nilai uang 150 juta rupiah tentu aja jauh lebih gede dibandingkan dengan kasus 
"zakat maut van pasuruan".

setelah para penerima uang hadiah tsb jadi kenyang dan dapat hadiah bergengsi, 
apakah mentalitas para penjilat (kekuasaan) ini akan merubah status sebagai 
budaknya pemodal?

tanpa kemandirian pemikiran, tanpa adanya kesadaran klas, hasilnya cuma 
tontonan menjijikkan dari para penjilat kekuasaan yg aslinya gak punya perasaan 
malu lagi. sejarah akan mencatatnya sebagai contoh sangat buruk dari para 
pengkhianat kemanusiaan.

heri latief
amsterdam

--- In [EMAIL PROTECTED], asep sambodja <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 
Adakah motif-motif lain? Pasti ada, di antaranya mencoba memberi penghargaan 
pada karya sastra yang baik dalam kurun waktu satu tahun penerbitan, dengan 
cara penilaian yang unik. Motif lainnya saya tidak begitu tahu persis, takut 
salah. Saya menggunakan praduga tak bersalah.

Besarnya duit tidak sama sebangun dengan penghargaan yang diberikan. Siapa pun 
yang memberikan penghargaan, tidak akan pernah bisa memuaskan semua pihak. 
Setiap pemberian penghargaan memang tergantung pada siapa yang menilai. Dan 
penilaian ini cenderung subjektif. Karena subjektifitas inilah makanya tidak 
akan pernah memuaskan semua pihak.

Solidaritas nasional di Indonesia memang sudah bangkrut sejak dulu, dan semakin 
parah sejak tragedi berdarah 1965/1966. Tidak banyak yang memiliki solidaritas 
terhadap pembantaian massal yang terjadi pada saat itu. Ketika Gus Dur jadi 
presiden dan mencoba mencabut Tap MPR yang dijadikan "dasar hukum" pembantaian 
massal itu, dia malah digulingkan kelompok militer, yang kemudian mengangkat 
Mega. Jadi, solidaritas nasional kita memang sudah bangkrut dari dulu. Makanya, 
Romo Magnis (saya nggak menganggapnya sbg orang asing lagi) menjadi teladan 
bagi bangsa yang nggak punya pegangan ini.

Sastrawan2 itu tidak miskin. GM bisa dibilang kaya, tapi itu hasil kerja 
sebagai jurnalis dan pengusaha penerbitan media massa, bukan melulu sbg 
penyair. Bagaimana dengan Rendra dan Sutardji, misalnya? Rendra memang tidak 
miskin, tapi orang yang punya nama besar seperti dia bisa dibilang tidak kaya. 
Sutardji juga sama. Apalagi sastrawan2 yang belum punya nama besar spt mereka? 
Yang saya katakan nasib dalam tulisan saya itu merujuk ke sastrawan2 yang belum 
punya nama besar, tapi mereka bukan penyair sekadar. Kan kita juga harus 
solider dengan sastrawan2 yang seperti itu kan? Bahwa kita harus solider dengan 
korban Lumpur Lapindo, ya, itu sudah otomatis. Saya yakin semua peduli. Sama 
pedulinya dengan korban pembagian zakat di Pasuruan, misalnya, atau korban 
bencana alam lainnya yang pernah terjadi di Indonesia tercinta ini.

Demikianlah Bung Saut dan Bung Heri Latief, sahabat2ku.
 
Salam kompak,
asep
 
--- On Tue, 9/23/08, sautsitumorang <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: sautsitumorang <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [Penyair] Re: Kontroversi KLA 2008
To: [EMAIL PROTECTED]
Date: Tuesday, September 23, 2008, 1:11 PM

pertanyaanKu sederhana aja, asep sayang

apakah para pemenang hadiah-hadiah yang kau sebutkan itu, Bakrie 
Award dan KLA, memang udah begitu miskin hingga betul-betul 
membutuhkan duitnya? apakah si orang asing dosen driyarkara itu lebih 
kaya dari mereka semua maka wajar menolak Bakrie Lapindo Award? 

kalok jawabannya "tidak", apakah itu berarti para pemenang hadiah-
hadiah itu terutama yang Lapindo Award itu sangat miskin nilai 
solidaritas nasionalnya terhadap sesama sebangsa setanah air 
dibanding seorang orang asing? sementara para pemenang KLA cuek-cuek 
aja walo tahu gimana anti-sastranya prosedur "penjurian" karya-karya 
Sastra yang akan KLA "hargai"?

terakhir. apakah jumlah duit sebuah "hadiah" itu memang berbanding 
lurus dengan tingkat apresiasi/pengharga an si pemberinya atas karya 
Sastra? gak ada motif-motif lain?

makasih, sayang.

--- In Apresiasi-Sastra@ yahoogroups. com, asep sambodja 
<asepsambodja@ > wrote:
>
>  
> Temans, karena tulisan saya cukup panjang, yah, bisa kayak artikel 
di koran, jadi saya persilakan yang tertarik mengenai masalah ini 
untuk mengklik:
>  
> http://asepsambodja .blogspot. com
>  
> Buat temens wartawan yang baik, silakan gunakan kalau artikel saya 
layak muat. Ambil saja. Ini sekadar curahan hati.
>  
> Salam,
> asep
>



      
http://progind.net/
kolektif info coup d'etat 65: kebenaran untuk keadilan

  http://herilatief.wordpress.com/

http://akarrumputliar.wordpress.com/





      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke