Boleh memberi komentar?

Memang dengan logika formal (logika sederhana, logika awam) yang digunakan cak 
Nun kita digiring untuk menyetujui Al-Dinu al-Islam sebagai suatu agama yang 
berlaku padanya kaidah theologis: agamamu adalah agamamu, demikian pula agamaku 
adalah agamaku (Bukan "Lakum diinnukum wa liyadiin" -- menurut pemahaman saya 
pribadi). 

Masalah agama adalah masalah budaya dan tradisi hidup manusia yang 
bermasyarakat. Di dalamnya menyangkut kultus kekuasaan, kontemplasi psikologis 
dan ritual transendensi yang yargon mudahnya adalah problematika KEPERCAYAAN di 
atas dasar dogma-dogma theologis. Karenanya adalah benar bahwa soal agama tidak 
perlu didiskusikan dan diomongkan nanti bisa menyinggung perasaan orang selain 
diri sendiri.

Persoalan benar dan salah suatu agama ya bergantung kepada KEPERCAYAAN 
seseorang terhadap agama.  Apa yang dikatakan oleh para liberalis, 
fundamentalis, modernis dalam bidang theologi itu adalah usaha-usaha mereka 
untuk berebut charisma dan wibawa theologis. Dalam hal ini saya tidak berminat.

Salam semuanya



  ----- Original Message ----- 
  From: si pitung 
  To: ppiindia@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, July 23, 2008 6:10 AM
  Subject: Re: [ppiindia] Perbedaan agama dan istri tetangga


  itulah mengapa saya berusaha menghindarkan diri dari pembahasan2 mengenai 
teologi atau kitab suci agama lain.
  Tp terkadang ada saja orang yg 'memaksa' & keukeuh mengajak diskusi dg 
embel-embel mencari kebenaran sejatilah apalah itulah. Pdhl saya sama sekali 
tdk melihat niat baik dibalik ajakan diskusi mengenai teks kitab suci agama 
orang lain.

  ah saya lebih fokus dg penjelasan kyai mbelink ini, coba simak:
  "Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. Dan itulah sebabnya ia
  menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau meyakini bahwa
  Islam itu benar ngapain dia jadi non-Islam? Demikian juga, bagi orang
  Islam, agama lain itu salah, justru berdasar itulah maka ia menjadi
  orang Islam. Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja
  didalam hati, jangan diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan
  seminar atau pertengkaran"

  hehe..lucunya orang liberal malah mengatakan semua agama adalah benar, menuju 
Tuhan yg sama. 
  contoh:

  Prof. Dr. Nurcholish Madjid:
  Umat Islam pun diperintahkan untuk 
  senantiasa menegaskan bahwa kita semua, para penganut kitab suci yang 
  berbeda-beda itu, sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa, dan sama-sama 
pasrah 
  (muslimun) kepada-Nya.

  Dr. Alwi Shihab :
  Prinsip lain 
  yang digariskan oleh Al Quran, adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang 
  berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan, dengan begitu, layak 
  memperoleh pahala dari Tuhan. 

  Ulil Abshar Abdalla, Kordinator JIL (Jaringan Islam Liberal):
  Semua 
  agama sama. 
  Semuanya menuju jalan kebenaran. 
  Jadi, Islam bukan yang 
  paling benar. 

  (sumber : Menangkal BahayaJIL 
  dan FLAPenulis:Hartono Ahmad Jaiz Agus Hasan 
  Bashori)

  Bagaimana menjelaskan komentar orang-orang ini???

  ----- Original Message ----
  From: Satrio Arismunandar <[EMAIL PROTECTED]>
  To: ppiindia@yahoogroups.com; HMI Kahmi Pro Network <[EMAIL PROTECTED]>; 
Syiar Islam <[EMAIL PROTECTED]>
  Sent: Tuesday, July 22, 2008 11:55:32 PM
  Subject: [ppiindia] Perbedaan agama dan istri tetangga

  Posted by: "Bambang L. Gambiro" [EMAIL PROTECTED] net.id 
  Sat Jul 19, 2008 7:18 pm (PDT) 

  ----- Original Message ----- 
  From: Afrizal chaniago 

  Ini diperoleh dari milis tetangga, semoga bermanfaat

  KOESBANDRIO

  From: syamsi kusyanti 
  Kiriman: Ifan

  Di milis ini kerap kita jumpai posting berbau agama. Atau perdebatan yang 
menjurus pada perdebatan soal agama. Kadang perdebatannya begitu panas. 
Sindir-menyindir atau ejek mengejek. Buat saya itu menyedihkan.

  Saya teringat waktu lebih dari 15 tahun yang lalu belajar di Jogja. Waktu 
itu, tiap Rabu malam, saya dan teman-teman memilih nglurug ke patang puluhan, 
rumahnya Cak Nun, ini panggilan akrabnya penyair dan kiai mbeling Emha Ainun 
Nadjib. Kita bikin forum melingkar di situ. Biasanya kita bicara soal kesenian 
atau kebudayaan, tapi juga ngobrolin soal keagamaan.

  Forum itu diprakarsai oleh Sanggar Shalahuddin. Komandannya anak Solo, 
Nasution Wahyudi. Ini nama asli Jawa, nggak ada hubungannya dengan Nasution 
yang dari Medan. Pesertanya juga tidak cuma mahasiswa atau pemuda yang beragama 
Islam. Pendek kata, pemeluk berbagai agama berkumpul melingkar disitu.

  Suatu malam, Cak Nun tanya pada kami di forum itu.

  "Apakah anda semua punya tetangga?"

  Wah, saya sebenarnya belum punya. Tetapi saya anak kost, tentu saja kamar 
sebelah saya bisa disamakan dengan tetangga. Tetangga kost. Jadi saya 
ikut-ikutan saja menjawab : "Tentu saja punya".

  Cak Nun melanjutkan bertanya : "Punya istri enggak tetangga Anda?"

  Sebagian hadirin menjawab : "Ya, punya dong". Saya diam saja. Rasanya 
tetangga kost saya bujangan semua. Kebanyakan jomblo. Maklum anak desa. Nggak 
pede ngajak pacaran teman kampusnya.

  Yang menarik adalah pertanyaan berikutnya : "Apakah anda pernah lihat kaki 
istri tetangga Anda itu? Jari-jari kakinya lima atau tujuh? Mulus atau ada 
bekas korengnya ?"

  Saya mulai kebingungan. Nggak ngeh sama arah pembicaraan Cak Nun.

  Kebanyakan menjawab : "Tidak pernah memperhatikan Cak. Ono opo Cak?"

  Cak Nun ndak peduli. Dia tanya lagi : "Body-nya sexy enggak?"

  Kami tak lagi bisa menahan tertawa. Geli deh. Apalagi saya yang benar-benar 
tidak faham arah pembicaraan sang Kiai mbeling itu.

  Cuma Cak Nun yang tersenyum tipis. Jawabannya bagus banget. Dan ini 
senantiasa saya ingat sampai hari ini. Sebuah prinsip pergaulan untuk sebuah 
negeri yang memilih Pancasila : "Jadi ya begitu. Jari kakinya lima atau tujuh. 
Bodynya sexy atau tidak bukan urusan kita,kan? Tidak usah kita perhatikan, tak 
usah kita amati, tak usah kita dialogkan, diskusikan atau perdebatkan. Biarin 
saja".

  "Kenapa cak?" salah satu teman bertanya, penasaran.

  "Ya apa urusan kita ? Nah, keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri 
orang lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, 
mana yang lebih unggul atau apapun. Tentu, masing-masing suami punya penilaian 
bahwa istrinya begini begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah 
disimpan didalam hati saja".

  Saya pun menangkap apa yang dia maksudkan. Saya setuju dengan pandangan Cak 
Nun.

  Dia melanjutkan serius : "Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. Dan 
itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau meyakini 
bahwa Islam itu benar ngapain dia jadi non-Islam? Demikian juga, bagi orang 
Islam, agama lain itu salah, justru berdasar itulah maka ia menjadi orang 
Islam. Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja didalam hati, jangan 
diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran.

  Biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan jagalah kemerdekaan 
masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai istrinya masing-masing, tak 
usah rewel bahwa istri kita lebih mancung hidungnya karena Bapaknya dulu 
sunatnya pakai calak dan tidak pakai dokter, umpamanya. Dengan kata yang lebih 
jelas, teologi agama-agama tak usah dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada 
keyakinannya. "

  Mengasyikkan. Saya kagum dibuatnya.

  Cak Nun terus berkata : "Itu prinsip kita dalam memandang berbagai agama. 
Sementara itu orang muslim yang mau melahirkan padahal motornya gembos, silakan 
pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik untuk mengantar istrinya ke 
rumah sakit. Atau, Pak Pastor yang sebelah sana karena baju misanya kehujanan, 
padahal waktunya mendesak, dia boleh pinjam baju koko tetangganya yang NU 
maupun yang Muhamadiyah. Atau ada orang Hindu kerjasama bikin warung soto 
dengan tetangga Budha, kemudian bareng-bareng bawa colt bak ke pasar dengan 
tetangga Protestan untuk kulakan bahan-bahan jualannya.Begitu. "

  Kami semua terus menyimak paparannya.

  "Jadi ndak usah meributkan teologi agama orang lain. Itu sama aja anda ngajak 
gelut tetangga anda. Mana ada orang yang mau isterinya dibahas dan diomongin 
tanpa ujung pangkal. Tetangga-tetangga berbagai pemeluk agama, warga berbagai 
parpol, golongan, aliran, kelompok, atau apapun, silakan bekerja sama di bidang 
usaha perekonomian, sosial, kebudayaan, sambil saling melindungi koridor 
teologi masing-masing. "

  "Kerjasama itu dilakukan bisa dengan memperbaiki pagar bersama-sama, bisa 
gugur gunung membersihkan kampung, bisa pergi mancing bareng bisa main gaple 
dan remi bersama. Tidak ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik, 
kamituwonya Hindu, kebayannya Gatholoco, atau apapun. Itulah lingkaran tulus 
hati dangan hati. Itulah maiyah," ujarnya.

  Ketika mengatakan itu nada Cak Nun datar, nyaris tanpa emosi. Tapi serius dan 
dalam. Saya menyimaknya sungguh-sungguh. Dan saya catat baik-baik dalam hati 
saya. Sayangnya dunia memang tidak ideal. Di Ambon dan Palu, misalnya saya 
lihat terlalu banyak orang usil mengurusi isteri tetangganya. Begitu juga di 
berbagai tempat di dunia. Di Bosnia. Atau yang paling baru di Irak dan 
Afghanistan. Akibatnya ya perang dan hancur-hancuran. Menyedihkan. Sangat 
menyedihkan.

  - 
  Regards,
  Syamsi Kusyanti 
  /terms/

  [Non-text portions of this message have been removed]



   
No virus found in this incoming message.
Checked by AVG - http://www.avg.com 
Version: 8.0.138 / Virus Database: 270.5.4/1566 - Release Date: 22-7-2008 6:00


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke