Hallo Zusammen....

Makasih banyak atas postingnya.
Sekedar  berbagi perspektif (yg tentunya by nature relative), dan 
tidak mesti ada hubungan langsung dg postingan di bawah.

fenomena "riddah"  (kt benda dari aktivitas keluar dr agama) muncul 
secara agak semarak pada masa Abu Bakar. ketika itu ada bbrp org yg 
keluar dari Islam antara lain krn melihat bahwa Nabi telah meninggal.

yg kemudian marak akhir ini adalah fenomena "takfir" (menganggap 
seseorg sbg kafir). ini banyak ulama´kontemporer yg bersikap hati2 
kayak Yusuf Qardhawi. ulama abad 18 semacam Abdur Rauf Singkel jg 
berpandangan bahwa janganlah kt tergesa2 mengkafirkan sesorang, krn 
kalau ternyata dia tdk kafir, tuduhan itu bisa balik ke kita sendiri.
  


--- In ppiindia@yahoogroups.com, sFe <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> PERMASALAHAN PENTING YANG WAJIB DIPERHATIKAN  Di sini ada sejumlah 
permasalahan yang ingin saya kemukakan, yaitu: 
>    
>   Pertama: bahwa menghukumi seorang Muslim sebagai murtad dari 
agamanya' adalah sesuatu perkara yang sangat berbahaya yang akan 
berakibat hilangnya seluruh wala' dan keterikatan dia dengan keluarga 
dan masyarakat. Bahkan sampai harus dipisahkan antara dia dengan 
isteri dan anaknya' karena tidak halal bagi seorang Muslimah berada 
di bawah kekuasaan orang kafir. 
>    
>   Demikian juga terhadap anak-anaknya, ia tidak bisa dipercaya lagi 
untuk mendidik anak-anak, apalagi/terutama dari segi sanksi materi 
yang telah disepakati oleh,fuqaha' secara keseluruhan.
>    
>   Oleh karena itu wajib bagi kita untuk berhati-hati dengan sepenuh 
hati-hati ketika menghukumi kufurnya seorang Muslim yang keislamannya 
masih ada. Karena ia benar-benar Muslim dengan keyakinannya, maka 
tidak bisa keyakinan itu dihilangkan dengan keraguan.
>    
>   Termasuk di antara permasalahan yang sangat berbahaya adalah 
mengkufurkan orang yang tidak kafir, dan Sunnah telah memperingatkan 
hal itu dengan keras.
>    
>   Saya telah menulis tentang masalah tersebut dalam suatu risalah 
(buku) dengan tema "Zhahiratul Ghuluwwifit Takdir," dengan tujuan 
untuk memberantas gelombang yang merusak yang menyebar dengan leluasa 
dalam hal mengkufurkan orang, dan ini selalu ada yang memeluknya.
>    
>   Kedua: Sesungguhnya orang-orang yang berhak memberikan fatwa 
tentang kemurtadan seorang Muslim adalah mereka yang mendalam ilmunya 
dari orang-orang yang ahli. Yaitu yang dapat membedakan antara yang 
qath 'i dan yang zhanni, antara yang muhkam dan mutasyabih, antara 
yang menerima ta'wil dan yang tidak menerima ta'wil. Maka mereka 
tidak mengkafirkan kecuali sesuatu yang tidak ada alternatif lainnya 
seperti pengingkaran sesuatu yang pasti dari agama atau penghinaan 
terhadap aqidah atau syari'ah, seperti juga mencaci Allah SWT, Rasul, 
dan kitabNya secara terang-terangan dan lain-lain.
>    
>   Contoh dari pada itu adalah apa yang difatwakan oleh para ulama 
tentang Salman Rusydi, demikian juga Rasyad Khalifah yang mengingkari 
Sunnah, kemudian mengingkari dua ayat dari akhir surat At-Taubah, 
kemudian mengakhiri kekufurannya dengan pengakuannya sebagai Rasul 
Allah, dengan mengatakan bahwa Muhammad SAW adalah penutup para Nabi, 
bukan penutup para Rasul. Fatwa ini dikeluarkan oleh Majlis Mujtama' 
Fiqhi Rabithah 'Alam Islami.
>    
>   Masalah ini tidak boleh diserahkan kepada orang-orang yang 
tergesa-gesa atau kepada orang-orang yang berlebihan atau orang-orang 
yang sedikit ilmunya karena mereka akan mengatakan atas nama Allah 
apa-apa yang mereka tidak mengetahuinya.
>    
>   Ketiga: Sesungguhnya yang berhak memberikan fatwa adalah waliyul 
amri syar'i yang telah ditetapkan dan tidak menghukumi kecuali kepada 
hukum Allah SWT dan tidak dikembalikan kecuali pada ayat-ayat 
muhkamat yang jelas dari kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Keduanya 
(Kitab Allah dan Sunnah Rasul) itulah yang menjadi rujukan apabila 
ada perselisihan antar manusia, Allah SWT berfirman:
>     "Maka jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, mata 
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rusul (Sunnahnya), jika 
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian." (An-Nisaa': 
59)
>   Pada dasarnya qadhi dalam Islam itu harus dari ahli ijtihad, dan 
apabila tidak memenuhi syarat, maka ia minta tolong kepada ahli 
ijtihad, sehingga kebenaran itu menjadi jelas. Tidak memutuskan 
perkara dengan kebodohan dan hawa nafsu' karena jika demikian maka ia 
termasuk qadhi-qadhi neraka.
>    
>   Keempat: Jumhur ulama mengatakan wajibnya menyuruh taubat kepada 
orang yang murtad sebelum dilaksanakannya hukuman, bahkan Syaikhul 
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam kitabnya "Ash Sharimm Al 
Maslul 'Alaa Syaatimir Rasul" Qan ini merupakan ijma' para sahabat 
dan sebagian fuqaha'--ada yang membatasi tiga hari, ada yang kurang 
dan ada yang lebih dari tiga hari' dan juga yang mengatakan disuruh 
bertaubat selamanya."
>    
>   Sebagian ulama mengecualikan orang yang zindiq, karena ia 
menampakkan sesuatu yang berlainan dengan batinnya, maka tidak ada 
taubat baginya. Demikian juga orang yang mencaci/melecehkan 
Rasulullah SAW karena kemuliaan Rasulullah SAW dan kehormatannya, 
maka tidak diterima taubatnya. Ibnu Taimiyah mengarang kitabnya dalam 
masalah tersebut.
>    
>   Yang dimaksud dengan hukum tersebut adalah memberikan kesempatan 
kepadanya agar melihat kembali dirinya, dengan harapan agar syubhat 
itu bisa hilang dan hujjah semakin kuat, jika ia ingin mencari 
kebenaran dengan ikhlas, meskipun ia juga memiliki hawa nafsu atau 
berbuat sesuatu atas perhitungan orang lain, Allah akan menolongnya.
>    
>   Ada sementara kalangan orang yang mengatakan bahwa yang berhak 
menerima taubat itu Allah, bukan manusia. Tetapi itu hukum di 
akhirat, adapun hukum di dunia maka kita menerima taubat yang nampak 
dan kita menerima Islam yang zhahir. Dan kita memang tidak ingin 
melubangi hati manusia, karena kita telah diperintahkan untuk 
menghukumi dengan zhahirnya, sedangkan Allah yang mengurus yang tidak 
nampak. 
>    
>   Tersebut dalam hadits shahih bahwa barangsiapa yang 
mengatakan "Laa ilaahaillallaah" maka ia terpelihara darah dan 
hartanya. Adapun hisabnya ada pada Allah SWT sesuai dengan apa yang 
ia yakini.
>    
>   Di sinilah kita katakan bahwa sesungguhnya menghukumi kepada 
seseorang dengan murtad, kemudian menetapkan bahwa ia berhak dihukum 
serta menentukan hukuman mati dan tidak ada lainnya dan melaksanakan 
hukum itu tanpa kehati-hatian, maka yang demikian ini membawa bahaya 
besar terhadap darah, harta dan kehormatan bagi manusia. Karena ini 
berarti memberikan kepada orang biasa yang tidak ahli di bidang fatwa 
tidak pula memiliki hikmah ahlil qadha', dan tidak memiliki tanggung 
jawab ahli tanfidz tiga kekuasaan di tangannya, memberi fatwa (dengan 
menuduh), memvonis hukumannya dan melaksanakannya sekaligus. 
>    
>   Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
> (Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
> oleh Dr. Yusuf Qardhawi
> 
> 
>  Send instant messages to your online friends 
http://uk.messenger.yahoo.com 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke