Pak Nengah Sumarta, salam kenal...! Terima kasih posting-nya yang sangat panjang, tentu ini sangat bermanfaat bagi saya untuk menambah khazanah pemikiran di dalam kaitannya dengan studi lintas iman (inter-faith study). Cuma saya menjadi bertanya-tanya, koq posting-nya di alamatkan ke saya, apakah berkaitan dengan beberapa posting saya sebelumnya (seingat saya, saya tidak pernah membahas soal agama budha yang intens dan tendensius), atau hanya sekedar numpang lewat, agar saya forward ke teman-teman kristiani lainnya, atau mungkin saya dianggap representasi dari komunitas kristiani sehingga dianggap punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan bapak!
Tapi saya bersyukur karena saya dapat pemahaman baru bagaimana perspektif religiousitas umat budha terhadap aspek-aspek keagamaan, seperti masalah ketuhanan (theos), manusia (antropos), alam semesta (cosmos), kitab suci (biblos), bahkan disebutkan juga soal malaikat (aggelos). Mohon maaf kalau saya menggunakan istilah-istilah yunani, ini hanya untuk mempermudah dalam hal nomenclature yang mudah diingat. Yang ingin saya sampaikan pada milis ini adalah masalah keberadaan iman (faith existence), yang tentu kita semua paham bahwa doktrin keagamaan adalah suatu ranah kebenaran yang diyakini pemeluknya dan tidak bisa dikoneksikan dan dibenturkan dengan ajaran lain, mengapa? karena kebenaran itu secara ontologis (what, who), epistemologis (how, why), dan aksiologis (what for) tidak equal antar agama. Kebenaran (khususnya ketuhanan) itu absolut bagi agama itu sendiri yang tidak bisa direduksi, tak terbandingkan dan tak bisa dibandingkan (irreducible, incomparable, incommensurable to any parameter of understanding). Contoh saja soal eksistensi Tuhan yang dijelaskan dalam posting bapak, disini ada gap yang jauh antara keyakinan bapak dengan saya. Dalam rumpun agama semit (Islam, Kristen, Yahudi) bahwa Tuhan adalah penyebab pertama (causa prima) dari segala sesuatu sudah berurat akar dan mendarah-daging dalam konstelasi berpikir dan beriman. Tuhan diyakini independent dan penyebab pertama dari segala sesuatu, sehingga Tuhan itu tidak bersebab (tidak ada yang menyebabkan, karena Tuhan ada dengan sendirinya). Sedangkan bapak berpendapat bahwa tidak mungkin ada Tuhan, kalau tidak penyebabnya, karena bapak menggunakan logika kasualitas tanpa batas (ad infinitium). Bagi kami hukum kausalitas itu berlaku efektif ketika berbicara di luar dimensi ketuhanan, kausalitas tentang Tuhan bersifat infinitium. Ini khan salah satu contoh, apalagi masuk ke kawasan yang lain, akan semakin tidak ketemu! Pak Nengah, mungkin kita bisa berdiskusi dalam tataran ilmiah, tidak saling menyerang dan dibakar oleh semangat kebencian (hostility). Kebencian itu bukan manifestasi sikap keagamaan, agama melapisi ajarannya dengan moralitas. Tidak ada satu pun agama di dunia ini yang lepas dari lingkaran moral. Dan tentu diskusi dalam kawasan dunia maya semacam ini (apalagi sudah bersifat public-sphere) akan mengundang polemik yang terus berakumulasi, karena setiap orang dari ranah keyakinan manapun punya hak berkomentar. Ya kalau akumulasinya terarah, kalau tidak tahu juntrungnya kan semakin rumit. Sehingga pembicaraan itupun akan bias dan tidak fokus lagi. Kalau seperti bola salju (snow ball) sih baik bertumpuk terus tapi terarah, tapi pasti akan berpendar. Alasan lain, belum tentu tanggapan saya akan mewakili kaum kristiani, karena di agama kristen pun banyak aliran teologi, sehingga tidak mustahil pandangan saya pun akan akan ditanggapi oleh kaum kristiani itu sendiri, dan barangkali juga umat budha tidak akan sependapat dengan bapak! Pak Nengah, mohon maaf sebelumnya, saya harap bapak tidak terperangkap dalam pola berpikir yang induktif-parsial, artinya melihat sesuatu case by case yang kemudian dijadikan kesimpulan general. Menggeneralisasi sesuatu yang parsial tidaklah proporsional, karena kristen itu tidak homogen, tetapi sangat heterogen, bahkan juga multikomplek. Dalam penyebaran agamanya (christendum spreading) antar gereja dan antar lembaga misi mempunyai konsep yang berbeda-beda tergantung corak teologi masing-masing. Basis teologi misi bisa bermuara ke berbagai bentuk, ada yang berbasis eksklusivisme, pluralisme bahkan inklusivisme. Dan bapak harus menyadari juga, agama tidak identik dengan perilaku umatnya, harus dipisahkan antara ajaran agama (religion doctrine) dengan perilaku umat (religion behavior), sehingga dalam konteks ini sebenarnya bukan masalah ajaran lagi (teologi) tetapi merupakan masalah sosiologi. Saya pikir itu dulu komentar saya. Tentu email address saya sudah automatically tersimpan, selanjutnya kita bisa berinteraksi antar email tanpa melalui milis ini, kecuali membahas masalah lain. God Bless you Salam Lukas Kristanto Be smarter than spam. See how smart SpamGuard is at giving junk email the boot with the All-new Yahoo! Mail. Click on Options in Mail and switch to New Mail today or register for free at http://mail.yahoo.ca