untuk 
diseru." Pada suatu hari, dia melihat ada seseorang sedang meminta sesuatu 
kepada orang lain, lalu dia berkata kepadanya, "Wahai anak saudaraku, siapa 
yang memohon hajat kepada manusia, maka dia telah menjerumuskan dirinya ke 
dalam perbudakan. Jika orang yang diminta itu memberinya, maka dia telah 
menjadikannya budak karena pemberian itu.

Dan jika orang itu tidak memberinya, maka keduanya akan kembali dengan 
kehinaan. Yang satu, hina karena bakhil sedangkan yang satu lagi hina karena 
ditolak. Maka jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon 
pertolongan, memohonlah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah, bahwa tidak 
ada upaya, kekuatan dan pertolongan kecuali dengan Allah.

Saat suatu ketika, di Kufah telah mewabah penyakit Tha'un, lalu salah seorang 
sahabat Syuraih kabur dari sana menuju ke Najef untuk menyelamatkan diri dari 
penyakit tersebut, maka Syuraih mengirim surat kepadanya, "Amma ba'du, 
Sesungguhnya daerah yang kamu tinggalkan tidak mendekatkan kematianmu dan tidak 
juga merampas hari-harimu. Dan sesungguhnya daerah yang kamu pindah ke sana 
adalah berada dalam genggaman Dzat Yang tidak bisa dikalahkan dengan usaha dan 
tidak akan luput pelarian itu dari-Nya.

Dan sesungguhnya kami dan kamu juga berada di atas hamparan Raja Yang Satu. Dan 
sesungguhnya Najef adalah sangat dekat dari Dzat Yang Maha Kuasa." Di samping 
hal itu semua, Syuraih juga seorang penyair, mudah dicerna, manis 
penyampaiannya dan tema-temanya begitu memikat.

Menurut suatu riwayat, dia mempunyai seorang anak berumur sekitar sepuluh 
tahun, dan anak itu lebih suka meghabiskan waktu untuk bermain dan 
berhura-hura. Pada suatu hari dia kehilangan anak itu, dan ternyata anak itu 
tidak masuk sekolah dan menggunakan wakut tersebut untuk melihat anjing-anjing. 
Dan ketika anak itu pulang, dia bertanya kepadanya, Apakah kamu sudah shalat? 
Maka anak itu menjawab, Belum. Lalu Syuraih meminta kertas dan pena, lalu 
menulis surat kepada guru anak itu dalam untain berikut: Anak ini meninggalkan 
shalat karena mencari anjing-anjing Mengincar kejelekan bersama anak-anak nakal 
Sungguh dia akan menemuimu besok membawa secarik lembaran. Dituliskan untuknya 
seperti lembaran pemohon (minta dieksekusi)
Jika dia datang kepadamu, maka obatilah dengan celaan. Atau nasehati dengan 
nasehat orang bijak lagi cerdik. Jika ingin memukulnya, maka pukullah dengan 
alat. Jika pukulan telah sampai tiga kali, maka hentikanlah. Ketahuilah bahwa 
anda tidak akan mendapatkan sepertinya. Apapun yang diperbuatnya, ia adalah 
jiwa yang paling berharga bagiku

Mudah-mudahan Allah meridhai Umar al-Faruq yang telah menghias wajah peradilan 
Islam dengan permata yang mulia lagi asli. Mutiara yang putih dan tampak 
menawan.

Beliau telah memberikan lentera terang kepada kaum muslimin yang hingga 
sekarang mereka masih mengambil sinar kefiqihannya terhadap syariat Allah. 
Berpetunjuk dengan cahaya kefahamannya terhadap Sunnah Rasulullah. Dan 
berbangga dengannya terhadap umat-umat lain pada hari kiamat. Mudah-mudahan 
Allah merahmati Syuraih aql-Qadhli.

Dia telah menegakkan keadilan di tengah manusia selama enam puluh tahun, tidak 
pernah berbuat dzalim terhadap siapapun, tidak pernah melenceng dari kebenaran 
serta tidak pernah membedakan antara raja dan masyarakat biasa.

CATATAN:
Sebagai bahan tambahan biografi Syuraih al-Qadli, silahkan baca:
ath-Thabaqat al-Kubra, oleh Ibnu Sa'd, 6/11, 34, 94, 108, 109, 170, 206, 268, 
dan 7/151, 194, 453 dan 8/ 494.
Shifat ash-Shafwah, oleh Ibnu Al-Jauzi (cetakan Halb), 3/38.
Hilyatu al-Auliya, oleh Al-Ashfahani, 4/256-258.
Tarikh ath-Thabari, oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jilid 4,5,6 (Lihat daftar isi 
di jilid 10)
Tarikh Khalifah Ibnu Khayyath, 129, 158, 184, 217, 251, 266, 298, 304.
Syadzarat adz-Dzahab, 1/85-86.
Fawat al-Wafayat, 2/167-169.
Kitab al-Wafayat, oleh Ahmad bin Hasan bin Ali bin Al-Khathib, 80-81.
al-Muhabbar, oleh Muhammad bin Habib, 305, 387.
Dairatu al-Ma'arif, oleh farid Wajdi, 5/373-473.

________________________________________________________ 
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi 
Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]



 




      Disclaimer: Although this message has been checked for all known viruses
      using Trend Micro InterScan Messaging Security Suite, Bukopin 
      accept no liability for any loss or damage arising
      from the use of this E-Mail or attachments.
     







Disclaimer: Although this message has been checked for all known viruses
     using Trend Micro InterScan Messaging Security Suite, Bukopin 
           accept no liability for any loss or damage arising
               from the use of this E-Mail or attachments.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke