http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/19/13585733/memahami.luka.batin

Memahami Luka Batin

Oleh : Kristi Poerwandari, Psikolog

Bayangkan Anda seorang anak kecil berusia delapan tahun, di panas terik
berjalan kaki cukup jauh pulang sendiri dari sekolah. Anda kesepian,
kelelahan, dan kehausan. Begitu sampai rumah Anda berlari masuk, menarik
gelas dari meja makan, tanpa sengaja menjatuhkannya.

Ayah atau ibu kaget, menghampiri dengan tubuh tegang. Bukannya menunjukkan
kekhawatiran, mereka mulai memaki-maki. Mengguncang dan memukul Anda: "Dasar
goblok. Anak tidak tahu diuntung! Selalu bikin masalah. Itu gelas bagus
tahu?! Hari ini kamu dihukum tidak dapat makan siang!!" Mungkin Anda sangat
ketakutan, tegang, dan bingung, sementara badan terasa sakit akibat pukulan.

Dengan gerakan kacau, Anda mulai memunguti pecahan gelas, mungkin begitu
paniknya sehingga tangan tertusuk dan berdarah. Ayah atau ibu sama sekali
tak peduli, tegak berdiri penuh kebencian.

Luka akibat tertusuk pecahan kaca mungkin sembuh dalam waktu singkat, tetapi
luka batin? Bila mengalami hal di atas, mungkin kita akan menghayati begitu
banyak perasaan negatif: takut, bingung, kesepian, sedih, marah, dan
menyesali diri, merasa bodoh, tak berdaya, mungkin juga sangat marah dan
benci kepada orangtua yang telah berlaku tidak adil. Kita juga akan merasa
sangat malu karena orangtua melakukan hal begitu buruk dan karena kita
diperlakukan demikian buruk.

Trauma psikologis adalah suatu kejadian yang menghadapkan kita pada ancaman
genting yang overwhelming, berdampak pada tergoncangnya keseimbangan. Ketika
itu terjadi, kapasitas menyelesaikan masalah dari otak kehilangan kemampuan
mengendalikan situasi. Kekagetan dan ketakutannya dapat sangat melumpuhkan,
apalagi bila dibarengi sakit fisik.

Luka batin akibat perlakuan orang terdekat sering lebih menghancurkan.
Apalagi bila itu terjadi berulang.

Psikoanalisis mampu menjelaskan rinci betapa perlakuan buruk dari orang
terdekat sejak masa awal kehidupan dapat menghantui hingga masa dewasa. Luka
batin yang tak terobati mungkin menghancurkan kepercayaan kita kepada orang
lain. Luka batin juga sering menghancurkan kepercayaan kita kepada diri
sendiri ("Apakah aku cukup baik untuk dicintai?; "Adakah yang
sungguh-sungguh peduli kepadaku?")

Luka batin mencerabut jangkar psikologis atau akar terdalam dari rasa aman
manusia. Bagaimana orang merespons luka batinnya?

Tergantung karakteristik kepribadian, sosialisasi yang diterima, dan
keseluruhan konteks hidupnya. Rasa marah mungkin terbawa hingga dewasa.
Sikap menghukum dari orangtua diadopsi dalam bentuk mudahnya individu marah
dan menghukum pasangan hidup atau anak. Atau rasa tidak aman yang kuat
menyebabkan kita membentengi diri akibat takut dilukai.

Ada yang jadi sinis, punya kebutuhan berlebihan tak pernah terpuaskan akan
seks, kekuasaan, prestise, dan lainnya. Intinya, hal-hal itu menjadi
kompensasi ketidakyakinan kita sungguh-sungguh pribadi berharga dan patut
dicintai.

Luka batin dalam komunitas juga berdampak bervariasi. Proses psikologis
seperti generalisasi dan pembakuan stereotipe dapat menggulirkan ribuan
masalah lebih lanjut.

Pengalaman buruk langsung maupun tak langsung (yang dilihat dan didengar)
dengan kelompok tertentu (polisi, perempuan, guru, orang kaya, individu
dengan karakteristik fisik tertentu) dapat mengental dalam ingatan dan
berpengaruh terhadap perilaku kita.

Membangun kebahagiaan

Berikut cuplikan surat seorang gadis, sebut saja Cinta, di Jakarta, yang
penuh luka batin akibat tindakan orangtua sejak masa kecil dia.

"Mbak, aku melakukan kesalahan lagi. Ibuku tadi marah-marah ke tukang yang
sedang merenovasi rumah. Aku takut mereka dendam kepada Ibu dan malah
kenapa-kenapa, jadi Ibu ku tenangkan. Eh, malah aku dimarahi habis-habisan.
Katanya aku sok tahu, sok mengatur, durhaka. Mama teriak-teriak, lempar
barang hampir kena ke kepalaku. Aku dituduh sengaja bikin Mama jadi stres
supaya Mama masuk rumah sakit jiwa…. Aku tertekan banget, aku nangis
berjam-jam. Kalau sudah begini, aku jadi ingin menghubungi lagi mantan
pacarku. Tetapi, jangan khawatir Mbak, aku tahu itu bukan penyelesaian yang
baik. Jadi, aku mau tidur dulu saja. Capekkkk." (Dia baru putus pacaran
dengan laki-laki beristri dan mulai menyadari hubungan tersebut tidak
memberi manfaat apa pun bagi dia).

Dalam surat lain, dia menulis: "Mbak, aku tidak mau jadi orang yang sama
seperti ayah-ibuku yang penuh kepahitan dan menyakiti anak-anaknya. Aku
sakit hati sekali kepada mamaku, sampai sekarang belum bisa ku hilangkan.
Aku tahu sumber kekacauan emosi ibuku: ia bertahan hidup 32 tahun dengan
suami kasar, sering menghina dan main tangan. Tadi ku dengar ayah maki-maki
ibuku: 'Goblok kamu, anjing, mampus!' Aku ingin menyayangi diriku sendiri.
Pakai ukuranku sendiri dalam memahami diri sendiri, bukan ukuran orang lain,
bukan ukuran mamaku atau papaku yang menganggap aku kurang pintar, kurang
membanggakan, kurang cantik, kurang kaya, dan entah apa lagi."

Ia akan terus bertahan di bidang kerjanya yang tidak disukai orangtua karena
gajinya tidak sebanyak yang mereka harapkan. Ia juga akan melihat sisi-sisi
positif dirinya, tidak dirontokkan komentar menyakitkan orangtua ("Kalau
kamu gayanya begitu, enggak akan ada cowok mau. Paling yang datang
orang-orang goblok, tukang porot, yang mau ambil duit kamu!"). Meski sulit,
Cinta sedang berusaha keras membangun rasa cinta kepada diri sendiri dan
tampaknya akan berhasil.

Bagaimanapun, mencegah jauh lebih mudah daripada mengobati. Bayangkan bila
anak yang memecahkan gelas secara tak sengaja itu dihampiri orangtuanya yang
khawatir, kemudian memeluknya, menenangkan, dan membantu membersihkan
pecahan kaca. Ketakutan dan kekagetan anak akan berganti dengan kelegaan,
perasaan terlindungi, terbasuh kasih sayang.




Sumber : Kompas Cetak


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke