----- Original Message ----- 
  From: Ma'rufin Sudibyo 
  To: Himpunan Astronom Amatir Jakarta ; Jogja Astroclub ; Astronomi Indonesia 
; Rukyat ; Fisika ; Forum Pembaca Kompas 
  Cc: Thomas Djamaluddin ; Dirmawan ; wahyu budi ; Budi Sm ; Rachmad Resmiyanto 
; Riyan Triyono ; Dr. Hj. Margareta Dwi ; Ayah Abdillah H ; Arya Bhima ; Mas 
Irul ; [EMAIL PROTECTED] 
  Sent: Thursday, November 29, 2007 1:16 AM
  Subject: [Forum Pembaca KOMPAS] Gerhana Krakatau


  26 Januari 2009 adalah hari dimana kedua raksasa
  langit (baca : Matahari dan Bulan) kembali 'bertemu'
  dalam peristiwa Gerhana Matahari Cincin (anular).
  Jejak lintasan bayangan inti (umbra) gerhana
  membentang dari lepas pantai Afrika selatan hingga ke
  Laut Jawa di utara Jakarta. Di Indonesia gerhana ini
  hanya bisa dinikmati penduduk Jawa dan Sumatera sejak
  15:20 WIB (ketika kontak pertama umbra terjadi) hingga
  17:50 WIB (kotak umbra terakhir), dengan puncak
  gerhana di sekitar 16:40 WIB. Namun Matahari hanya
  benar2 bisa dilihat sebagai cincin di kala puncak
  gerhana jika diamati di daerah antara Palembang -
  Gunung anak Krakatau dan sebelah barat dayanya. Di
  luar daerah itu, yang nampak hanyalah Matahari yang
  dicaplok bulatan hitam sehingga cahayanya lebih redup.
  Gerhana terjadi di sore hari, kala cahaya Matahari
  tidak terlalu menyengat dan moga2 saja cuaca cerah,
  sehingga enak diamati. Dan juga, moga2 saja tak
  terulang lagi "kekonyolan 11 Juni 1983" saat rezim
  berkuasa melarang orang2 keluar rumah kala peristiwa
  Gerhana Matahari Total dan enak saja menyebar isu
  gerhana bisa membutakan. 

  Namun anak Krakatau sudah menebar pesonanya sejak
  sekarang. Sejak awal Oktober telah terekam gempa2
  vulkanik dalam dan dangkal, satu pertanda bahwa fluida
  (baca : magma) sedang bergerak menuju kepundan dari
  reservoarnya nun jauh di kedalaman 30 km. Gempa
  hembusan mulai terekam sejak 23 Oktober dan pengamatan
  visual saat itu menunjukkan adanya kolom asap (plume)
  setinggi 200 m yang muncul tiap 3 - 6 menit dari
  puncak gunung api ini, pertanda magma telah muncul ke
  permukaan sebagai letusan. Pengamatan visual juga
  menunjukkan adanya kawah baru, semula berdiameter 75 m
  dan kini mungkin sudah mencapai 150 m. Dari kawah baru
  inilah material letusan dimuntahkan ke langit. 

  Krakatau selalu dikaitkan dengan horor 1883 yang
  mencapai puncaknya pada Senin 27 Agustus 1883 saat
  gunung ini meletus paroksimal (besar-besaran) dengan
  menyemburkan 20 kilometer kubik tephra ke ketinggian
  80 km sembari melepaskan energi 200 megaton TNT,
  10.000 kali lebih dasyat ketimbang ledakan Hiroshima.
  Letusan menyebabkan 3 kerucut vulkanis (Rakata, Danan
  dan Perbuwatan) beserta 11 kawahnya lenyap, amblas ke
  dalam laut, membentuk kaldera sebesar 7 km dan malah
  diiringi olakan hebat pada perairan setempat yang
  menerbitkan momok lain : tsunami. Tercatat 4 letusan
  sangat besar terjadi pada waktu itu, dan semuanya
  diiringi dengan hempasan tsunami. Tsunami terdahsyat
  memiliki run-up vertikal (tinggi gelombang) 33 meter,
  rekor yang baru terpecahkan dalam tsunami 1899 di
  Ambon (run-up = 60 meter). Tsunami ini merenggut
  korban 36.000 jiwa dalam sekejap. Letusan dahsyat juga
  menghasilkan gelombang kejut (shock waves) di
  atmosfer, yang selain mengacaukan jarum barometer di
  Batavia, juga menimbulkan gelombang mirip tsunami di
  seluruh penjuru dunia. Dahsyatnya gelombang kejut ini
  membuatnya mampu bergerak mengelilingi Bumi hingga 7
  kali selama 5 hari kemudian, dan setiap kali seluruh
  gelombang kejut bertemu di titik antipode Krakatau
  (yakni di dekat Bogota, Colombia) muncul
  'tepukan-tepukan' udara yang tak kalah menggidikkan.
  Tephra yang tersembur ke atmosfer memblokir cahaya
  Matahari hingga terjadi penurunan suhu global sebesar
  1,3º C yang bertahan hingga lima tahun kemudian. 

  Namun, Krakatau 1883 ternyata bukanlah yang
  terdahsyat. 

  Sudah lama diketahui ada sesuatu yang aneh di sekitar
  tahun 535 - 536 CE. Kala itu atmosfer Bumi mendadak
  menggelap sehingga cahaya Matahari yang jatuh ke Bumi
  diperkirakan tinggal 25 % saja dari intensitasnya
  semula. Uskup John dari Efesus di Syria mencatat
  Matahari mendadak jadi gelap selama 18 bulan kemudian,
  dan setiap harinya sang surya ini hanya menampakkan
  wajahnya selama 4 jam saja, itu pun samar-samar.
  Sebuah catatan di Cina menyebut suara dentuman sangat
  keras terdengar dari arah barat daya. Sementara di
  Jawa, buku Pustaka Raja (Pararaton ?) mencatat adanya
  suara menggelegar dari arah gunung Batuwara, disertai
  guncangan Bumi, kegelapan total, petir, kilat disusul
  hujan badai dan banjir besar di laut (tsunami ?).
  Semua catatan itu merujuk ke sekitar tahun 535 CE. 

  Kegelapan itu berimplikasi sangat serius pada
  kemaharajaan Romawi Timur dan Persia yang sedang
  memuncak. Wabah sampar bergentayangan dimana-mana dan
  merenggut banyak korban jiwa pada periode yang takkan
  pernah dilupakan Eropa. Di Cina dan India kelaparan
  besar berkecamuk, melebihi tragedi kelaparan Ethiopia
  1980-an. Di Jazirah Arabia selatan, kerajaan-kerajaan
  besar runtuh. Komunitas Kristen Arian juga berakhir.
  Sementara nun jauh di benua Amerika, Teotihuacan
  berakhir. Metropolitan Tikal yang dibangun bangsa Maya
  dengan susah payah pun runtuh. Demikian pula peradaban
  Nazca. 

  Apa penyebab semua peristiwa dahsyat ini? Para
  astrofisikawan seperti Dallas Abbott semula menduga
  ini semua terkait dengan tumbukan benda langit,
  sebagaimana yang meruntuhkan peradaban manusia di
  zaman perunggu dan belakangan diketahui terkoneksi
  dengan terbentuknya Kawah Burckle (29 km) di kedalaman
  Samudera Hindia. Namun petunjuk terang datang dari
  lembaran2 es di Antartika dan Arktika. Pada contoh2 es
  dari tahun 535 - 540 CE dijumpai ion-ion Belerang
  vulkanik sangat melimpah, menunjukkan peristiwa
  kegelapan itu lebih terkait dengan aktivitas vulkanik
  yang luar biasa. Dan karena Belerang2 itu ditemukan di
  kedua kutub Bumi, hanya gunung api di wilayah ekuator
  saja yang bisa melakukan itu. Itulah Krakatau (purba).

  Hal ini mendorong Kohletz, vulkanolog di Los Alamos
  National laboratory, membuat simulasi komputer letusan
  Krakatau purba 535 CE berdasarkan hasil penelitian
  dan pemetaan geologi seperti dari Escher dan RDM
  Verbeek di masa Hindia Belanda. Letusan itu memang
  luar biasa, melontarkan sedikitnya 200 kilometer kubik
  tephra ke langit dengan energi letusan mencapai 400
  megaton TNT. Letusan paroksimal terjadi selama 34 jam
  (bandingkan dengan Krakatau 1883 yang hanya 10 jam),
  namun keseluruhan letusan berlangsung hingga 10 hari
  kemudian. Terbentuk kaldera berdiameter maksimum 60
  km. Tephra yang disemburkan ke langit membentuk
  lapisan setebal 20 - 50 meter, yang berakibat
  temperatur global menurun drastis hingga 5 - 10º C
  dari normalnya sampai 10 - 20 tahun kemudian (semua
  angka ini diambil dari tulisan pak Awang dalam
  IAGI-Net). Harus dicatat bahwa volume 200 kilometer
  kubik ini adalah volume minimal. Letusan Tabora 1815
  juga menyemburkan 200 kilometer kubik tephra ke langit
  dan cahaya Matahari yang jatuh ke Bumi saat itu masih
  75 % dari intensitas semula. 

  Bagi Indonesia, meski belum banyak diteliti, dampak
  letusan Krakatau purba 535 CE bisa diduga cukup luar
  biasa. Letusan inilah yang diduga kuat mengakhiri
  kerajaan Hindu Tarumanegara yang baru saja mencapai
  puncak kejayaan di bawah Purnawarman. Lahan pertanian
  di kerajaan ini musnah oleh tumpukan kerikil dan abu
  vulkanis, sementara pelabuhan-pelabuhannya musnah
  terhempas gelombang pasang produk letusan. Pola-pola
  kerusakan di situs percandian Batujaya (Karawang),
  yang pada abad ke-6 CE berada di tepi Laut Jawa dan
  merupakan percandian yang mengagumkan dan lebih luas
  ketimbang Borobudur, menunjukkan keganasan tsunami
  itu. Bukan tidak mungkin kerajaan Kutai di Kalimantan
  pun ambruk akibat letusan ini, demikian pula Kalingga
  di Jawa Tengah. 

  salam

  Ma'rufin

  __________________________________________________________
  Be a better sports nut! Let your teams follow you 
  with Yahoo Mobile. Try it now. 
http://mobile.yahoo.com/sports;_ylt=At9_qDKvtAbMuh1G1SQtBI7ntAcJ


   


------------------------------------------------------------------------------


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.503 / Virus Database: 269.16.9/1158 - Release Date: 28/11/2007 
21:11


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke