kaye'nye mirip lagu dah, bukalah topeng lhu..bukalah topeng lhu! 
barat..barat..pinter banget sandiwaranya


Menyingkap Topeng Toleransi Dunia Barat
oleh : akmal


assalaamu’alaikum wr. wb. 
Sebenarnya topeng toleransi dan paham persamaan derajat di
dunia Barat sudah tersingkap sejak dahulu.  Hanya saja, karena banyak oknum di 
belahan dunia Timur yang matanya
tertutup oleh kilau emas dan permata, maka fakta bisa direlatifkan, berita pun
bisa diatur.
Dunia sudah mengenal Barat sebagai masyarakat yang
rasialis dan fasis.  Mereka menganggap
dirinya sebagai ras terhebat, dan masing-masing bangsa pun terlibat pertempuran
tanpa henti karena alasan nasionalisme yang salah kaprah.  Segera setelah 
Charles Darwin mengumandangkan
teori bahwa bangsa Asia dan Afrika itu lebih
dekat kekerabatannya dengan monyet (sementara ras kulit putih Eropa berada di
puncak pohon evolusi), mereka bersorak sorai seolah mendapat legitimasi untuk
melakukan invasi.  Maka lautan pun
diseberangi, bangsa Eropa pun seruduk sana seruduk sini karena merasa dirinya 
paling hebat. 
Bangsa Timur sejak dulu memang lugu.  Mereka menerima pendatang dari mana pun
dengan tangan terbuka.  Sekedar untuk
berdagang tidak akan dilarang.  Bangsa
Indian yang menerima Colombus sama lugunya dengan bangsa Indonesia yang
dibohongi habis-habisan oleh VOC.  Niat
mereka yang sebenarnya sangat jauh dari urusan dagang.  Mereka memang 
memperjualbelikan hasil bumi Indonesia, tapi
tentu saja dengan memeras tenaga budak belian lokal.
Jangan heran bila dari benua Eropa lahir manusia semacam
Hitler yang menganggap ras Arya sebagai yang terbaik, sedangkan yang lain hanya
pantas jadi budaknya.  Jangan heran pula
jika Mussolini pernah sesumbar bahwa bangsa Libya harus bangga diperbudak oleh
bangsa Italia yang superior.  Kesombongan
memang menjadi bagian yang sudah terintegrasi dalam sejarah Eropa. 
Sungguh mengherankan jika kemudian muncul tuduhan kepada
dunia Islam (yang cukup identik dengan Timur) sebagai sumber dari ajaran
kekerasan di dunia ini.  Padahal Baratlah
yang sudah demikian terbiasa menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya.
Jika sebagian orang menuduh Islam telah disebarkan dengan
pedang, maka sungguh mengherankan mengapa Vatikan tidak pernah disebut sebagai
lembaga yang menyebarkan ajarannya dengan alat pencungkil mata, gergaji
pembelah tubuh manusia, pemotong lidah, penghancur kepala, pengebor vagina dan
berbagai alat lain yang digunakannya dalam kampanye inkuisisi hingga akhir abad
ke-17.  Sementara Islam dituduh
merendahkan derajat kaum perempuan, sungguh mengundang tanda tanya mengapa
jarang sekali terdengar disebutkannya fakta bahwa 85 persen dari korban praktek
inkuisisi adalah perempuan, dan sekitar 2-4 juta perempuan telah dibakar
hidup-hidup di seluruh dataran Eropa pada masa itu.  Jelaslah bahwa telah 
terjadi ketidakjujuran
yang luar biasa dalam penulisan sejarah dunia. 
Kita juga dibuat terheran-heran oleh sikap Paus Benedictus
XVI yang belum lama menjabat tapi langsung menjadi pusat perhatian, karena
orasinya yang kontroversial itu.  Dalam
ceramahnya, ia mengutip ucapan seorang kaisar yang mencela Muhammad saw. dan
ajaran yang dibawanya.  Mengutip
kata-kata orang lain tentu sah-sah saja, namun ucapan yang tendensius seperti
itu haruslah dilengkapi dengan pernyataan sikap.  Setujukah Paus Benedictus XVI 
dengan
penghinaan tersebut?  Kalau mau cari
aman, Paus tinggal menjawab “tidak, saya tidak setuju”.  Tapi ucapan itu tidak 
keluar dari lidahnya
hingga detik ini.
Sebenarnya kalau mau, Paus Benedictus XVI bisa lebih
menjelaskan posisinya dengan mengutip kata-kata seorang pendahulunya, yaitu
Paus Urbanus II.  Paus Urbanus II adalah
Paus yang memimpin umatnya saat Perang Salib dahulu.  Seruannya yang terkenal 
adalah : “Killing
these godless monsters was a holy act.  It was a Christian duty to exterminate 
this vile race from our lands.”
(Membunuh monster-monster tak bertuhan ini adalah suatu tindakan suci.  Adalah 
sebuah kewajiban Kristiani untuk
melenyapkan ras jahat ini dari wilayah kita).  Dengan demikian, semua orang 
akan langsung yakin dengan pendirian sang
Paus.  Wajar jika Paus Benedictus XVI
memiliki pandangan yang mirip dengan Paus Urbanus II, meskipun ‘kemasannya’
berbeda.  
Belum terlalu lama rasanya dunia diguncang oleh berita
karikatur Nabi Muhammad saw. di media massa Denmark.  Baru-baru ini malah 
dilangsungkan perlombaan
membuat karikatur Rasulullah saw., seolah ingin mengejek ketersinggungan umat
Islam tempo hari.  Memang begitulah
mereka, menganggap agama orang lain sebagai olok-olok belaka.  Sejak awal 
mereka memang merasa lebih baik
daripada yang lain.
 
Toleransi adalah suatu hal yang sebenarnya tidak mereka
kenal dengan baik.  Jika memang toleran,
mereka akan memaklumi pilihan orang lain yang berbeda dengan pilihan
mereka.  Kenyataannya, mengenakan jilbab
saja dilarang di negeri Perancis yang mengaku serba bebas.  Semua orang bebas 
berbuat apa saja, asal
sesuai dengan keinginan mereka.  Kebebasan macam apa ini? 

Saya pernah berdebat dengan seseorang yang
sekarang sedang berkuliah di Inggris.  Awalnya mulutnya sungguh manis.  Ia 
menyebut Islam sebagai agama yang indah.  “Islam itu indah,” katanya.  Lambat 
laun, ketika sedang mendiskusikan soal
RUU APP, ia melecehkan RUU APP dengan mencela pemimpin bangsa yang (menurutnya
sendiri) merasa terangsang jika melihat pusar perempuan.  Tidak setuju dengan 
RUU APP boleh-boleh saja,
namun menuduh yang bukan-bukan terhadap pemimpin bangsa yang melarang warganya
untuk mengumbar pusar perempuan adalah suatu penghinaan bagi umat Islam, karena
Rasulullah saw. adalah salah satu pemimpin yang melakukan pelarangan
tersebut.  Kalau ia menertawakan pemimpin
bangsa Indonesia yang berpikir seperti itu, maka artinya ia sama saja 
menertawakan Rasulullah
saw.  Maka jelaslah mulut manisnya itu
tidak terlalu handal untuk menutupi belatung di pangkal lidahnya.  Tidak ada 
toleransi dalam akalnya.  Baginya, umat Islam selalu dianggap
bodoh.  Beginilah akibatnya jika alam
pikiran sudah dicekoki logika ala Barat yang sarat dengan kesombongan. 

Belum lama ini saya juga terlibat dalam sebuah perdebatan
dengan seorang perempuan di Multiply.  Di sebuah forum umum,
kata-katanya terdengar sangat moderat, meskipun menurut saya ia hanya
berputar-putar tanpa pernah memberikan jawaban yang pasti.  Semua argumennya 
bersifat normatif dan tak
bisa dipertanggungjawabkan di lapangan.  Belakangan ia mengirim pesan pribadi 
pada saya mengomentari insiden
pelecehan Nabi Muhammad saw. di Denmark.  Apa katanya?  “Soal fakta di Denmark 
dan
Paus, kalau memang anda benar, selamat. Saya jadi tambah pengetahuan, tapi itu
tidak mengganggu saya. Saya setuju-setuju saja dengan tindakan mereka disana, 
karena
mereka tidak diikat hukum islam kok.” (telah terjadi sedikit perubahan pada
kalimat untuk mengadaptasi dari bahasa pembicaraan non-formal menjadi bahasa
tulisan formal, tapi insya Allah makna aslinya tidak berubah).
Jadi, menurut logikanya sendiri, warga negara yang tidak
terikat hukum Islam bebas mencela agama Islam.  Demikian juga warga negara yang 
tidak terikat hukum Katolik bebas
mencaci maki Katolik, demikian juga agama Protestan, Hindu dan Budha.  
Beginikah hasil dari pemikiran seorang
manusia yang paham akan ajaran toleransi?  Sementara di forum umum ia terus 
mengatakan bahwa dirinya sedang
mengajarkan cara berbeda pendapat yang baik, tapi di belakang layar ia
menunjukkan diri sejatinya. 
Beginilah warisan pemikiran nenek moyang bangsa
Barat.  Tanpa toleransi, tidak menghargai
perbedaan, tidak ada empati, dan tidak menganggap bangsa lain sederajat
dengannya.  Umat agama mana pun, kalau
sudah silau dengan falsafah hidup Barat, maka tidak bisa menghindar dari
penyakit menular yang bernama kesombongan.  Berteman pandai besi akan terpercik 
api, berteman pedagang parfum tentu
akan kebagian harumnya.  Dengan siapakah
Anda berteman sekarang?
wassalaamu’alaikum wr. wb.


      

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke