----- Forwarded Message ----
From: Agung Kurniawan <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; siti rofiqoh <[EMAIL PROTECTED]>; 
Lutfi Hadiwijaya <[EMAIL PROTECTED]>; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; 
[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 12, 2008 5:28:37 AM
Subject: [SBM ITB] Fwd: [ganeshabizniz] Penjajahan Korporasi Asing Atas Migas 
Indonesia




                  
Penjajahan Korporasi Asing Atas Migas Indonesia
  
 Pada saat kami menuliskan release ini, Christopher Lingle di harian Jakarta 
Post (20/02/08), dalam artikel yang berjudul "Restoring Indonesia's economy to 
a higher growth path" mencatat bahwa pengangguran di Indonesia mencapai 40% 
dari total angkatan kerja. Selain itu, Bank Dunia menyebutkan sekitar 49, 5% 
Rakyat Indonesia berpendapatan di
 bawah 2US$/hari. Di sektor pendidikan, yang menjadi pilar utama pembangunan 
Sumber Daya Manusia (SDM), justru menggambarkan situasi yang lebih miris. 
Menurut data Susenas 2004, dari penduduk usia sekolah 7–24 tahun yang berjumlah 
76, 0 juta orang, yang tertampung pada jenjang SD sampai dengan PT tercatat 
baru mencapai 41, 5 juta orang atau sebesar 55 persen. 
  

 Sementara itu, menurut data Balitbang Depdiknas 2004, angka putus sekolah atau 
drop-out di tingkat SD/MI tercatat sebanyak 685.967 anak, yang berhasil lulus 
SD/MI tetapi tidak melanjutkan ke jenjang SMP/MTs dan putus sekolah di tingkat 
SMP/MTs sebanyak 759.054 orang. Situasi ini sangat kontras dengan nilai profit 
kandungan kekayaan alam yang dimiliki oleh tanah air kita, yang justru 
memberikan kemakmuran melimpah kepada korporasi-korporasi asing.

  

 Dalam laporan pendapatannya untuk tahun 2007, pihak ExxonMobil memperoleh 
keuntungan sebesar $40.6 Billion atau setara dengan Rp3.723.020.000.000.000 
(dengan kurs rupiah 9.170). Nilai penjualan ExxonMobil mencapai $404 billion, 
melebihi Gross Domestic Product (GDP) dari 120 negara di dunia. Setiap 
detiknya, ExxonMobil berpendapatan Rp 11.801.790, sedangkan perusahaan minyak 
AS lainnya, Chevron, melaporkan keuntungan yang diperolehnya selama tahun 2007 
mencapai $18, 7 billion atau Rp171.479.000.000.000. Royal Ducth Shell 
menyebutkan nilai profit yang mereka dapatkan selama setahun mencapai $31 
milyar atau setara dengan Rp 284.270.000.000.000.

  

 Keuntungan yang diperoleh korporasi-korporasi Negara imperialis ini tidaklah 
setara dengan Produk Domestic Bruto (PDB) beberapa Negara dunia ketiga, tempat 
korporasi tersebut menghisap. Hingga akhir tahun 2007, Produk Domestik Bruto 
(PDB) Indonesia belum sanggup menembus Rp4.000 Trilyun, untuk triwulan ke III 
tahun 2007 saja hanya mencapai Rp 2.901. trilyun. Untuk Negara penghasil minyak 
lainnya, Libya hanya 50.320 juta US$, Angola (44, 033 juta US$), Qatar (42, 
463US$), Bolivia (11.163 juta US$), dan lain-lain.

  

 Konfigurasi ini memperlihatkan pengalihan keuntungan eksplorasi tambang, baik 
migas maupun non-migas, di Negara-negara penghasil justru dinikmati oleh 
grup-grup korporasi dan Negara induknya. Di Indonesia, menurut laporan Energy 
information Administration (EIA) dalam laporannya (jan/08) mengatakan bahwa 
total produksi minyak Indonesia rata-rata 1, 1 juta barel per-hari, dengan 81% 
(atau 894.000 barel) adalah minyak mentah (crude oil). Untuk produksi gas alam, 
Indonesia sanggup memproduksi 97.8 juta kubik. Indonesia masuk dalam daftar ke 
9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan urutan pertama di kawasan Asia 
Pasifik.

  

 Sayangnya, hampir 90% dari total produksi tersebut berasal dari 6 MNC, yakni; 
Total (diperkirakan market share-nya di tahun 2004, 30%), ExxonMobil (17%), 
Vico (BP-Eni joint venture, 11%), ConocoPhillips (11%), BP (6%), and Chevron 
(4%). Sedang, stok gas bumi mencapai 187 triliun kaki kubik atau akan habis 
dalam waktu 68 tahun dengan tingkat produksi per tahun sebesar 2, 77 triliun 
kaki kubik. Cadangan batu bara ada sekitar 18, 7 miliar ton lagi atau dengan 
tingkat produksi 170 juta ton per tahun berarti cukup buat memenuhi kebutuhan 
selama 110 tahun. (Sumber: Kementerian ESDM).

  

 Bandingkan dengan kebutuhan untuk pendidikan! Berdasarkan kajian Balai 
Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, biaya ideal seorang siswa SD per tahun 
adalah Rp 1, 68 juta. Data Depdiknas menunjukkan, siswa setingkat SD 
se-Indonesia sekitar 25, 5 juta. Jadi untuk menggratiskan pendidikan di SD 
(minus infrastruktur) adalah 42.8 trilyun. Berdasarkan data Balitbang 2003 
mengenai kondisi bangunan SD seluruh Indonesia, 32, 2 persen rusak ringan, 
rusak berat ada 25 persen. SLTP yang rusak ringan 19, 9 persen, rusak berat 7, 
4 persen. Padahal, untuk memperbaiki sebuah gedung sekolah hanya membutuhkan 
dana paling banyak Rp100 juta, nilai ini sangat kecil jika dibandingkan dengan 
share profit di sector pertambangan yang menguap keluar.

  

 Kenapa hal ini bisa terjadi?

  

 Cadangan minyak Indonesia pada tahun 1974 sebesar 15.000 metrik barel dan 
terus mengalami penurunan. Pada tahun 2000 cadangan minyak Indonesia sekitar 
5123 metrik barel (MB) dan tahun 2004 menjadi sekitar 4301 MB. Penyebab dari 
turunnya cadangan minyak Indonesia adalah; pertama Ladang-ladang pengeboran 
minyak di Indonesia (milik Pertamina) sudah sangat tua, sebagian besar masih 
peninggalan penjajah Belanda. Kebanyakan sumur-sumur yang ada sudah tua, 
teknologi yang digunakan pun sudah ketinggalan zaman.

  

 Tidak ada revitalisasi technologi, tidak ada pembenahan struktur dalam 
perusahaan Migas, dan tidak ada upaya pemerintah untuk memberikan perlakukan 
khusus bagi perusahaan tambang dalam negeri. Ini semua menyebabkan kemampuan 
dan kapasitas produksi untuk penerimaaan pemerintah semakin mengecil. PT 
Pertamina (Persero) menargetkan: laba bersih tahun ini hanya Rp17, 8 triliun 
atau turun 27, 3 persen dibandingkan laba bersih 2007 sebesar Rp24, 5 triliun. 
Jadi, merupakan sebuah ironi, korporasi-korporasi asing yang bereksplorasi di 
wilayah yang sama, memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan Pertamina 
mengalami penurunan laba (keuntungan).

  

 Penyebab kedua, turunnya cadangan minyak Indonesia adalah sebagian besar 
ladang-ladang minyak Indonesia dikuasai oleh korporasi asing (MNC), seperti BP, 
Chevron, CNOOC, ConocoPhillips, ExxonMobil, Inpex, KG, Mitsubishi, Nippon Oil, 
PetroChina, Petronas, Total, Vico. Dengan pembangunan pipeline (jalur onshore 
dan jalur offshore) yang bisa mengalirkan minyak hasil eksplorasi dari berbagai 
blok minyak di Indonesia ke Singapore power, menyebabkan potensi hilangnya 
minyak Indonesia semakin besar. Ini masih ditambah dengan ketidaksanggupan 
pemerintah mengontrol secara tegas produksi murni dari korporasi (MNC).

  

 Berpatokan kepada UU Migas Nomor 22/2001, pembagian keuntungan pihak Indonesia 
(Cq. Pemerintah) dan korporasi dilakukan dalam skema Production Sharing 
Contract (PSC), di mana pertamina telah menjadi bagian dari Kontraktor kontrak 
Kerja Sama (KKKS). Dalam skema PSC yang ada sekarang, Cost Recovery (CR) 
sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah Indonesia. Cost recovery minyak mentah 
Indonesia mencapai US$9, 03 per barel, sedangkan rata-rata cost recovery minyak 
mentah dunia sekitar US$4-US$6 per barel. Jadi, cost recovery Indonesia lebih 
tinggi sekitar 75 persen -125 persen per barel, dibandingkan rata-rata negara 
produsen minyak mentah di dunia.

  

 Apakah ada masalah dengan biaya cost recovery ini? Iya, audit Badan Pengawas 
Keuangan dan Pembangunan pada penggunaan cost recovery periode 2000-2006 
terhadap 152 kontraktor senilai Rp122, 68 triliun, ditemukan indikasi 
penyimpangan pada 43 kontraktor senilai Rp18, 07 triliun. Perhitungan cost 
recovery sebenarnya hanya beban atas kegiatan eksplorasi migas, yang meliputi 
biaya produksi pengangkatan minyak (lifting) dan biaya investasi. Tapi 
kenyataannya, dalam kontrak yang dibuat kontraktor dengan pemerintah, tak ada 
batasan yang tegas. Akibatnya, banyak komponen biaya lain seperti renovasi 
rumah dinas, biaya berobat, hiburan bahkan kegiatan tanggung jawab sosial 
(CSR). Ini mungkin yang membuat biaya tersebut membengkak. (sumber: jurnal 
nasional)

  

 Skema bagi hasil Pemerintah Indonesia dan pihak korporasi memang sangat tidak 
adil, sangat merugikan pihak Indonesia, namun, beberapa elit politik justru 
memanfaatkan isu ini demi kepentingan politiknya, bukan untuk kepentingan 
rakyat. Seandainya, Indonesia mau melakukan peninjauan ulang kontrak karya 
dengan semua KKS, alasan legal formalnya sangat dibenarkan, mengingat ada 
bukti-bukti penyimpangan yang disimpulkan BPK. Peraih Nobel Ekonomi 2001 Joseph 
E. Stiglitz waktu datang ke Indonesia, menyatakan eksploitasi yang dilakukan 
perusahaan multinasional di negara berkembang sering kali dianggap sepenuhnya 
sah. Sebagian besar negara berkembang dinilainya tidak mampu terlibat dalam 
negosiasi canggih yang melibatkan perusahaan-perusahaan multinasional. Dia 
menduga negara-negara itu tidak mengerti implikasi penuh dari setiap klausul di 
dalam kontrak. Untuk Indonesia pun, Stiglitz menyarankan agar berani melakukan 
negosiasi ulang.

  

 Karena proses perampokan kekayaan alam Indonesia ini sepenuhnya dilegitimasi 
oleh perundang-undangan pemerintah Indonesia, maka tidak ada jalan lain, rakyat 
Indonesia harus melakukan nasionalisasi (pengambil-alihan) terhadap seluruh 
perusahaan tambang asing tersebut. Langkah ini merupakan jalan yang tepat dan 
sanggup menyelamatkan kekayaan alam yang seharusnya diperuntukkan untuk rakyat 
Indonesia. Pada Hari Buruh Internasional, Morales resmi mengumumkan 
nasionalisasi 20 perusahaan minyak dan gas asing. Pengumuman langsung didukung 
tindakan dengan mengirim tentara Bolivia ke ladang minyak dan gas alam. 
Penempatan pasukan militer itu merupakan simbol bahwa instalasi minyak dan gas 
itu telah menjadi milik negara Bolivia. Gara-gara dekrit itu, penerimaan 
Bolivia disektor migas melonjak menjadi US$780 juta (sekitar Rp7 triliun) pada 
tahun 2007. Jumlah itu enam kali lipat disbanding penerimaan pada 2002. 
Bagaimana jika perusahaan asing menolak? "Mereka boleh
 pergi, " ujar Menteri Energi Andres Soliz.

  

 Di Indonesia, di bawah Bung Karno, pemerintahan Soekarno mengeluarkan 
kebijakan UU No. 86/1958 tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, 
termasuk sektor pertambangan. Selain itu, Bung Karno memberlakukan UU Nomor 44 
Tahun 1960 yang
 mempertegas pengelolaan minyak dalam kontrol Negara. Setelah itu, Bung Karno 
menyerahkan skema profit-sharing agreement (PSA) yakni 60:40, ditambah 
kebijakan lain seperti MNC wajib menyerahkan 25 persen area eksplorasi setelah 
5 tahun dan 25 persen lainnya setelah 10 tahun. Selain itu, MNC wajib 
menyediakan kebutuhan untuk pasar domestik dengan harga tetap dan menjual aset 
distribusi-pemasaran setelah jangka waktu tertentu. 

  

 Skema Bung Karno langsung disetujui oleh presiden AS saat itu, John F Kennedy, 
dan tiga raksasa minyak dunia (Stanvac, Caltex, dan Shell). Cerita sukses Bung 
Karno itu bisa dilihat dalam prestasi sektor pendidikan, yakni Tingkat melék 
huruf naik dari 10 ke 50 persen (1960). Biaya pendidikan pada masa itu juga 
sangat murah.

  

 Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kami dari Eksekutif Nasional- 
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND), menyatakan sikap sebagai 
berikut:

  

 1. Nasionalisasi perusahaan pertambangan asing untuk kepentingan pendidikan 
gratis dan berkualitas.

 2. Tinjau-ulang kontrak karya dengan seluruh KKS karena telah merugikan pihak 
Indonesia.

 3. Cabut semua paket perundang-undangan (regulasi) yang mensahkan korporasi 
asing menjarah kekayaan alam bangsa kita.

 4. Industrialisasi Nasional; Pemerintah harus memfasilitasi pembangunan dan 
penguatan Industri pertambangan Negara yang tangguh dan modern, baik di sektor 
hulu sampai ke hilir.

 Demikian release ini kami buat. Atas perhatiannya, kami ucapkan banyak terima 
kasih.

  

 (Pers Rilis, Jakarta, 22 februari 2007, EksNas-LMND)

->"So, What can we do now????"

















"Berlombalah dalam kebaikan, bersinergi dalam karya, dan berikan manfaat 
terbaik untuk seisi alam"

-------
regards,

PENDEKAR BERAS ORGANIK
 Bustan 0812 146 9036

Pusat Beras Organik :
 www.agribisnis-ganesha. com 



      
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.    
          




-----Inline Attachment Follows-----

_______________________________________________
Milis mailing list
[EMAIL PROTECTED]
http://mail.sbmitb.org/mailman/listinfo/milis_sbmitb.org
Powered by Qwords.com Web Hosting http://www.Qwords.com






      
____________________________________________________________________________________
Never miss a thing.  Make Yahoo your home page. 
http://www.yahoo.com/r/hs
  ----------

_______________________________________________
Milis mailing list
[EMAIL PROTECTED]
http://mail.sbmitb.org/mailman/listinfo/milis_sbmitb.org
Powered by Qwords.com Web Hosting http://www.Qwords.com

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke