Kasus Yogya, Sultan Minta Jangan Ada Dendam ; FPI Jember Bubarkan Diri 04/06/2008 08:13:48 JAKARTA (KR) - Bersamaan dengan semakin menguatnya tuntutan pembubaran Front Pembela Islam (FPI), FPI Jember membubarkan diri. Dari pihak pemerintah sendiri masih akan berkoordinasi. Kemudian terkait insiden di Monas, Polri sudah menetapkan 10 tersangka, meski belum ditangkap. Sedang terhadap kasus penyerangan markas FPI Yogya, polisi belum menetapkan tersangka.
Pernyataan pembubaran FPI Jember dibacakan ketuanya, Habib Abu Bakar, di hadapan massa Garda Bangsa yang datang ke rumahnya di Jalan Kauman Kelurahan Mangli Kecamatan Kaliwates, Jember, Selasa (3/6). Ada tiga peryataan yang ditandatangani Habib Abu Bakar dan dibacakan di depan wartawan. "Kami FPI Jember meminta maaf kepada masyarakat terkait kasus penyerangan di Monas dan mohon maaf kepada KH Abdurrahman Wahid atas sikap FPI selama ini. Kami juga menyatakan bahwa FPI Jember membubarkan diri tanpa ada paksaan dari siapa pun," kata Habib Abu Bakar. Terkait insiden Monas, Ketua FPI Pusat Habib Rizieq justru melaporkan 289 orang ke Polda Metro Jaya. Di antara mereka anggota Wantimpres Adnan Buyung Nasution, eks Ketua MPR Amien Rais, pengacara senior Todung Mulya Lubis, eks Rektor UIN Jakarta Azyumardi Azra dan istri Gus Dur, Sinta Nuriyah. "Mereka ini yang bertanggung jawab saat kerusuhan yang di Monas," ujar Rizieq ditemani pengacaranya, Achmad Michdan di Polda Metro Jaya Jl Gatot Subroto Jakarta Selatan, Selasa (3/6). Aksi Spontan Sementara itu Kapolda DIY Brigjen Pol Dr Untung S Radjab menilai aksi yang dilakukan sekelompok massa terhadap markas FPI di Dusun Ngaran Balecatur Gamping Sleman, tidak lebih dari aksi spontanitas, menyusul peristiwa yang terjadi di Cirebon dan Monas Jakarta. "Kami telah bertemu dengan wakil dari sebuah organisasi massa Yogyakarta dan mengambil kesimpulan bahwa, aksi tersebut tidak terorganisir dan dilakukan secara spontan. Terlebih saat itu massa yang melakukan penyerbuan tidak terlalu banyak," kata Kapolda DIY kepada wartawan, Selasa (3/6). Sedang Kapolres Sleman AKBP Drs Suharsono menjelaskan, guna menyelidiki kasus tersebut pihaknya telah memeriksa 5 orang saksi, yaitu Ts, Dh, Au, Nc dan TY. Hd yang mengalami luka juga telah dimintai keterangannya. Meski begitu, sampai kemarin polisi belum dapat menetapkan seorang pun sebagai tersangka dalam kasus itu. Menyikapi insiden tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta semua pihak untuk tidak melakukan tindakan anarkis ataupun tindakan lainnya dengan alasan balas dendam. "Saya kira itu tidak tepat dilakukan, dan saya mohon juga FPI bisa mengendalikan diri," katanya kepada wartawan di Kraton Kilen, Selasa (3/6). Sultan juga meminta kepada semua elemen warga masyarakat, golongan, dan kelompok kekuatan apapun di Yogyakarta, untuk tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis, apakah itu dengan asumsi balas dendam atau apapun, sebab hanya akan menimbulkan kerenggangan hubungan antarelemen di masyarakat. Terkait insiden di Monas, polisi sudah mengidentifikasi ada 10 tersangka. Namun hingga kemarin pihak kepolisian masih mencari keberadaan mereka. "Yang sudah diidentifikasi, tersangka ada 10," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (3/6). Di tempat terpisah, Kapolri Jenderal Pol Sutanto juga menyatakan akan menuntaskan insiden Monas dengan menangkap para pelakunya. "Tunggu laporan dari Polda. Penangkapan dan penahanan terhadap tersangka masih dalam upaya oleh Polda Metro Jaya," kata Sutanto di Jakarta, Selasa (3/6). Dari Senayan, Komisi III DPR-RI akan memanggil Kapolri terkait insiden Monas. Rencana ini terungkap pada pertemuan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Anti Kekerasan dan Premanisme Berbasis Agama, dengan Komisi III DPR yang dipimpin Wakil Ketuanya Soeripto dari Fraksi Keadilan Sejahtera, Selasa (3/6). "Kita sepakat untuk mengusut kasus kekerasan FPI ini, dan yang jelas kita akan panggil Kapolri," katanya. Sementara Anggota Komisi III dari FKB, Soeharno Panca Atmaja, yang mengikuti pertemuan tersebut meminta kelompok korban serangan FPI menyampaikan investigasinya agar pembelaan terhadap masalahnya lebih fokus. Juga diminta agar melakukan klarifikasi terkait dengan penemuan senjata api dalam aksi damai mereka. Pasalnya, ungkap Soeharno, siaran berita TV Selasa pagi menayangkan tentang adanya senjata api di pihak AKKBB. "Saya kepingin mengetahui sejauh mana aliansi AKKBB mengetahui tentang penemuan senjata api itu. Benarkah itu senjata api, atau senjata mainan, benarkah itu massa atau anggota AKKBB?" tanya Soeharno. Wacana Pembubaran Sementara itu wacana pembubaran FPI kian muncul di berbagai daerah. Di Yogya, PW GP Ansor DIY selain mengutuk pelaku kekerasan di Monas, juga meminta Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk membubarkan organisasi-organisasi masa (ormas) yang senang dan terbukti sering melakukan aksi-aksi kekerasan. "Jika Pemerintah tidak lagi sanggup menindak para pelaku kekerasan tersebut, GP Ansor bersama elemen lain akan mengambil langkah sendiri," tandasnya. Di Semarang, massa Ansor, Banser dan Garda Bangsa, kemarin menggeruduk Mapolda Jateng Jalan Pahlawan Semarang. Mereka meminta aparat kepolisian bertindak tegas dan menyeret pelaku penyerangan di Monas sesuai jalur hukum. Menurut Ketua Dewan Tanfidz DPW PKB DIY, H Agus Wiyarto SE, sikap FPI yang terang-terangan menantang polisi harus disikapi dengan tegas. Karena sangat melecehkan aparat penegak hukum. "Supremasi hukum harus ditegakkan apabila NKRI ingin tetap kokoh berdiri. Sikap FPI yang arogan, demonstratif, provokatif, dan anarkis tidak bisa dibiarkan terus, bahkan FPI harus dibubarkan," tegasnya. Menyikapi wacana pembekuan FPI, Mendagri Mardiyanto menegaskan pihaknya akan berkordinasi dengan Menko Polhukam Widodo AS. "Secara utuh tentu nanti dalam kapasitas Polhukam yang akan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan itu," kata Mardiyanto, ketika ditemui di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Gubernur Jawa Tengah ini juga menegaskan bahwa pembekuan FPI merupakan upaya koordinatif beberapa pihak, bukan hanya wacana dari Departemen Dalam Negeri. "Ini terkoordinasi, bukan hanya mendagri saja," katanya. Dikatakan pula bahwa langkah pembekuan suatu organisasi kemasyarakatan (ormas), harus dilakukan sesuai dengan aturan perundangan. UU No 8 Tahun 1985 tentang ormas menyatakan, pemerintah akan memberikan peringatan sebanyak dua kali kepada ormas tertentu. Hal itu akan dilakukan, katanya, sebelum meminta fatwa pembekuan kepada Mahkamah Agung tentang pembekuan organisasi tersebut. Namun Gubernur Lemhannas Muladi tak setuju ide pembubaran ormas FPI. Sebab untuk membubarkan ormas, harus dipenuhi beberapa syarat tertentu. Bahkan jika ditilik dari persyaratan itu, FPI belum memenuhi syarat pembubaran yakni melakukan makar atau terorisme. Pembubaran organisasi, menurut Muladi, diatur sebuah undang-undang yang dibuat tahun 1980. "Tapi itu sebelum reformasi. Membubarkan kewenangan Mendagri," kata Muladi, sebelum mengikuti Rakor Teknis Bendahara Partai Golkar di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto Jakarta, Selasa (3/6). Di antara syarat yang paling menentukan ormas itu bisa dibubarkan jika ormas itu melakukan makar atau terorisme. "Kalau hanya makar, belumlah. Kalau makar itu tujuannya menggulingkan presiden, baru bisa," katanya lagi. Apakah FPI sudah melakukan hal itu, Muladi menyatakan belum pada tahap tersebut. "Kalau zaman sekarang, harus melalui pengadilan dan itu pun melakukan tindak pidana terorisme. Terorisme itu melakukan kekerasan dan menimbulkan ketakutan pada rakyat secara luas," jelas Muladi. (Tim KR)