Kaifa Ihtadaitu
  10/1/2008 | 01 Muharram 1429 H | Hits: 555
  DR. Amir Faishol Fath  -->
  Aku Tetap Bertahan Dalam Keimanan    
  Oleh: DR. Amir Faishol Fath 
  
---------------------------------
      
    dakwatuna.com - Hari itu kami berkumpul di Masjid Al Hikmah New York. Di 
antara rangkaian acara, selain pengajian ada acara khusus syukuran salah 
seorang anak muda Indonesia yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Oswego 
University New York. Anak muda itu sangat sederhana. Orang-orang memanggilnya 
Adit. Nama lengkapnya Aditiya Perdana Kurniadi.
   
  Dalam sambutannya yang sangat mengesankan, anak muda itu menyatakan bahwa 
keberhasilan yang ia capai bukan karena kehebatan yang ia memiliki. 
   
  Ia berkata: “Aku bukan seorang yang cerdas, juga bukan seorang manusia luar 
biasa. Banyak kelemahan yang aku miliki. Aku sering kali lupa hafalan. Otakku 
tidak sanggup merekam data-data ilmu yang begitu banyak. Tapi aku tahu bahwa 
aku sangat lemah. Karenanya aku berkerja keras. Siang dan malam aku belajar. 
Aku kurangi jatah tidurku”.
   
  “Bukan hanya itu” katanya lebih lanjut, dan ini yang sangat membuat banyak 
orang kagum padanya saat itu. “Aku yakin bahwa segala kehebatan hanyalah milik 
Allah. Karenanya aku tidak hanya bekerja keras. Tengah malam aku bangun. Aku 
basahi wajahku dengan air wudhu. Sebelum aku belajar aku tegakkan shalat 
tahajjud. Aku mohon kepada Allah agar segala kelemahanku dilengkapi. Aku yakin 
bahwa Allah pasti mendengar rintihanku. Aku yakin bahwa Allah menyaksikan 
tetesan air mataku”. Pernyataan ini adalah ungkapan jujur yang harus kita 
renungkan. Bayangkan seorang anak muda yang hidup di tengah masyarakat non 
muslim, masih saja bisa bertahan dengan ketaatannya kepada Allah.
   
  Adit memang contoh anak muda muslim yang istiqamah. Ia tidak mudah 
terpengaruh dengan lingkungan yang selalu menggoda untuk berbuat maksiat. 
Pergaulan bebas apapun, yang dikenal dengan boyfriend atau girlfriend bagi adit 
tetap merupakan perbuatan dosa. Adit sangat menjauhi sikap-sikap semacam itu. 
Bagi Adit mentaati Allah tetap di atas segalanya. “ Aku benar-benar sendirian 
sebagai seorang muslim di tempat aku belajar” kata Adit selanjutnya. “Tidak ada 
seorang muslim pun yang aku kenal di situ. 
   
  Pun juga aku benar-benar sendirian di college tersebut sebagai orang 
Indonesia. Tadinya akut takut tidak mampu. Aku takut terpengaruh. Aku takut 
imanku hilang. Aku takut akhlakku rusak. Tetapi, alhamdulillah aku bisa tamat 
dengan selamat”.
   
  Pernah Adit menegakkan sholat di sebuah tempat kuliahnya. Kawan-kawannya 
memandang aneh. Mereka berkerumun mengitarinya. “Tetapi aku tetap sholat dengan 
tenang” kata Adit, sambil mengusap air matanya. “Aku tidak mau terpengaruh 
dengan ejekan mereka. Aku lebih takut kepada Allah dari pada ejekan mereka. 
Biar pun mereka merendahkanku, yang penting Allah memulyakanku. Bagiku iman 
tetap prinsip yang harus aku pertahankan. Tidak perduli aku dibenci atau di 
pandang aneh. Yang penting aku tetap bertahan dalam keimanan”.
   
  Adit adalah contoh bagi siapapun yang mengaku beriman kepada Allah. Contoh 
keteguhan jiwa dalam mempertahankan prinsip. Contoh kesungguhan mentaati Allah, 
menegakkan sholat pada waktunya sekalipun dalam kondisi yang sangat berat penuh 
dengan tantangan.
   
  Perhatikan, berapa banyak anak-anak muda muslim yang tidak bisa bertahan 
seperti Adit. Mereka jatuh satu persatu ke dalam pergaulan bebas. Mabuk-mabukan 
menjadi kebiasaan yang selalu mereka lakukan. Padahal mereka hidup di tengah 
masyarakat muslim. Adzan setiap hari mereka dengar. Masjid tegak di mana-mana. 
Tetapi mengapa pemandangan yang indah itu tidak bisa menyentuh hati mereka. 
Mengapa mereka justru belajar berbuat dosa, sementara orang-orang Islam yang 
dikepung dosa-dosa berusaha keluar dari kepungan itu. Apakah mereka tidak tahu 
bahwa dosa itu jalan kecelakaan?
   
   Di manakah iman yang selama ini selalu diucapkan dalam lisan? Apakah cukup 
seseorang hanya dengan berkata “aku muslim” lalu meminta garansi ahli surga? 
Apakah para orang tua muslim cukup hanya dengan melahirkan lalu setelah itu 
anak-anak mereka dibiarkan bergelimang dosa? Berapa banyak orang tua muslim 
yang cuek terhadap kebejatan moral anak-anaknya?
   
  Di Amerika aku menyaksikan para orang tua sangat rindu agar anaknya belajar 
agama. Sesibuk apapun mereka masih menyempatkan diri untuk mengajarkan 
anak-anak mereka membaca Al Qur’an. Tidak sedikit dari mereka yang selalu 
datang berlomba menghadiri pengajian. Dan di saat yang sama anak-anak muda 
mereka diikutkan dalam acara khusus “youth program”. Acara untuk pembinaan iman 
dan akhlak bagi ana-anak muda muslim. Mereka sangat khawatir kalau kelak 
anak-anak mereka rusak akidah dan akhlaknya. Mereka merasa jijik melihat 
orang-orang di sekitar mereka yang membuka aurat dan bergaul tanpa batas. 
Mereka sangat takut, jangan sampai anak-anak mereka berbuat hal yang sama. Ini 
sungguh pelajaran yang sangat mahal, bahwa setiap kemaksiatan pasti mencekik 
fitrah manusia. 
   
  Bahwa siapapun yang kembali kepada panggilan fitrahnya pasti akan menjauhi 
dosa-dosa, sekalipun ia hidup dalam lingkungan yang penuh kemaksiatan. Wallahu 
a’lam bishshawab.

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke