> > >To: <mailto:islamliberal%40yahoogroups.com>[EMAIL PROTECTED]; ><mailto:KNU-AS-Kanada%40yahoogroups.comFrom>[EMAIL PROTECTED]: > Tue, 2 Sep 2008 08:25:28 -0700Subject: <JIL> Puasa hari pertama di Boston > >Puasa hari pertama di Boston > >PUASA di Boston tahun ini membawa sebuah kejutan yang tak pernah saya duga >dan sekaligus sangat mengharukan. Beberapa hari sebelum puasa mulai pada >Senin lalu 1/9, saya mengirim undangan buka puasa hari pertama untuk >merayakan dimulainya bulan Ramadan. Undangan itu saya kirim ke teman-teman >dekat saya yang tinggal di apartemen yang sama. Saya adalah satu-satunya >keluarga Indonesia, dan sekaligus satu-satunya keluarga Muslim di >apartemen itu. Selebihnya adalah keluarga Kristen dengan pelbagai >denominasinya. > >Sebagian besar yang tinggal di sana adalah keluarga Amerika, tetapi ada >juga satu keluarga Korea dan seorang profesor bujangan asal Zimbabwe. >Suasana kekeluargaan di gedung apartemen saya itu sangat kuat sekali. >Secara informal, saya kerap "ngobrol" dengan mereka mengenai isu-isu >agama. Karena tahu saya seorang Muslim, mereka tertarik belajarpelbagai >aspek tentang ajaran Islam dari saya. Kurt Walker, seorang Amerika kulit >putih yang tinggal persis di samping apartemen saya, tertarik untuk >belajar banyak hal mengenai Islam. Dia adalah mahasiswa teologi dan calon >pendeta. > >Beberapa waktu lalu, dia diminta untuk memberikan ceramah dalam sebuah >pertemuan tahunan para pendeta di Vermont. Dia diminta untuk berbicara >mengenai konsep keadilan dalam Kristen dan Islam. Selama mempersiapkan >ceramah itu, diabanyak sekali diskusi dan "ngobrol" dengan saya. Minat >Kurt yang besar pada Islam bermula dari obrolan santai dengansaya. > >Semester musim semi tahun ini dia mengambil sebuah mata kuliahtentang >Islam yang diampu oleh Dr. Fareed Essack, seorang sarjana Muslim yang >cukup terkenal dari Afrika Selatan. Minat Kurt terhadap Islam bukan >dilandasi oleh "motif apologetis", yakni mempelajari agama lain untuk >mencari kelemahan-kelemahan di sana dan pada gilirannya melakukan >"serangan mematikan" atas agama itu seperti selama ini dilakukan oleh kaum >apologetis baik di pihak Kristen atau Islam. Dia seorang Krist en yang >sangat saleh, tetapi dia dengan sungguh-sungguh ingin belajar mengenai >tradisi agama lain dengan simpati yang jujur. Pada Kurt, saya menemukan >teman dialog yang sangat menyenangkan. Sayabelajar banyak hal tentang >Kristen, terutama mengenai tradisi kaum Kristen puritan di kawasan negara >bagian Massachusetts. Saat ngobrol dengan Kurt, kadang-kadang teman-teman >lain yang tinggal di gedung sama bergabung. > >Saya kirimkan undangan buka puasa hari pertama itu kepada empat teman satu >apartemen yang saya anggap paling dekat dengan saya. Ienas Tsuroiya, >isteri saya, dengan penuh semangat menyiapkan masakanuntuk buka hari itu. >Dia menyiapkan nasi uduk, ayam goreng, kerupukbawang, sambal terasi, >puding, dan sandwich. Makanan yang terakhir initerpaksi disiapkan oleh >isteri saya sebagai semacam "exit plan" kalau-kalau teman-teman bule itu >tak menyukai nasi uduk. > >HARI pertama bulan puasa kali ini mengejutkan karena beberapa jam >menjelang "bedug buka" (tentu di Boston tak ada bedug; tetapi bedug selalu >hadir secara "mental" dalam benak saya), Kurt memberi tahu saya bahwa dia >ikut puasa hari itu. Ha?! Saya sungguh terperanjat, sebab saya tak pernah >berharap dia bertindak hingga "sejauh" itu. Dia bilang, dia ingin >menunjukkan solidaritas pada saya sebagai satu-satunya orang Muslim di >gedung apartemen itu. Dia juga ingin merasakan bagaimana "penderitaan" >seorang yang sedang berpuasa. "I want to know how it feels like to be a >Muslim," kata dia. > >Ada anekdot kecil yang diceritakan oleh Kurt selama dia puasa pada hari >itu. Dia mengatakan dengan terus terang kepada keluarganya bahwa hari itu >dia ingin menghormati seorang tetangganya yang Muslim (yakni keluarga >saya) dan ikut puasa. Dia juga memberi tahu kedua anak kembarnya yang >masih berumur 6 tahun tentang apa itu puasa dan apa maknanya bagi seorang >Muslim. Yang lucu, beberapa kali kedua anaknya itu menggoda dia dengan >memamerkan makanan-makanan kesukaannya selama dia berpuasa hari itu. Saya >tertawa mendengar anekdot itu. > >Tahun ini, bulan puasa jatuh di ujung musim panas, sehingga waktu >sianglebih panjang ketimbang malam. Waktu Imsak masuk pukul 4:37 am dan >Subuh 4:47 am. Sementara itu matahari terbenam pada pukul 7:22 pm. Dengan >demikian, total waktu puasa selama satu hari hampir 16 jam, jauh lebih >panjang dari waktu puasa di Indonesia. Dua tahun mendatang, sudah pasti >bulan puasa akan jatuh persis ditengah-tengah musim panas, sekitar bulan >Juni-Juli. Sebagaimana kita tahu, waktu siang pada musim panas jauh lebih >panjang. Pada puncakmusim panas, waktu Subuh masuk kira-kira pukul 3:30 >am, dan Maghrib nyaris mendekati pukul 8:30 pm. Bisa dibayangkan betapa >beratnya melaksanakan ibadah puasa pada musim panas di negeri-negeri empat >musim seperti Amerika. Teman-teman Amerika terheran-heran bagaimana kami >bisa menahan makandan minum sepanjang itu. Saya bilang pada mereka, dengan >latihan sejak kecil, puasa menjadi sama sekali tak berat. Setelah menjajal >sendiri puasa selama satu hari, Kurt, teman sa ya itu, menjadi tahu betapa >ritual puasa tak mudah dilaksanakan oleh umat Islam, apalagi di >tengah-tengah masyarakat yang sebagian besar bukan Muslim seperti Amerika. > >KEKHAWATIRAN isteri saya bahwa jangan-jangan orang bule tak menyukainasi >uduk meleset sama sekali. Seluruh masakan yang dihidangkan olehIenas, >isteri saya, ludes sama sekali. Saat menyantap nasi uduk, anak perempuan >Kurt berkata, "Dad, the rice is yummy, I like it." Tentu isteri saya >senang bukan main karena masakannya mendapatkan sambutan positif dari >lidah orang bule. Malam itu, isteri saya menyediakan piring yang khas dan >sudah tentujarang dilihat oleh orang Amerika. Yaitu piring rotan dengan >alas daun pisang yang dipotong begitu rupa sehingga berbentuk bundar. >Sekedar catatan: daun pisang tidak mudah didapat di kota Boston. Di >kampung dulu, ibu saya tinggal mengambilnya dari kebun di belakang rumah. >Tetapi di Boston, daun pisang adalah benda berharga. Makan nasi uduk, ayam >bakar, sambal terasi dan kerupuk dengan piringrotan beralaskan daun pisang >-- tentu ini pengalaman eksotik bagi orang "bule". > >Malam itu kami menyantap makanan sambil duduk melingkar disekitar api >unggun kecil yang disiapkan oleh isteri Kurt. Karena hari cerah, saya >sengaja mengadakan buka puasa di ruang terbuka di halaman rumput yang ada >di depan apartemen. Seraya menyantap makanan kami berdiskusi tentang apa >saja, termasuk tentang "filosofi puasa" sebagaimana dipahami oleh umat >Islam. Sekitar pukul 10 malam, kami bubaran dan masuk ke apartemen >masing-masing. Saya menonton pertandingan tennis Piala US Open sebentar, >lalu membaca "The Prophet and the Messiah: An Arab Christian's Perpsective >on Islam and Christianity" karangan Chawkat Moucarry. Tak berapa lama, >saya jatuh tertidur karena kelelahan. Saya bangun kembali beberapa jam >menjelang waktu sahur untukmelaksanakan salat tarawih. Saya memang orang >NU, tetapi selama ini saya sel alu salat tarawih versi Muhammadiyah, yaitu >sebelas raka'at,bukan dua puluh tiga. Hari itu sangat mengesankan buat >saya, terutama karena simpati teman saya yang beragama Kristen itu. >Pelajaran yang saya petik dari sana: membangun jalan dialog dengan agama >lain sangat mungkin asal kita mau membuka diri dan tidak mengembangkan >mentalitas "serba curiga" pada agama lain. > >Ulil Abshar Abdalla > >[Non-text portions of this message have been removed]
[Non-text portions of this message have been removed]