Bung Fajar, begitulah biasanya aku menyebut namanya. ku ingat kembali masa pengenalan awalku dengannya... kontak awal melalui email pada tahun 2005.
Ketika itu, Lembaga Sastra Pembebasan sedang mempersiapkan penerbitan sebuah buku, berjudul "Tragedi Kemanusiaan 1965 - 2005; Antologi Puisi - Cerpen -Esei - Curhat". Dalam buku tersebut Bung Fajar menulis tentang kisah pengalaman hidupnya bersama ortunya, sejak periode Perjuangan untuk Kemerdekaan 1945 sampai pada "Peristiwa G30S 1965/1966", yang berjudul "Ortuku Korban Teror Suharto". juga, ia sebagai penyair menulis sebuah puisi berjudul "Satir Budaya". Alm. Bung Fajar, adalah putra ke dua dari penyair LEKRA, Alm. Rumambi. Lahir di Bojonegoro, 26 Januari 1948. Pendidikan: Universitas Sipil Bangunan - Tiongkok. Penyair, anggota milis sastra pembebasan, bermukim di Stockholm - Swedia. Dalam karyanya di buku Tragedi kemanusiaan, beliau menulis tentang Ayahnya: "Ayahku adalah orang Karo. Dia berpendidikan sekolah guru, yang setingkat dengan sekolah dasar jaman sekarang. ... Pada bulan Januari 1965 Ayahku mendapat undangan dari Universitas Peking untuk mengajar bahasa Indonesia di sana..." Salah satu karya sajak Alm. Rumambi, berjudul: "PERPISAHAN" PERPISAHAN Selamat tinggal, tanahair, segala juang, pengorbanan dan cita-cita hanya ada karena engkau ada pergiku ini bagi setiakawan internasionalisme di mana persahabatan antara bangsa-bangsa lebih cerah daripada matahari namun kau, lembah-lembah yang menghijau, nyiur-nyiur yang melambai-lambai tapi juga kau, cekungnya mata ibu-ibu dan tangis anak-anak yang membentak segala ketiduran senantiasa pedoman pemberi arah selamat tinggal, tanah tersayang segala hidup dan kerja di mana saja padamu jua. Surabaya, 7 Nov 1964 Sajak ditulis ketika meninggalkan Surabaya menuju ke Jakarta untuk 2 bulan kemudian pergi kami sekeluarga meninggalkan Indonesia dan ayah mendapat tugas mengajar ke Tiongkok. Sehubungan dengan Peristiwa Gerakan 30 September 1965 terjadi di Indonesia, ia telah menguraikan dalam curhatnya: "... Ortuku adalah korban kezaliman Suharto. Hak-haknya sebagai warga negara Indonesia telah dicabut dengan dinyatakannya bahwa paspor mereka tidak berlaku. Ayahku meninggal pada tahun 1970, sedangkan Ibuku meninggal pada tahun 1975. Sebelum meninggal perasaan sedih mereka adalah tidak bisa pulang lagi ke Indonesia..." "...Perasaan kerinduan ayahku pada Indonesia dilukiskan dalam syairnya yang dijadikan nyanyian kroncong oleh komponis terkenal almarhum Bapak Setiyoso. Judulnya adalah Hati Mengenang Tanah Airku yang selalu kurindu..." Bung Fajar telah meninggalkan kita semua, dengan pesan akhir dalam uraian curhatnya, "...Jangan lupakan tragedi nasional peristiwa berdarah yang mencapai korban jutaan manusia Gerakan 30 September 1965. Berjuang demi demokrasi dan keadilan" Juga, dalam karya puisinya yang dimuat di milis sastra pembebasan pada tgl. 29 September 2005. KAMI KENANG HARI BERDARAH INI 30 SEPTEMBER 1965 Wahai tulang tulang yang bersebaran diseluruh penjuru tanah air kita kalian semua putra putri terbaik rakyat Indonesia yang telah dibantai rezim militer fasis Suharto tanpa alasan tak sedikitpun kesalahan akan selalu kami kenang akan kami teruskan juang demi cita cita mulia membangun Indonesia merdeka, demokrasi makmur dan bahagia. Wahai tulang tulang yang bersebaran diseluruh penjuru tanah air kita yang berjumlah jutaan dibantai dihutan hutan, ditembak mati tenggelam dirawa rawa didasar jurang yang dalam dipenggal kepala kebiadaban pembunuhan massal yang terbesar sepanjang jaman diseluruh dunia algojo algojo dan otaknya masih bebas berkeliaran kemana kemana seolah olah tak bersalah apa apa mereka masih dilindungi imperialis dunia. Kami kenang hari berdarah ini 30 September 1965 kami hapus air mata walaupun masih terus berduka kami simpan terus dendam membara menempa jadi kekuatan tak terhingga berjuang , berjuang demi hari depan Indonesia yang cerah ceria berjuang , berjuang hingga setan setan yang berkuasa hancur lenyap dari bumi Indonesia. Fadjar Sitepu, anak dari Penyair Lekra Rumambi. Stockholm Swedia. Selamat Jalan Bung Fajar.... Semangat juangmu tetap kami teruskan.... Seperti pula kau nyatakan: "Bukan jalan yang mudah, pasang surut, patah tumbuh hilang berganti. Dunia baru pasti akan tiba..." MiRa, 03 Mai 2008 Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ --------------------------------- Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. [Non-text portions of this message have been removed]