Bakrie Lebih Kaya dari Nabi Sulaiman

Lupa tahun berapa. Pak Harto masih berkuasa. ABRI dan Golkar sedang 
kuat-kuatnya. Menteri Agama waktu itu Pak Tarmidzi Taher, Pangdam Jatim Pak 
Hartono Banyuanyar Madura, Gubernur Jatim mungkin Pak Basofi Sudirman. Seingat 
saya ketiga beliau hadir di BPPM Pondok Gontor Ponorogo siang itu bersama 
Bambang Tri Hatmojo bos Bimantara. RCTI meliput acara itu untuk siaran tunda, 
dipimpin langsung oleh direkturnya: Andy Ralli Siregar. Waktu itu RCTI masih 
sempit wawasan dan pengalaman pasarnya, sehingga menyangka saya dan KiaiKanjeng 
layak tayang. Kesempitan wawasan itu segera dibayar dengan pernyataan 
pengunduran diri sang Direktur hanya beberapa puluh menit sesudah saya dan Kiai 
Kanjeng naik panggung.

Pasalnya, beberapa menit saya di panggung, saya dikasih kertas kecil berisi 
peringatan agar saya hati-hati bicara terutama karena ada anaknya Pak Harto. 
Maka saya benar-benar sangat berlaku hati-hati. Saya mengangkat tangan kiri 
dengan hati-hati, telunjuk saya luruskan dengan hati-hati dan saya tudingkan ke 
arah Bambang Tri Hatmojo.

Tangan saya adalah anugerah Allah yang sangat mahal, sehingga saya gunakan pula 
untuk menuding orang yang paling mahal dan penting. "Bambang Tri!", kata saya 
dengan hati-hati, "Nanti pulang ke rumah bukalah buku catatan kekayaanmu. Coba 
dihitung dengan seksama berapa persen yang halal, berapa persen yang haram dan 
berapa persen yang syubhat.."

Karena atmosfir suasana dan wajah semua orang yang hadir terutama para pejabat 
tinggi menjadi sangat tegang dan kebingungan, saya meneruskan : "Saya tahu 
kata-kata dan sikap saya sangat menusuk dan menyakitkan hati Bung Bambang, 
tetapi mohon diingat bahwa itu hanya secipratan dibandingnya sakitnya hati 
rakyat selama ini."

Setelah itu bisa dibayangkan sendiri apa yang terjadi, bagaimana nasib saya, 
bagaimana nasib Kiai Gontor yang sesepuh saya di hadapan Pak Harto, bagimana 
nasib Direktur RCTI di depan pemilik Bimantara Bambang Tri Hatmojo dst.

Apalagi ketika kemudian mendadak MC berdiri dan memotong pembicaraan saya 
dengan mengatakan "Saudara-saudara demikianlah tadi telah berlangsung seluruh 
rangkaian acara.." Spontan dengan hati-hati saya menggebrak meja dan saya 
bentak MC itu dan saya suruh turun panggung..

Kalau Anda hadir di Bangbang Wetan insyaallah ada kemungkinan saya kisahkan 
secara lebih detail apa yang kemudian terjadi. Suharto masih sangat berkuasa, 
tentara dan polisi ada di mana-mana karena Pangdam hadir Menteri hadir dan 
terutama anaknya Pak Harto hadir.

Jangan dibandingkan dengan situasi sekarang. Ketika Orba semua orang "ndelosor" 
ketakutan. Beda dengan di masa reformasi, sekarang ini: semua orang pemberani, 
hebat-hebat, kritis, progresif dan berani melawan siapa saja. Di masa reformasi 
semua orang bangkit, semua orang bisa jadi Menteri, semua orang bisa jadi 
Gubernur, anggota DPR, Bupati, Walikota.

Kecuali saya. Saya sangat penakut begitu era reformasi berlangsung. Sehingga 
kalau umpamanya saya terlibat dalam suatu forum di mana ada Aburizal Bakrie, 
saya jamin saya tidak akan berani mengucapkan kalimat seperti yang saya ucapkan 
di depan umum kepada Bambang Tri Hatmojo : "Bung Ical, nanti pulang ke rumah 
bukalah buku catatan kekayaanmu. Coba dihitung dengan seksama berapa persen 
yang halal, berapa persen yang haram dan berapa persen yang syubhat.."

Mungkin karena beliau saya bayangkan lebih kaya dibanding Nabi Sulaiman, 
meskipun hal itu harus diinvestigasi. Mungkin juga karena dalam pemetaan 
struktural global seperti sekarang belum ada pasal-pasal fiqih yang bisa 
dipakai sebagai parameter untuk mengukur apakah uang yang itu halal atau haram. 
Kausalitas, sebab akibat, asal muasal, ujung pangkal dan sangkan paran setiap 
lembar uang di tangan seseorang sangat susah ditentukan posisi fiqhiyahnya, 
halal haramnya.

Yang saya mampu lakukan adalah tiga hari yang lalu khushusan dari Jakarta saya 
datang ke Sidoardjo untuk berkumpul dengan sekitar 120 perwakilan dan 
tokoh-tokoh masyarakat korban lumpur yang berjumlah sekitar 11.600 KK atau 
sekitar 47.000 orang, di luar 290 KK yang masih tinggal di Pasar Porong. 
Sebelum itu saya temui dulu Bupati Sidoardjo untuk memastikan di mana "alamat" 
beliau dalam peta lumpur hari ini dan ke depan.

Alhamdulillah Sidoardjo solid. Nanti Pebruari Sidoardjo Bangkit. Kami 
menyepakati sejumlah prinsip secara penuh tekad bulat, menyusun sekian agenda 
bertahap ke depan. Monggo saja.

*Tulisan ini dikutip secara utuh dari esai Emha Ainun Nadjib yang dimuat harian 
Surya Surabaya 15 Desember 2007 dengan judul sama.

http://www.surya.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=29362&Itemid=122


mediacare
http://www.mediacare.biz


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke