Untuk Direnungkan: Montir yang menjadi Filsuf

Ada seorang montir yang suatu hari merasa dirinya lebih cocok jadi seorang 
filsuf, dia belajar filosofi sambil sementara itu rajin bekerja. Lalu lambat 
laun karena banyak membaca karya-karya para filsuf, maka dia merasa bahwa 
dirinya juga ditakdirkan sebagai seorang filsuf.

Akibatnya dia makin kurang menggunakan keterampilannya sebagai montir, malah 
dia lebih banyak berceloteh filosofi daripada bekerja. Akibatnya, yang tadinya 
dia montir terkenal yang banyak pelanggannya, lambat laun para pelanggan 
meninggalkan dia.

Sayangnya montir tersebut tidak merasa ada yang salah dengan dirinya, malahan 
dia pikir bengkelnya menjadi sepi karena bengkelnya kurang kreatif. Maka dia 
mulai menciptakan suatu kreasi-kreasi baru untuk bengkelnya. Dia mulai 
menciptakan alat-alat ukur/test untuk mobil-mobil pelanggannya di masa yang 
akan datang.

Tanpa disadarinya otaknya telah tercemar oleh karya-karya para filsuf. Maka dia 
mulai membuat alat-alat test untuk mobil-mobil tersebut dengan konsep-konsep 
filosofi. Dan dia berhasil membuat alat tersebut yang secara tekhnis otomotif 
adalah inovasi. Karena sebelumnya, belum pernah ada montir yang membuat alat 
test seperti itu.

Beberapa kawan montir dia ada yang memuji, mencela, mempertanyakan, meledek 
inovasi tersebut. Karena si montir sangat yakin dengan hasil karyanya dan juga 
semenjak dia mempelajari filosofi maka dia memiliki watak baru yang senang 
marah-marah, maka semua tanggapan teman-teman montirnya cuma dijawab dengan 
amarah.

Ada beberapa pelanggan yang memberanikan diri untuk mencoba di test menggunakan 
alat ukur/test kreasi baru dari si montir tersebut. Ternyata dengan alat 
barunya menghasilkan hasil pengukuran yang mengejutkan, lain dari yang lain. 
Terutama karena hasil pengetestan tersebut menyatakan bahwa; mobil tersebut 
tidak mempunyai nilai filosofi. Maka para pelanggan tersebut cuma bisa 
terbengong-bengong.

Sebelum sempat bengongnya hilang, si montir tersebut meminta bantuan kepada 
teman-teman montirnya yang masih setia untuk segera mereparasi mobil tersebut, 
agar mempunyai nilai filosofi dengan arahan dari si montir.

Hasil daripada reparasinya mobil tersebut menjadi sangat filosofis. Si pemilik 
mobil dengan heran dan berat hati terpaksa menerima mobilnya dalam keadaan 
begitu. Tetapi apa daya karena dia sudah membayar harga yang mahal dan dia 
merasa ini memang kebodohan dirinya kenapa dia merelakan mobilnya untuk di test 
dengan alat baru tersebut.

Sewaktu dia mengendarai mobil itu pulang ke rumah, memang benar mobilnya sudah 
menjadi seorang filsuf lebih banyak berpikir daripada berjalan, alias 
mogok-mogok melulu.



      Need a holiday? Check out Yahoo!Xtra Travel - http://nz.travel.yahoo.com/

Kirim email ke