*Siaran Pers*** *Yayasan LBH Indonesia***
*No**mor** 01**9**/SP/YLBHI/IX/2008** ** *** *RUU Pornografi Harus Sinkron Dengan Undang-Undang Lainnya* Rencana DPR mengesahkan RUU Pornografi menjadi undang-undang pada Rabu, 23 September 2008, kemungkinan besar akan batal, menyusul keberatan sejumlah pihak atas materi yang tercantum dalam RUU tersebut. RUU Pornografi, yang sebelumnya sempat dinamakan RUU Antipornografi dan Antipornoaksi, keberadaannya memang selalu mengundang polemik di masyarakat. Diyakini bahwa keberadaan dan sejumlah materi yang tercantum dalam RUU Pornografi tersebut melanggar prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia, terutama hak-hak dasar kaum perempuan. *Kami menilai bahwa pembahasan RUU Pornografi yang telah dilakukan selama ini tidak sinkron dengan keberadaan dan prinsip-prinsip yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan lainnya di Indonesia* (Kertas Posisi terlampir). Hal itu terutama berkaitan dengan pendefinisian istilah *pornografi *yang kami nilai terlalu luas dan sulit diterapkan di masyarakat. Terutama sekali pada kalimat "*nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat" *yang faktanya bahwa nilai budaya masyarakat berlainan di setiap wilayah. Pasal 1 ayat (1) RUU Pornografi mendefinisikan pornografi sebagai, " materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar *nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat*." Selain itu juga kami menilai bahwa keberadaan *RUU Pornografi secara nyata-nyata telah mengabaikan prinsip-prinsip dan ketentuan hukum menyangkut materi pornografi yang sebetulnya sudah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia*. Materi pornografi anak sudah tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; berkaitan dengan penyebaran materi melalui informasi dan dokumen elektronik sudah tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; materi-materi lain tentang kesusilaan, misalnya, telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti dalam Pasal 289 KUHP yang menyatakan: "*Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun*." ** *Kami meminta supaya pembentuk undang-undang melakukan sinkronisasi atas keberadaan dan materi RUU Pornografi dengan undang-undang lain yang ada di Indonesia. Lebih tepat jika sepanjang menyangkut perbuatan-perbuatan pidana, diatur dalam KUHP. * * * *Jakarta, 23 September 2008* *Yayasan LBH Indonesia* *Badan Pengurus * *Agustinus Edy Kristianto*** *Direktur Publikasi dan Pendidikan Publik* *Kertas Posisi* *Catatan Singkat Atas RUU Pornografi* *A Patra M Zen*** *Ketua Badan Pengurus*** *Yayasan LBH Indonesia*** **** *Pengantar*** Di banyak negara, masalah pornografi memang diatur dalam dalam undang-undang. Pendefinisian pornografi dan muatan yang diatur mestidilakukanlewat pertimbangan yang serius agar tidak menimbulkan masalah dalam penerapannya. Apa yang disebut dengan *pornografi* sangat bergantung dari pandangan individu. Definisi ini bisa berbeda antara satu budaya masyarakat dengan budaya masyarakat yang lain. Istilah ini pun dapat berbeda dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pengaturan dalam undang-undang diperlukan terutama untuk material-materialyang secara sengaja diproduksi untuk tujuan memenuhi birahi seksual ( *sexual arousal*) konsumennya. Pengaturan juga ditujukan untuk melindungi kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak. Dengan demikian, bisa saja pengaturan dan sanksinya dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau *criminal law*, antara lain seperti di Kanada (1951) yang mengatur pornografi yang melibatkan anak-anak. Di negara ini dibentuk The Committee on Sexual *Offences against Children and Youth (the Badgley Committee) *dan *the Special Committee on Pornography and Prostitution (the Fraser Committee) *untuk melakukan pengawasan. Section 163.1 of the *Criminal Code* Kanada yang diterbitkan pada 1993. memuat definisi pornografi anak, yakni: *"(1) visual representations of explicit sexual activity involving anyone under the age of 18 or depicted as being so; (2) other visual representations of a sexual nature of persons under the age of 18; and; (3) written material or visual depictions that advocate or counsel illegal sexual activity involving persons under that age."* Aturan yang hampir sama dapat ditemukan di Inggris, yakni *Section 160 Criminal Justice Act *(1988), yang mengatur pornografi anak-anak dibawah 16 tahun. Selain itu, Inggris memiliki the *Obscene Publications Act* (1959) yang mengatur publikasi material yang memuat pornografi. A. *Definisi yang Amat Luas* Di Indonesia, definisi pornografi dalam Pasal 1 ayat (1) RUU Pornografi sebagai berikut: "Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat." Definisi di atas sangat luas dan sulit untuk diterapkan, apalagi ditambah dengan anak kalimat *nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat*, karena seperti dikemukakan di bagian awal, nilai-nilai budaya masyarakat berlainan di masing-masing wilayah. B. *Materi dan Sanksi Pidana Sudah Diatur dalam UU yang Telah Berlaku* Selanjutnya, jika melihat ketentuan pidana yang diatur dalam UU ini, maka UU ini pada dasarnya mengatur masalah publikasi materi pornografi dan pornografi melibatkan anak-anak. * * *Tabel* *Sanksi Pidana dalam RUU Pornografi* *No.* *Pasal* *Unsur Tindak Pidana* *Pidana* 1. Pasal 30 Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). 1. Pasal 31 Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 1. Pasal 32 Setiap orang yang melibatkan anak pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). 1. Pasal 33 Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 1. Pasal 34 Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi pidana paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) 1. Pasal 35 Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). 1. Pasal 36 Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 1. Pasal 37 Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). 1. Pasal 38 Setiap orang yang mempertontonkan diri atau dipertontonkan dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya dipidana dengan pidana penjara lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 1. Pasal 39 Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 1. Pasal 40 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37, dan Pasal 38 melibatkan anak dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37, dan Pasal 38 ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya. *Sumber*: *Diolah dari RUU Pornografi*. Sejumlah muatan dalam RUU Pornografi pada dasarnya, telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah berlaku. Berikut ini contoh-contoh materi muatan dalam RUU Pornografi yang pada prinsipnya sudah diatur dalam undang-undang yang lain. *Muatan RUU Pornografi telah diatur dalam UU Perlindungan Anak*** Khusus untuk pengaturan pornografi anak dalam RUU Pornografi, materi yang diatur, pada dasarnya telah dimuat dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ketentuan pidana dalam UU Perlindungan Anak secara luas telah mengatur sanksi pidana terhadap kejahatan terhadap anak, termasuk diskriminasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan ancaman kekerasan, penganiayaan, pemaksaan persetubuhan, perbuatan cabul, memperdagangkan, menjual atau menculik anak, serta mengeksploitasi seksual anak dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.** Sebagai tambahan materi tersebut juga telah dimuat dalam *the Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children Prostitution and Child Pornography*, dimana Indonesia pada 24 September 2001 tercatat sebagai Negara Pihak yang menandatangani Protokol Opsional ini. ** *Muatan RUU Pornografi Sudah Dimuat dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik*** Berkaitan dengan penyebaran informasi dan dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan juga sudah diatur dalam UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.** Dalam UU tersebut, setiap orang yang memenuhi unsur tindak pidana, dipidana paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.** ** *C.* *Penyempurnaan KUHP*** Sejumlah muatan dalam RUU Pornografi pada dasarnya sudah dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, antara lain: pasal-pasal yang berkaitan dengan perbuatan cabul. Pasal 289 KUHP menyatakan: "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."** Jika terdapat tindak pidana berkaitan dengan kehormatan kesusilaan yang masih perlu diatur, tentu lebih tepat dimuat dalam KUHP. Secara umum, definisi yang dapat digunakan berkaitan dengan unsur-unsurnya, yakni: (1) merendahkan martabat manusia; (2) eksploitasi; (3) pemaksaan, dan (4) kekerasan. ** *D.* *Kesimpulan*** Proses pembahasan RUU Pornografi sebaiknya disingkronkan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, terutama berkaitan dengan definisi. Lebih pas materi undang-undang ini, terutama berkaitan dengan perbuatan pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ** ** Jakarta, September 2008** -- Agustinus Edy Kristianto Director of Publication and Civic Education Board of Directors Indonesian Legal Aid Foundation / Foundation Indonesienne d'aide Juridique Jalan Diponegoro No. 74 Jakarta 10320 INDONESIA Telephone: (+62 21)392 98 40 Fax. (+62-21) 392 98 40 / 319 30 140 Cell.phone. (+62) 856 9161 4625 [EMAIL PROTECTED] Visit our website: www.ylbhi.or.id [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/