http://www.antara.co.id/arc/2008/10/18/mengorek-asal-usul-bahasa-indonesia/


Mengorek Asal-usul Bahasa Indonesia


Oleh Dewanti Lestari

Jakarta, (ANTARA News) - Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tanggal
bersejarah bagi bahasa Indonesia yang saat itu diresmikan menjadi bahasa
negara dan menjadi bahasa persatuan dari sekian ratus bahasa daerah.

Namun seperti apakah yang dinamakan bahasa Indonesia itu? Orang mengenalnya
sebagai bahasa Melayu yang dimodifikasi, lalu dicampur dengan bahasa-bahasa
serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing, kemudian dibakukan.

Dari manakah asal-usul bahasa Melayu itu? Apakah bahasa itu hanya dituturkan
oleh etnis Melayu sejak berabad-abad lalu? Padahal etnis Melayu sendiri
hanya sebagian kecil saja dari ratusan etnis di nusantara?

Arkeolog Harry Truman Simanjuntak mengatakan, bahasa Melayu dan ratusan
bahasa daerah lainnya di nusantara sebenarnya berakar dari bahasa
Austronesia yang mulai muncul sekitar 6.000-10.000 tahun lalu.

Penyebaran penutur bahasa Austronesia, ujar Ketua Ikatan Ahli Arkeologi
Indonesia (IAAI) itu, merupakan fenomena besar dalam sejarah umat manusia
karena sebagai suatu rumpun bahasa, Austronesia merupakan yang terbesar di
dunia, meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh hampir 300 juta populasi.


Masyarakat penuturnya tersebar luas di wilayah sepanjang 15 ribu km meliputi
lebih dari separuh bola bumi, yaitu dari Madagaskar di barat hingga Pulau
Paskah di ujung timur, dari Taiwan-Mikronesia di utara hingga Selandia Baru
di selatan.


"Out of Taiwan"

Mengenai asal-usul penutur Austronesia, Harry mengatakan, ada beberapa
hipotesa. Yang paling umum adalah hipotesa bahwa asal leluhur penutur
Austronesia adalah Formosa (Taiwan) atau model "Out of Taiwan".

Arkeolog lainnya Daud A Tanudirjo menyebutkan, Robert Blust adalah pakar
linguistik yang paling lantang menyuarakan pendapat bahwa asal-ususl penutur
Austronesia adalah Taiwan.

Sejak 1970-an Blust telah mencoba merekonstruksi silsilah dan pengelompokan
bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia misalnya kosakata protobahasa
Austronesia
yang berkaitan dengan flora dan fauna serta gejala alam lain, kata Daud.

"Ia juga menawarkan rekonstruksi pohon kekerabatan rumpun bahasa Austronesia
dan perkiraan waktu pencabangannya mulai dari Proto-Austronesia hingga
Proto-Oseania," katanya.

Para leluhur ini, diungkapkan Daud, awalnya berasal dari Cina Selatan yang
bermigrasi ke Taiwan pada 5.000-4.000 SM, namun akar bahasa Austronesia baru
muncul beberapa abad kemudian di Taiwan.

Kosakata yang dapat direkonstruksi dari bahasa awal Austronesia yang dapat
dilacak antara lain : rumah tinggal, busur, memanah, tali, jarum, tenun,
mabuk, berburu, kano, babi, anjing, beras, batu giling, kebun, tebu, gabah,
nasi, menampi, jerami,
hingga mengasap.

Para petani purba di Taiwan ini berkembang cepat dan lalu terpecah-pecah
menjadi kelompok-kelompok yang hidup terpisah dan bahasanya menjadi
berbeda-beda dengan setidaknya kini ada sembilan bahasa yang teridentifikasi
sebagai bahasa formosa.


Bermigrasi

Migrasi leluhur dari Taiwan ke Filipina mulai terjadi pada 4.500-3.000 SM.
Leluhur ini adalah salah satu dari kelompok yang memisahkan diri. Mereka
bermigrasi ke selatan menuju Kepulauan Filipina bagian utara yang kemudian
memunculkan cabang bahasa baru yakni Proto-Malayo-Polinesia (PMP).

Tahap berikutnya, ujar Daud, terjadi pada 3.500-2.000 SM di mana masyarakat
penutur bahasa PMP yang awalnya tinggal di Filipina Utara mulai bermigrasi
ke selatan melalui Filipina Selatan menuju Kalimantan dan Sulawesi serta ke
arah tenggara menuju Maluku Utara.

Proses migrasi ini membuat bahasa PMP bercabang menjadi bahasa Proto Malayo
Polinesia Barat (PWMP) di kepulauan Indonesia bagian barat dan Proto Malayo
Polinesia Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara.

"Rupanya ketika bermigrasi ke arah tenggara penanaman padi mulai
ditinggalkan karena tidak sesuai dengan lingkungannya. Mereka mulai
memanfaatkan tanaman keladi dan umbi-umbian lain serta buah-buahan,"
katanya.

Namun pada 3.000-2.000 SM leluhur yang ada di Maluku Utara bermigrasi ke
selatan dan timur. Hanya dalam waktu singkat migrasi dari Maluku Utara
mencapai Nusa Tenggara sekitar 2.000 SM yang kemudian memunculkan bahasa
Proto Malayo Polinesia Tengah
(PCMP).

Demikian pula migrasi ke timur yang mencapai pantai utara Papua Barat dan
melahirkan bahasa-bahasa Proto Malayo-Polinesia Timur (PEMP).

Migrasi dari Papua Utara ke barat terjadi pada 2.500 SM dan ke timur pada
2.000-1.500 SM, di mana penutur PEMP di wilayah pantai barat Papua Barat
melakukan migrasi arus balik menuju Halmahera Selatan, Kepulauan Raja Ampat,
dan pantai barat Papua Barat
yang kemudian muncul bahasa yang dikelompokkan sebagai Halmahera
Selatan-Papua Nugini Barat (SHWNG).

Setelah itu kelompok lain dari penutur PEMP bermigrasi ke Oseania dan
mencapai kepulauan Bismarck di Melanesia sekitar 1.500 SM dan memunculkan
bahasa Proto Oseania.

"Sedangkan di Kepulauan Indonesia di bagian barat, setelah sempat menghuni
Kalimantan dan Sulawesi, pada 3.000-2.000 SM, para penutur PWMP bergerak ke
selatan, bermigrasi ke Jawa dan Sumatera," katanya.

Penutur PWMP yang asalnya dari Kalimantan dan Sulawesi itu lalu bermigrasi
lagi ke utara antara lain ke Vietnam pada 500 SM dan Semenanjung Malaka,
ujarnya.

Menjelang awal tahun Masehi, penutur bahasa WMP juga menyebar lagi ke
Kalimantan sampai ke Madagaskar, tambah Daud.

Bentuk rumpun bahasa Austronesia ini lebih menyerupai garu daripada bentuk
pohon. Karena semua proto-bahasa dalam kelompok ini, dari Proto Malayo
Polynesia hingga Proto Oseania menunjukkan kesamaan kognat yang tinggi,
yaitu lebih dari 84 persen dari 200 pasangan kata, katanya.

Dengan demikian, kata Harry Truman, hampir seluruh kawasan nusantara bahkan
sampai ke kawasan negeri-negeri tetangga dan masyarakat kepulauan Pasifik
dan Madagaskar menuturkan bahasa yang asal-muasalnya merupakan bahasa
Austronesia.

"Kecuali masyarakat yang ada di pedalaman Papua dan pedalaman pulau Timor
yang bahasanya lebih mirip dengan bahasa pedalaman Australia," katanya.

Bahasa Indonesia sekarang ini, kata Harry lagi, sudah sangat kompleks karena
penuturnya tidak hanya hidup dengan sukunya masing-masing dan beradaptasi
dengan rumpun bahasa dunia lainnya seperti dari India, Arab, Portugis,
Belanda dan Inggris.(*)


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke