itulah bedanya negara demokratis liberal dengan negara arab...

di negara demokratis liberal si TKW ileggal yang disiksa sm majikan arabnya yg 
notabene muslim juga, bukan cuman mendapat perlindungan dari negara amerika, 
malah dapet tunjangan kesehatan seumur hidup, skolah dibiayain negara amerika, 
dapet pekerjaan dan tempat tinggal. ironis kan? mungkin banyak orang yang 
kaget, kok bisa sih padahal si neneng kan muslim? amerika kan negara kafir.., 
yah itu bedanya negara beradab sm yang arab gak beradab.

kalo di negara muslim arab, TKW udah pulang ke indonesia masih untung kalo 
masih hidup, lebih banyaknya cuman pulang gak ada nyawa lagi, cuman dengan peti 
mati. boro2 diperhatiin sama negara muslim arab, ucapan penyesalan dan maaf 
dari pemerintah negara arab2 pun nyaris kagak ada.

padahal orang2 indonesia nge-fans banget sama orang arab dan ngutuk2in amerika. 
lagu kebangsaan orang2 indonesia yang nge fans sama orang arab adalah "Arab 
Idolaku, Orang Arab Saudaraku"

makanya miris banget melihat perlakuan brutal orang arab terhadap TKW dan 
kurangnya bahkan hampir gak ada respon..paling2 cuman bilang aduh kasian yaa tu 
TKW, gak ada tuntutan dan aksi demo HT, PKS, MMI, FPI (yang katanya organisasi 
paling islam dari organisasi islam lainnya), ato aksi dari Tim Pembela 
Muslim,(sekelompok pengacara muslim yang nge bela amrozy cs),  gak ada aksi 
sweeping orang arab tuh. smuanya tiba2 bungkam. dan isu TKW berlalu begitu aja. 

para TKW itu kan smuanya muslim.., darah yang tercurah juga darahnya orang 
muslim juga, sesama orang indonesia juga..., kenapa kalo menyangkut orang 
palestina yang mati dibunuh, smuanya pada heboh dengan kutukan aksi demo sampe 
berbulan2 lagi, padahal palestina jaraknya jauh banget.., bagaimana dengan si 
yati orang madiun, si maimunah orang klaten, si tini orang purwokerto, si utin 
orang lamongan, si aisyah orang pekalongan, si juminten orang jember...dan 
masih banyak si tini2 dan aisyah2 lainnya yang jadi korban cacat, mati, 
diperkosa dan disiksa oleh orang2 arab.

memang parah kalo radikalisme agama udah mengalahkan hati nurani dan akal 
sehat. karena islam identik dengan arab makanya biarpun orang arab ngebunuh 
sodara sendiri juga tetep orang arab terlihat bersih dan baik..

generasi orang indoensia sekarang lumayan banyak orang2 fundamentalis yang 
muja2 orang arab,   mudah2an kedepannya generasi yang akan datang lebih cerdas 
dan gak buta dengan memuja orang2 arab seperti yang banyak terjadi di generasi 
sebelumnya.

dan mudah2an anak2 dan keturunan dari para TKW yang menderita cacat seumur 
hidup, mati, disiksa, dan diperkosa oleh orang2 arab, mereka belajar dari 
pengalaman tragis yang dialami  ibu nya, mboknya, mbaknya, bude nya..., kalo 
orang2 arab yang katanya saudara muslim mereka, ternyata bisa juga membunuh 
mereka saat mereka menganggap orang arab itu " Our Muslim Brother". ato mungkin 
mesti diganti sebutannya menjadi  ' our Muslim Killer"

salam anti memuja arab dan anti killer2...


----- Original Message ----
From: bsugih2001 <[EMAIL PROTECTED]>
To: ppiindia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, December 6, 2007 10:06:41 PM
Subject: [ppiindia] Re: Amrozi Minta Dipancung ==> Jilbab di Pelukan Bendera 
Amerika

He he he, kayak tidak tahu saja, kan banyak yang suka standar ganda.
Gam dan Dafur adalah Pemberontak sehingga pantas di bedil, akan tetapi
Thailand selatan dan Moro adalah Muslim yang nenuntut haknya, jadi
perlu dibela oleh Muslim Indonesia.

Disamping itu Para TKW yang ke Arab itu ya salahnya si TKW itu. Kan
sudah ada Fatwa dari kelompok bersorban, jika tidak disertai "mahram"
atau "niswah tsiqah", hukumnya haram. ( he he he, wong bahasa kitab
sucinya sama dengan bahasa wong Arab, jadi sudah sepantasnya mereka
dijunjung tinggi. Sehingga isi Fatwanya bukan mengharamkan si pelaku
seperti Fatwa tentang Ahmadiah,dll. tapi sebaliknya TKW nya yang
diharami he he he)

Kebetulan kami dapat suatu tulisan dari milis tetangga, silakan baca
ya ( Wong Arab dan Wong Mesir lebih senang tinggal di Negeri kafir )

syahriri
Dari milis tetangga.

Sebuah penuturan yang sangat menarik dan menyentuh untuk kita
renungkan bersama.
Amerika tidak sekeras seperti yang banyak dikatakan orang.
Wajah indah, perlakuan sangat simpatik Amerika terhadap anak negeri.
Terima kasih Amerika.
Engkau dibenci tetapi dirindukan banyak masyarakat dunia.

salam,

syahrir

Jilbab di Pelukan Bendera Amerika

(Catatan suka-duka dunia kerja di USA)

Menapakkan kaki yang entah ke berapa puluh kalinya di sana - selalu
ada rasa
itu. Rasa yang sulit untuk dijabarkan seperti ketika membaca tulisan
Office of the Immigration Judge tertatah di marmer hitam itu. Marmer
dingin
itu pernah aku duduki sampai petugas keamanan menghampiriku, melarangku
duduk di sana. Tersipu malu ketika menyadarinya, dengan kata maaf kuseret
tas kerjaku dan pindah duduk ke kursi taman. Beberapa perahu cantik dengan
tenang melintas di sungai besar di tepi gedung pengadilan imigrasi
Miami di
pojokan One River View Square itu, seolah tak perduli pada sibuknya
wajah-wajah lalu lalang yang silih berganti melewati pintu penjagaan.
Wajah-wajah itu tak beda banyak dengan wajahku, berkulit coklat hangat -
juga seperti kulitku. Wajah-wajah Hispanic seperti wajah-wajah anak
negeriku itu terasa begitu dekat di hati.

Kuhabiskan Cuban coffee yang kubeli dari café di dalam ruang tunggu dan
kulirik jam tanganku. Sudah waktunya untuk masuk ke ruang sidang. Di
lantai tujuh ada satu ruang besar khusus untuk para penerjemah, tapi
setiap
aku menengok ke ruangan itu selalu saja gelap dan sepi. Akupun jadi lebih
suka menunggu di luar gedung pengadilan di tepian sungai sambil minum kopi
khas Miami dan memandangi perahu yang lewat, melamun dan mereka-reka apa
kiranya kasus yang akan disidangkan pada hari itu.

Kebanyakan kasus orang Indonesia adalah over stay karena masa berlaku visa
yang sudah kadaluwarsa. Banyak orang yang bertahan untuk berada di Amerika
sampai melewati batas waktu yang diberikan. Krisis moneter yang
menggoncang
ibu pertiwi beberapa tahun silam adalah salah satu penyebab utama
kenekatan
mereka. Banyak yang mati-matian mempertahankan kenyamanan bekerja di
negeri Paman Sam ini meski itu secara illegal. Meski itu harus
kucing-kucingan dengan FBI dan petugas negara lainnya. Akibatnya, ketika
harus duduk di ruang pengadilan imigrasi, sebagian besar dari mereka
dideportasi karena melanggar hukum dan aturan yang berlaku di negeri ini.

Untuk menghindari kemungkinan dipulangkan itu, banyak yang meminta suaka
politik dengan mengacu pada rentetan tragedi 1998 antara lain pemerkosaan
wanita-wanita keturunan Cina, pembakaran gereja-gereja, diskriminasi
terhadap kaum minoritas, penembakan mahasiswa universitas Trisakti dan
reformasi yang mengawali lengsernya kepemimpinan pemerintah orde baru.

Sementara itu dari sudut Amerika sendiri tragedi 911 telah meluluh
lantakkan
kepercayaan Amerika pada dunia luar dan khususnya pada negara-negara
berbasis Islam. Bila keadaan ini dihubungkan dengan politik luar negeri
dan situasi keamanan Indonesia, maka peristiwa pemboman yang beruntun dari
bom di Bali, bom di hotel Marriott, bom di kedutaan Australia, dan bom di
Bali yang lebih besar lagi - dan entah daftar perilaku kebiadaban yang
menewaskan orang tak bersalah yang mana lagi - mengakibatkan negeriku
masuk
daftar 25 negara yang dicurigai sebagai "sarang" teroris. Sungguh fakta
sejarah kelabu negeriku yang menyesakkan hati.

Pemikiranku tentang kekalutan politik Indonesia dan terorisme langsung
lenyap ketika mataku tertuju pada kursi di sebelah kursi pengacara.
Seorang wanita muda, kurus kecil dan tampak pucat sepucat jilbabnya, duduk
di kursi itu. Kepalanya tertunduk memandangi jari-jarinya yang berkaitan
satu dengan lainnya. Dari bahasa tubuhnya yang resah dan gelisah, ia
kelihatan takut dan tak nyaman duduk di kursi kulit warna merah marun
gelap
dan berada di ruangan pengadilan yang dingin itu.

"Nama saya Neneng, asal dari Cianjur. Usia tujuhbelas tahun. Orang tua
saya miskin dan tidak punya pekerjaan. Waktu saya umur 12 tahun saya
dijual
oleh orang tua saya kepada tetangga dengan bayaran limapuluh kilogram
beras.
Lalu saya dibawa ke agen tenaga kerja di Jakarta. Setelah training bahasa
Arab dan pekerjaan rumah tangga lainnya saya dikirim ke Arab Saudi untuk
menjadi pembantu sebuah keluarga dengan lima anak kecil-kecil. Tadinya
saya senang karena saya kira saya akan punya kesempatan untuk menunaikan
ibadah haji. Tapi ternyata majikan saya mendapat pekerjaan di sini maka
sayapun dibawa ke negeri ini."

Ruangan hening. Semua pertanyaan dari hakim dijawabnya dengan suaranya
yang pelan dan terdengar gemetaran.

"Majikan saya punya adik yang berdekatan apartemennya. Mereka juga punya
anak lima yang seusia dengan anak-anak majikan saya. Tiap hari mereka
datang ke apartemen kami, dan saya harus mengasuh dan menjaga semuanya.
Total sepuluh anak. Kalau ada anak yang berkelahi, jatuh atau terluka,
maka saya dipukuli, ditendang, atau ditampar oleh majikan saya. Kadang
pakai sepatu, pakai kayu, pakai tangan atau apa saja yang bisa
dipukulkan ke
badan saya. Kadang anak-anaknya juga memukuli saya, meniru ibunya. Sampai
akhirnya saya tidak tahan lagi dan waktu mereka tidur saya lari ke
masjid di
dekat apartemen mereka." Suara Neneng putus-putus menahan isak. Sesekali
ia mengambil nafas kala suaranya mulai menyesak di lehernya, dan
berulangkali mengusap mata basahnya dengan ujung jilbab putihnya.

"Dan di masjid itu kamu bertemu dengan istri bapak ini?" Tanya hakim
seraya
menunjuk pada seorang lelaki setengah baya, dokter anak dari Mesir - yang
duduk di bangku panjang di belakang ruangan, mengikuti jalannya
persidangan
dengan tenang.

"Ya. Dan istri bapak ini membawa saya ke rumahnya, dan sampai sekarang
saya tinggal bersama mereka dan belum kembali ke rumah majikan saya. Saya
takut kembali ke sana lagi. Saya takut dipukuli lagi. Saya tahu saya
salah karena melarikan diri dari rumah majikan saya. Saya mau dihukum
penjara, tapi tolong jangan kembalikan saya pada majikan saya." Tanpa bisa
dihentikan, Neneng menangis tergugu. Hakim sesaat terpaku sebelum
memberikan waktu istirahat setengah jam, lalu menyelinap ke luar ruang
sidang.

Neneng adalah wajah dalam cermin kemiskinan negeriku. Refleksi bayangan
ketidak mampuan bangsaku untuk mengayominya dan keluarganya. Ekonomi carut
marut negara memaksa anak sebelia itu untuk jadi tenaga kerja di negeri
orang. Tanpa digaji, malah disiksa. Ternyata jiwa perbudakan di mana-mana
masih juga ada! Pikiran Neneng sangat sederhana. Yang dia tahu orang
tuanya sudah melakukan transaksi jual beli atas dirinya. Ada sebersit
harapan sewaktu datang ke Arab Saudi untuk bisa menunaikan ibadah haji.
Meski seumur hidup hanya sekali. Menginjakkan kakinya di tanah suci adalah
hal yang sungguh tak ternilai dalam hidupnya. Dan bila ketidak
mengertiannya bahwa kepergiannya ke Arab Saudi itu tak ada hubungannya
dengan naik haji karena ia adalah pembantu rumah tangga yang tak punya hak
diri, itu tanggung jawab siapa?

Negeriku adalah negeri yang konon bangga dengan jumlah Muslimnya yang
terbesar di dunia. Tapi apakah jumlah itu punya daya, mampu memberikan hak
dan perlindungan pada anak-anak seperti Neneng dan jutaan Neneng lainnya?
Aku tercenung lama dan terbersit tanya, kapan negeriku yang gemah
ripah loh
jinawi bisa memberikan ketentraman pada anak-anak bangsanya sendiri,
sehingga tak perlu mereka mencari dan mengais rejeki di negeri orang.
Sebagai anak bangsa Indonesia aku sungguh malu. Tapi sesungguhnya adakah
pilihan itu? Andaipun ada, Neneng tak pernah memiliki pilihan itu.

Amerika tak bisa dipungkiri - adalah negara yang dibenci banyak negara
lain
di dunia. Ia dikutuk! Dihujat! Dimaki! Tapi seiring dengan itu Amerika
juga adalah bangsa yang dicintai, perlindungan dan keamanannya dicari,
stabilitas ekonominya diingini. Dan dengan seribu satu macam alasan dan
tujuan, manusia dari seluruh penjuru dunia berlomba untuk hijrah ke negara
ini. Dan rasa yang kulihat di wajah-wajah bertaburan keluar masuk di pintu
pengadilan imigrasi itu adalah rasa yang berkecamuk antara harapan untuk
menetap, bekerja keras dan berpenghidupan yang lebih baik di Amerika atau
harus pulang dan tak tahu kehidupan apa yang menanti di negara asalnya
masing-masing.

Kasus Neneng, bukanlah kasus di mana orang yang ketahuan overstay lalu
minta
suaka dengan merekayasa cerita tentang kebobrokan bangsa atau kebiadaban
manusia di tanah air. Kasus Neneng bukanlah kasus di mana dia ingin
mendapatkan green card dan visa kerja di Amerika - sementara apa itu green
card dan apa itu social security Neneng tak pernah tahu dan dengar. Kasus
Neneng, adalah akibat penjajahan, kemiskinan dan kebodohan yang makin
merajalela di negerinya, yang juga adalah negeriku. Dan Amerika pun dengan
tulus memunguti serpihan luka yang berhamburan di benuanya ini dan
melindungi Neneng ini dan Neneng-Neneng lainnya dalam rengkuhan senyum
tipis
Lady Liberty yang bersahaja tapi sarat makna: Give me your tired, your
poor.

Hakim kembali ke ruang sidang siap dengan keputusannya, atas nama negara
Amerika. Kudengar suara lembut keibuannya yang tak pernah kubayangkan akan
terdengar dari sidang pengadilan seperti ini ketika Neneng memberikan
persetujuannya dijadikan anak negara. Neneng diberi hak untuk bersekolah
dengan biaya negara, diberikan pekerjaan dengan gaji minimum, mendapat
tempat tinggal, diberi jaminan pelayanan kesehatan seumur hidupnya. Dan
Neneng diberi kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
Terdengar dokter Mesir itu membisikkan puji syukur, "Allahu Akbar"

Sore itu, sementara menunggu taksi untuk kembali ke bandara udara, dengan
hati menyesak rindu pada kampung halaman kuguratkan tulisan di lembar
kertas
kuning lagu yang kuingat sebagai penutup acara televisi di masa kecilku,
"Tanah airku Indonesia . Negeri elok amat kucinta. Tanah tumpah darahku
yang mulia. Yang kupuja sepanjang masa.. Tanah airku aman dan makmur. Pulau
kelapa yang amat subur. Pulau melati pujaan bangsa sejak dulu kala. " dari
tempat dudukku di tepian sungai di sudut One River View Square.

Dan Neneng, sekuntum melati bangsaku yang tak pernah hidup dalam
negeri yang
aman dan makmur itu kini jauh dari Indonesia, negeri elok yang hanya ada
dalam lagu penutup acara di tivi itu. Hari ini dan hari esoknya bergantung
pada belas kasih dan perlindungan negara ini. Ketika kulihat taksiku
datang
aku segera beranjak. Sekilas kuletakkan tanganku di marmer hitam di depan
gedung pengadilan imigrasi itu. Dan bayangan wajah bercahaya Neneng yang
berjilbab putih mengenakan toga dan merengkuh selembar diploma di
tangannya,
dengan latar belakang bendera Amerika - melintas di mataku yang mulai
berembun.

--- In [EMAIL PROTECTED] s.com, Freedom Of Mind <freedom.of_ [EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> tim pembela muslim mestinya ganti nama jadi tim pembela teroris.....
> 
> klo emang beneran pembela muslim, kenapa cuman si amrozy cs yg
dibela, itu ratusan TKW yang diperkosa, yang dibunuh, disiksa, TKW
yang pulang ke keluarganya cuman dengan peti mati itu semuanya
notabene muslim juga. kagak dibela tuh sama si tim pembela muslim..., 
> 
> TKW yang rata2 orang susah nyari duit utk ngasih makan keluarganya,
jadi penyumbang devisa negara paling besar, kerja di rumah2 orang
arab, malah diperkosa, dibunuh, disiksa kayak binatang. padahal sesama
muslim katanya. mana tuh tim pembela muslim? nongol pun kagak...
> 
> tim pembela teroris ato tepatnya tim pembela teroris muslim.
> 
> 
> 
> 
> ----- Original Message ----
> From: bsugih2001 <[EMAIL PROTECTED]>
> To: [EMAIL PROTECTED] s.com
> Sent: Wednesday, December 5, 2007 5:07:22 PM
> Subject: [ppiindia] Re: Amrozi Minta Dipancung
> 
> 
> Coba kita baca ulang kalimat ini : "Tidak Islami''. Achmad Michdan 
> dari Tim Pembela Muslim (TPM) mengatakan, === cut ==
> 
> Dengan Kalimat tersebut secara tidak langsung mereka, termasuk tim 
> pengacara sudah mengakui bahwa tukang ngebom itu adalah Muslim he he 
> he
> 
> --- In [EMAIL PROTECTED] s.com, "mediacare" <mediacare@ ..> wrote:
> >
> > Resep mengurangi teroris...
> > 
> > 
> > ----- Original Message ----- 
> > From: gkrantau 
> > To: [EMAIL PROTECTED] .com 
> > Sent: Tuesday, December 04, 2007 2:23 PM
> > Subject: [zamanku] Re: Amrozi Minta Dipancung
> > 
> > 
> > SEORANG JENEDERAL U.S. ketika memerintahkan hukuman tembak 
> mati kpd sejumlah pemberontak Moro (Philipina) di permulaan abad ke-
> 20 memberikan petunjuk agar semua peluru yg akan ditembakkan ke 
> badan para pemberontak tsb. dilumuri dg tawak/lemak/ fat babi.
> > 
> > Para terhukum tidak takut mati, tapi mereka ketakutan 
> kena lemak babi. Mnrt laporan sesudah hukuman itu kegiatanpemerontak 
> Moro sangat berkurang. Mungkin penembakan Amrozy cs bisa juga 
> dilakukan dg cara yg sama. Sebab kalo tubuh-darah mereka kena lemak 
> babi mrk tidak akan masuk sorga dan tidak akan dikawinkan dg 
> bidadari. What a bummer!
> > 
> > Gabriela Rantau 
> 
> > 
> > --- In [EMAIL PROTECTED] .com, "Sunny" <ambon@> wrote:
> > >
> > > RIAU POS
> > > 
> > > Amrozi Minta Dipancung 
> > > 
> > > 03 Desember 2007 Pukul 08:08 
> > > Laporan JPNN, Jakarta
> > > Tiga terpidana mati bom Bali I 2002, Amrozi, Imam Samudra, 
> dan Ali Ghufron alias Muklas minta dieksekusi secara pancung. 
> Terpidana bom Bali yang menewaskan lebih dari 200 orang itu 
> menganggap tata cara eksekusi mati yang diatur UU Nomor 2/1964 
> melalui eksekusi regu tembak "Tidak Islami''. Achmad Michdan dari 
> Tim Pembela Muslim (TPM) mengatakan, permintaan Amrozi Cs akan 
> ditindaklanjuti melalui pengajuan uji material (judicial review) di 
> Mahkamah Konstitusi (MK). 
> > > ''Draf pengajuannya sedang disusun. Kami segera 
> mendaftarkannya ke MK,'' kata Michdan saat dihubungi JPNN, Ahad 
> (2/11).
> > > 
> > > Melalui uji material, MK diharapkan dapat menggugurkan 
> pemberlakuan UU itu. Selanjutnya, DPR kelak dapat mengamandemen 
> dengan memasukkan eksekusi pancung sebaai salah satu pilihan tata 
> cara pelaksanaan hukuman mati.
> > > 
> > > Selain sesuai dengan syariat, lanjut Michdan, eksekusi 
> pancung lebih cepat mematikan daripada eksekusi dengan cara 
> ditembak. ''Urat kematian itu dekat dengan leher, sehingga 
> pemancungan akan lebih cepat mematikan,'' jelas Michdan. Sebaliknya, 
> eksekusi dengan cara ditembak membuat terpidananya mengalami siksaan 
> luar biasa.
> > > 
> > > Menurut Michdan, berbagai upaya uji material bukan dalih 
> kliennya untuk menunda pelaksanaan eksekusi. ''Kami hanya ingin 
> menegakkan hak-hak seorang terpidana,'' jelas Michdan lagi.
> > > 
> > > Selain mengajukan uji material, Michdan mengulas banyaknya 
> kejanggalan di balik proses sidang Peninjauan Kembali (PK) kliennya. 
> Salah satunya transparansi dalam sidang, khususnya pemenuhan hak-hak 
> kliennya.
> > > 
> > > ''Saya hanya satu kali dipanggil mengikuti persidangan. 
> Selain itu, kami menganggap aneh, lokasi persidangannya harus 
> digelar di Denpasar. Padahal, klien kami berada di Nusakambangan,
> > '' ujar pengacara yang berhobi mengenakan songkok haji itu.
> > > 
> > > Michdan menambahkan, majelis seharusnya memberlakukan 
> standarisasi dalam sidang PK. "Mereka seharusnya mengaca pada sidang 
> PK yang dapat digelar sesuai dengan lokasi klien saya (Abu Bakar 
> Baasyir, red) berada,'' jelas Michdan. Demikian juga sidang PK Tommy 
> Soeharto yang tidak harus dilaksanakan di PN Jakarta Pusat, tetapi 
> dapat diselenggarakan PN Cilacap -sesuai dengan permintaan Tommy. 
> > > 
> > > Menurut Michdan, dengan adanya diskriminasi tersebut, tak 
> berlebihan jika sidang PK Amrozi dkk melanggar prinsip-prinsip due 
> process of law -yang menjadi roh transparansi sidang kasus-kasus 
> pidana. ''Kalau ini dibiarkan, klien kami dapat menjadi korban 
> persidangan yang tidak prosedural. Selanjutnya, bisa ditebak, 
> bagaimana legalitas putusannya,' ' kata Michdan.(agm/ roy/uli)
> > >





      
____________________________________________________________________________________
Be a better friend, newshound, and 
know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.  
http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke