hare gene msh aje belain orang sesat?! ya pastinye lebih sesat!
Menggulung kubu pro-ahmadiyah oleh Akmal assalaamualaikum wr. wb. Allaahu akbar!!! Entah berapa kali kami bertakbir malam itu. Kami, kontingen pendukung pembubaran Ahmadiyah, langsung bersepakat menggantikan tepuk tangan dengan takbir, segera setelah duduk di tribun. Walaupun sebelumnya tidak saling mengenal, kami dapat dengan mudah saling akrab. Kali ini, segala perbedaan dikesampingkan, karena kami punya musuh bersama, yaitu Ahmadiyah dan para pendukungnya. Seorang teman bertanya, Gimana kalo kita ketemu orang-orang sepilis di sekitar studio ini? Antum mau ngapain? Ah, yang penting shalat Maghrib dulu. Ayo ke mushola. Nggak bakalan deh ketemu sama mereka di tempat shalat! demikian seloroh saya yang kemudian segera diikuti dengan tawa terbahak-bahak teman saya itu. Kenyataannya, memang kami tidak bertemu dengan seorang pun diantara mereka. Mungkin mereka shalat di tempat lain, atau mungkin tidak shalat sama sekali. Sebagian diantara mereka sudah sangat berani membagi-bagi ajaran agama menjadi sisi esoteris dan eksoteris. Tidak ada yang aneh jika mereka menomorduakan atau menomorsejutakan ibadah shalat. Ketika kami beranjak menuju studio, saya sempat melihat Abdul Moqsith Ghozali yang sedang duduk sendirian di dekat mushola. Saya tidak melepaskan pandangan darinya, sekedar ingin melihat ia shalat atau tidak. Sayangnya, posisi tempat ia duduk tidak terlihat lagi dari studio. Apa boleh buat, rasa penasaran saya tidak akan terjawab sekarang. Dikorbankan? Kesan pertama saya pada kontingen pro-Ahmadiyah sangat tidak menyenangkan. Usman Hamid, aktifis Kontras yang juga membela Ahmadiyah, datang paling awal dan duduk di tribun sendirian. Saya puji keberaniannya, namun tak pelak lagi saya merasa sangat tidak respect dengan JIL, AKKBB, dan kawan-kawannya. Terkesan seolah-olah mereka mengorbankan Usman Hamid dan Abdul Moqsith Ghozali. Sampai akhirnya acara dimulai, jumlah kontingen sangat tidak berimbang. Kubu anti-Ahmadiyah berjubel sampai-sampai sebagian terpaksa tidak duduk di tribun, sementara tribun di seberangnya kosong melompong, dan hanya terisi hampir separuh saja. Mereka benar-benar dikorbankan. Sungguh tindakan yang sangat tidak ksatria dari kalangan pro-Ahmadiyah. Argumen Kacangan Yang sangat saya sesalkan adalah munculnya argumen-argumen kacangan di forum debat yang ilmiah dan superserius seperti ini. Sebagai contoh, FPI dan MUI dituduh merasa benar sendiri karena berusaha membubarkan Ahmadiyah. Yang bicara itulah yang sebenarnya merasa benar sendiri. Pertama, karena pendapatnya didasarkan pada selera pribadinya sendiri, sedangkan FPI dan MUI tidak menggunakan standar masing-masing, melainkan dengan ayat-ayat Al-Quran dan al-Hadits. Dengan demikian, jelaslah bahwa kalangan pro-Ahmadiyahlah yang merasa benar sendiri, sementara kubu yang berseberangan tidak pernah menisbahkan kebenaran pada dirinya sendiri. Kedua, dan ini blundernya, adalah karena pihaknya adalah minoritas yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Adapun pihak yang ingin mengenyahkan Ahmadiyah bukan terbatas pada FPI dan MUI saja, melainkan juga berbagai ormas Islam lainnya dan forum ulama nasional maupun internasional. Bahkan kalau mau mengkritik MUI, maka MUI justru harus dikritik karena terlambat memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Jauh sebelumnya, Rabithah Alam Islami, organisasi ulama internasional, sudah menjatuhkan fatwa yang sama. Karena sedemikian banyak umat Islam menyepakati kesesatan Ahmadiyah, sementara yang membela hanya secuil, maka tentu yang pro-Ahmadiyah itulah yang pantas disebut merasa benar sendiri.. Bahkan Abdul Moqsith Ghozali pun tidak selamat dari argumen kacangan. Ia menyatakan Ahmadiyah memiliki aqidah yang berbeda, bukannya salah. Kalau tidak salah tentu benar. Sementara kaum sepilis sendiri selalu memaksa-maksa orang untuk mengakui kebenaran setiap agama, maka mengapa mereka tidak mengakui kebenaran Ahmadiyah saja? Lucunya, Abdul Moqsith Ghozali sendiri menyatakan dirinya tidak sepakat dengan kepercayaan Ahmadiyah. Kontradiksinya sudah terlihat jelas, dan kelihatannya segala konflik dalam akal mereka memang hanya bisa didamaikan dengan dolar. Menghindar Kedua narasumber dari kalangan pro-Ahmadiyah (yaitu Usman Hamid dan Abdul Moqsith Ghozali) sama-sama memalukan. Pada sesi pertama, yang diadu adalah Usman Hamid dan Mahendradata. Gampang ditebak, pokok pembicaraan pada sesi pertama adalah soal hukum. Konyolnya, Usman Hamid malah dengan gegabah memasuki pembicaraan tentang Sirah Nabawiyah. Menurutnya, Rasulullah saw. pun tidak membasmi nabi-nabi palsu pada jamannya. Argumen murahan semacam ini sudah dibantah oleh saudara saya, ust. Ahmad Rofiqi, di sini dan di sini.. Sebaliknya, ketika Abdul Moqsith Ghozali peraih gelar doktor di bidang tafsir Quran dari UIN Syarif Hidayatullah dihadapkan dengan ust. Adnin Armas, yang dibicarakannya justru soal hukum dan hak-hak sipil jamaah Ahmadiyah. Ia tidak ingin melangkah ke dalam pembahasan teologis, fiqih, syariah, bahkan pembicaraan soal tafsir Quran pun ditolaknya mentah-mentah. Doktor tafsir Quran yang menolak diskusi soal tafsir Quran kurang lebih sama konyolnya dengan dokter yang malas membicarakan soal pentingnya mengkonsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter. Alhasil, argumen dari kedua narasumber utama kubu pro-Ahmadiyah selalu berputar-putar tak tentu arah dan pada akhirnya hanya mempertunjukkan betapa rendahnya intelektualitas mereka. Rajin Membaca Adalah Kuncinya Beberapa kali kubu anti-Ahmadiyah terpancing untuk menyoraki kubu lawannya dengan kata-kata Baca dulu, baru komentar!, atau Makanya, banyak belajar, biar pinter! Sebenarnya saya kurang suka dengan tindakan menyoraki orang lain seperti itu. Hanya saja, memang sulit menahan keinginan untuk mengucapkan kata-kata seperti itu, terutama setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri kebodohan lawan debat. Sebagai contoh, ada yang berkomentar, Anda kok tahu banyak soal Ahmadiyah? Maksudnya, ia meragukan pengetahuan kami tentang Ahmadiyah. Padahal memang hanya mereka sajalah yang jarang mengkaji Ahmadiyah. Mereka membela Ahmadiyah, padahal mereka tak tahu apa-apa tentangnya. Sebaliknya, kubu anti-Ahmadiyah justru membawa kitab Tadzkirah sehingga bisa diperlihatkan dengan jelas betapa nistanya kitab yang dianggap suci oleh kaum Ahmadiyah itu. Lagipula, di era internet ini, tidak ada alasan untuk mengatakan tidak punya akses untuk mengenal Ahmadiyah. Saya sendiri telah men-download begitu banyak buku Ahmadiyah (termasuk Tadzkirah dalam bahasa Inggris) dari salah satu situs resmi Ahmadiyah. Yang sangat menggelikan adalah wajah mereka yang nampak tegang, bahkan ada yang pucat, ketika ust. Amidhan menjelaskan secara gamblang betapa Tadzkirah menistakan orang-orang yang tidak beriman pada Ghulam Ahmad al-kadzdzab dengan menyamakan mereka dengan babi dan pelacur. Saya pun heran mengapa mereka baru tahu mengenai hal yang sangat mencolok seperti ini. Sungguh memalukan. Minimnya Logika Logika yang mereka gunakan dalam membela Ahmadiyah benar-benar pantas untuk dikasihani. Betapa kasihannya guru-guru di sekolah jika harus melihat anak didiknya terjerumus dalam kekacauan metodologi berpikir seperti ini. Dalam sebuah kesempatan, Abdul Moqsith Ghozali mengatakan bahwa Polisi dan hukum tak bisa menghukum iman yang ada dalam dada, dan karenanya, orang yang menganut ajaran Ahmadiyah tak bisa dihukum. Ini adalah pernyataan yang sangat memalukan, apalagi jika datang dari lisan seorang doktor. Hukum, baik yang syariat maupun yang sekuler, memang sejak awal diciptakan tidak untuk menghukum apa yang ada dalam dada, melainkan apa yang lahir dari lisan dan perbuatan. Itulah sebabnya hukum pidana tidak membedakan antara pelaku kejahatan yang bertaubat maupun yang tidak. Bertaubat atau tidak, menyesal atau tidak, hukuman tetap dijalankan. Tidak ada hubungannya dengan isi hatinya. Ada pula yang memberi argumen bahwa penistaan yang dilakukan oleh Ahmadiyah tidak akan membuat Rasulullah saw. berkurang kemuliaannya. Ini adalah argumen yang sangat menyedihkan. Dalam benak saya, masalah ini bisa dianalogikan dengan cara sederhana saja. Anggaplah seseorang menuduh ibu kita sebagai pelacur, padahal beliau tidaklah demikian. Apakah tuduhan kacau itu membuat kemuliaan ibu kita menjadi berkurang? Tentu tidak. Akan tetapi, kita sebagai anak yang berbakti juga punya hak untuk marah. Demikian pula Rasulullah saw. tidak berkurang kemuliaannya hanya karena difitnah oleh kaum orientalis, dituduh sebagai plagiat oleh Guntur Romli, atau disamakan dengan manusia biasa oleh Ulil Abshar Abdalla. Akan tetapi, orang-orang yang mencintai beliau berhak dan wajib untuk marah. Allaahu akbar !!! Bubarkan Ahmadiyah !!! wassalaamualaikum wr. wb. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/