Assalamu'alaikum wr. wb.

Dari sesi tanya-jawab sewaktu pengajian Ustadz (pak Subkhi?)
dalam rangka safari ustadz-forkom di duisburg minggu yll.
ketika diskusi soal perda-perda bernuansa Syariat di Indonesia,
beliau berpendapat bahwa sebetulnya di Indonesia tidak ada
istilah 'Perda Syari'at', yang ada adalah Perda - dan juga
yang saya tangkap, beliau lebih setuju menggunakan Peraturan-
peraturan yang tidak memasukkan identitas islam secara
'eksklusif', karena akan memberi kesan bahwa undang-undang
semacam itu hanya dibuat *oleh* dan *untuk* Ummat Islam,
sedangkan Ummat yang lain tidak ikut berperan dan terkait.

Saya setuju dengan pendapat tersebut: apa yang selama
ini kita sebut 'Undang-undang anti kemaksiatan' hendaknya
rumusannya tidak memberi kesan eksklusif syariat
islam, tetapi dirumuskan bersama-sama secara kolektif,
sedemikian rupa sehingga Undang-undang itu tetap
mencerminkan semua golongan sesuai dengan format NKRI
yang berdasarkan Pancasila, tetapi 'kepentingan Ummat
Islam' di dalam usaha memelihara nilai-nilai yang 
diyakini nya juga ter-akomodasi di situ.

***

Sedekit tambahan catatan yang lebih 'filosofis', seingat
saya, ketika MPR hasil Pemilu 1999 sedang rame-rame merumuskan
perubahan/amandemen UUD-1945, beberapa fraksi/Partai Islam
begitu "bersemangat" menyuarakan lagi aspirasi "Piagam Jakarta".

Tetapi seingat saya, waktu itu pak Hidayat Nurwahid sebagai
Ketua PK mengatakan bahwa konsep PK 'berbeda' dari itu: bukan
Piagam Jakarta, tetapi "Piagam Madinah" yang cakupannya meliputi
'semua golongan'. Sayangnya rincian/jabaran dari konsep 'Piagam
Madinah' yam dimaksud PK waktu itu belum sempat saya lihat lagi.

***

Kalau secara abdi teh (meine Meinung nach), Pancasila dan UUD-
1945, sebetulnya juga punya hal yang 'paralel' dengan Piagam
Madinah (PM). Sudah jelas Pancasila dan UUD-1945 b.u.k.a.n
PM, dan tidak akan pernah bisa menyamai PM. Tetapi ada unsur-
unsur atau prinsip-prinsip serupa di dalam PM juga di "share"
oleh Pancasila dan UUD-1945, misalnya:

-> hidup bersama dalam kedamaian dan keadilan
-> tanggung-jawab kolektif dalam mempertahankan
   negara terhadap ancaman musuh

***

Sekarang sebagai contoh kasus nyata di Indonesia:

Dari 3 unsur perilaku masyarakat yang secara khusus di golongkan
sebagai perbuatan 'maksiyat' oleh Muslim:

-> (1) Perjudian
-> (2) Minuman Keras
-> (3) Perzinaan/Prostitusi/'Pornografi/aksi'

Sebetulnya saya melihat, bahkan sejak tahun 1970 an pun,
( ** ketika pembicaraan mengenai 'syariat Islam' masih
sangat tabu & bisa di anggap subversif ** ), pemerintah
sebenarnya sudah melakukan tindakan/upaya untuk mengatasi
/mengurangi hal di atas. Yang saya ingat adalah upaya Polri
waktu itu untuk menindak perjudian. Saya ingat sekali,
karena tetangga sebelah di Solo waktu itu bisnisnya adalah
menjadi bandar judi/lotere, dan sudah berkali-kali digerebek
polisi.

***

Lalu barusan di Republika hari ini diberitakan hasil
penggerebekan Polisi yang menemukan pabrik Miras dengan
merk "Vodka" di Kediri. Yang saya baru tahu, ternyata
dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelakunya
adalah Undang-undang mengenai Psikotropika yang berlaku
nasional, dan bukan Perda khusus daerah ( let alone 'Perda
Syariat' ).

Juga saya baru tahu bahwa Minuman keras itu memang bisa
digolongkan sebagai zat 'Psikotropika' seperti batasan
yang saya kutip dari Pasal-1 UU Psikotropika di bawah ini

***********************************************************
** Pasal-1 ayat 1:
**
** Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
** sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
** melalui pengaruh selektif pada susnan saraf pusat yang
** menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
** perilaku.
***********************************************************

Berita dari republika saya cantumkan di bawah ini.

Kutipan naskah UU-Psikotropika Pasal-1 dan Pasal-2 saya
cantumkan di bagian paling bawah.

wassalam,

---( ihsan hm )------------------------------------------


***


<http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=313973&kat_id=23>


Republika, Kamis, 15 Nopember 2007


====================================
Polisi Gerebek Pabrik Miras Beromzet
------------------------------------
Ratusan Juta Rupiah di Kediri
====================================


Kediri-RoL-- Jajaran petugas Kepolisian Resor Kota
(Polresta) Kediri berhasil menggerebek pabrik minuman
keras yang memiliki omzet hingga ratusan juta rupiah
per hari di kawasan Balowerti, Kota Kediri, Jawa Timur,
Kamis.

...

Menurut keterangan Kepala Satuan Reserse Narkoba Polresta
Kediri, AKP Sudadi, Ag berperan sebagai sopir yang mengan-
tarkan miras dengan merek "Mension" dan "Vodka" itu ke
beberapa toko dan agen.

...

Sedang kelima orang tersangka itu kini ditahan di sel
tahanan Mapolresta Kediri dan dikenai ancaman hukuman
lima tahun penjara karena dianggap melanggar Undang-
*****************************************************
undang Psikotropika.
*********************

***


<http://www.wirantaprawira.net/law/>


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1997
TENTANG PSIKOTROPIKA


Bab I Ketentuan Umum
Bab II Ruang Lingkup dan Tujuan
Bab III Produksi
Bab IV Peredaran
Bab V Ekspor dan Impor
Bab VI Label dan Iklan
Bab VII Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan
Bab VIII Pengguna Psikotropika dan Rehabilitasi
Bab IX Pemantauan Prekursor
Bab X Pembinaan dan Pengawasan
Bab XI Pemusnahan
Bab XII Peran Serta Masyarakat
Bab XIII Penyidikan
Bab XIV Ketentuan Pidana
Bab XV Ketentuan Peralihan
Bab XVI Ketentuan Penutup




BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susnan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.

2. Pabrik obat adalah perusahaan berbadan hukum yang
memiliki izin dari Menteri untuk melakukan kegiatan
produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk
psikotropika.

3. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan,
mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas, dan/atau
mengubah bentuk psikotropika.

4. Kemasan psikotropika adalah bahan yang digunakan
untuk mewadahi dan/atau membungkus psikotropika,
baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.

5. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan penyaluran atau penyerahan psikotropika,
baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan
maupun pemindahtanganan.

6. Perdagangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan dalam rangka pembelian dan/atau penjualan,
termasuk penawaran untuk menjual psikotropika, dan
kegiatan lain berkenaan dengan pemindahtanganan
psikotropika dengan memperoleh imbalan.

7. Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbadan
hukum yang memiliki izin dari Menteri untuk melakukan
kegiatan penyaluran sediaan farmasi, termasuk psikotropika
dan alat kesehatan.

8. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan dalam rangka memindahkan psikotropika dari
suatu tempat ke tempat lain, dengan cara, moda, atau
sarana angkutan apapun, dalam rangka produksi dan peredaran.

9. Dokumen pengangkutan adalah surat jalan dan/atau faktur
yang memuat keterangan tentang identitas pengirim, dan
penerima, bentuk, jenis, dan jumlah psikotropika yang
diangkut.

10. Transito adalah pengangkutan psikotropika di wilayah
Republik Indonesia dengan atau tanpa berganti sarana
angkutan antara dua negara lintas.

11. Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan psikotropika,
baik antar penyerah maupun kepada pengguna dalam rangka
pelayanan kesehatan.

12. Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan adalah
lembaga yang secara khusus atau yang salah satu fungsinya
melakukan kegiatan penelitian dan/atau menggunakan psikotropika
dalam penelitian, pengembangan, pendidikan, atau pengajaran
dan telah mendapat persetujuandari Menteri dalam rangka
kepentingan ilmu pengetahuan.

13. Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang
dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan.

14. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan.



BAB II

RUANG LINGKUP DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika
dalam undang-undang ini adalah segala kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan.

(2) Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan
sindroma ketergantungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digolongkan menjadi :

====> a. psikotropika golongan I;

====> b. psikotropika golongan II;

====> c. psikotropika golongan III;

====> d. psikotropika golongan IV.

(3) Jenis-jenis psikotropika golongan I, psikotropika
golongan II, psikotropika golongan III, psikotropika
golongan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
pertama kali ditetapkan dan dilampirkan dalam undang-
undang ini, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan.

(4) Ketentuan lebih lanjut untuk penetapan dan perubahan
jenis-jenis psikotropika sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur oleh Menteri.

Pasal 3

Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :

a. menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan;

b. mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;

c. memberantas peredaran gelap psikotropika.

Pasal 4

(1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan.

(2) Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan.

(3) Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.




Kirim email ke