bukannya yg porno itu malah mengganggu etika & estetika?

hehe.. nyatanya, perempuan yg pake baju/celana ketat nan kurang bahan, hingga 
pusar, belahan dadanya dan belahan 'pantatnya' kelihatan, kebingungan sendiri 
waktu naek & turun angkot, kesusahan mo nutupin yg mana, bagian depan atau 
bagian belakang tubuhnya hehe klo ga ngerasa 'mengganggu' etika & estetika , 
knp hrs risih ya?

bu bambang, klo pk baju/celana jgn yg model bgitu ya :)




----- Original Message ----
From: Ibu Bambang <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]; ppiindia@yahoogroups.com; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL 
PROTECTED]
Sent: Friday, October 17, 2008 1:52:30 PM
Subject: [ppiindia] Fwd: RUU Pornografi Ganggu Etika dan Estetika; Komnas 
Perempuan: Ubah Paradigma RUU Pornografi; Bamus Minta RUU Pornografi Didalami 
Lagi; DPD Tolak RUU Pornografi;


---------- Forwarded message ----------
From: FA Suhardi Soetedja <[EMAIL PROTECTED] id>
Date: 2008/10/17
Subject: [Bhinneka Tunggal Ika] RUU Pornografi Ganggu Etika dan Estetika;
Komnas Perempuan: Ubah Paradigma RUU Pornografi; Bamus Minta RUU Pornografi
Didalami Lagi; DPD Tolak RUU Pornografi;
To: Milis Bhinneka Tunggal Ika <bhinneka_tunggal_ [EMAIL PROTECTED] com>,
media-kpkp <[EMAIL PROTECTED] ups.com>

Kompas.Com, Jumat, 17 Oktober 2008 | 01:44 WIB
*RUU Pornografi Ganggu Etika dan Estetika*
SEMARANG, JUMAT--Rancangan Undang Undang (RUU) Pornografi yang saat ini
tengah bergulir dirasa bisa menganggu etika dan estetika seni, termasuk
kesenian daerah di Indonesia yang beragam. "Karena itu rencana pemerintah
untuk mengesahkan RUU Pornografi harus benar-benar jelas mengenai
batas-batasnya. Sehingga setelah disahkan jangan sampai UU tersebut
mengekang berkesenian masyarakat negeri ini," kata Widodo, M.Sn., dosen
Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik Universitas Negeri Semarang (Unnes) di
Semarang, Kamis.

Ia menambahkan, RUU Pornografi secara umum memang sangat bagus, yaitu usaha
pemerintah guna membina moral bangsa Indonesia menuju kepada moral yang
baik.

Namun, pada dasarnya masalah moral itu bukan diatur oleh negara, tapi moral
itu kesadaran dari pribadi masing-masing, selain itu RUU ini bisa memecah
kesatuan bangsa Indonesia, katanya. "Bangsa kita ini bangsa yg majemuk,
bukan terdiri dari satu golongan saja. Jika dalam RUU tersebut terdapat
butir-butir yang mengancam kesatuan bangsa ini, maka hendaknya perlu dikaji
ulang," katanya.

Ia mengingatkan, bangsa Indonesia saat ini sangat rentan terhadap
perpecahan. Begitu banyaknya perbedaan dan keberagaman yang merupakan salah
satu kekayaan bangsa ini, semakin lama akan menjadi bumerang jika tidak
ditangani dengan seksama, dan bijaksana.

Menghargai perbedaan merupakan salah satu cara yang cukup mudah untuk
menghindari perpecahan yang akan terjadi. Caranya, dengan tidak menghakimi
kaidah estetik orang lain dengan kaidah estetik diri sendiri, katanya.

Menurut Widodo, seharusnya bangsa Indonesia bersatu untuk mengatasi masalah
krisis yang semakin terpuruk.

Masalah RUU Pornografi merupakan kepentingan beberapa pihak yang ingin
memecah-belah persatuan yang sudah lama dijunjung tinggi oleh bangsa ini,
katanya.

Kelompok-kelompok di belakang rencana pengesahan RUU Pornografi terlalu
sektarian dan hanya melihat masalah dari sudut pandang sempit. Mereka hanya
mempertimbangkan aspirasi kepentingan golongan umat beragama tanpa melihat
kepentingan lain, katanya.

Jadi, RUU Pornografi perlu dikaji lebih lanjut, jangan sampai keberadaannya
malah membuat konflik dan pada akhirnya timbul perpecahan, kata Widodo
menegaskan.( ANT)

Jumat, 17 Oktober 2008 | 08:03 WIB
*Komnas Perempuan: Ubah Paradigma RUU Pornografi*

JAKARTA, KAMIS - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) kembali menyuarakan penolakan terhadap RUU Pornografi yang telah
diubah tiga kali draftnya. Alih-alih membahas pasal demi pasal, RUU ini
harus diubah paradigma pembuatannya. Demikian dituturkan Ketua Subkomisi
Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan Azriana, di sela diskusi dan
halal bihalal dengan Komunitas Seni-Budaya dan Industri Kreatif di
kantornya, Jl Latuharhary, Jakarta, Kamis malam (16/10).

"Draft terakhir RUU Pornografi memang telah diubah redaksionalnya, tetapi
yang menjadi sorotan bukan pasal per pasal, karena RUU ini secara
fundamental bermasalah karena pembentukannya berdasar paradigma yang keliru.
Maka tidak perlu dilanjutkan lagi untuk mengubah pasal per pasal, tetapi
pikirkan hal yang lebih fundamental, " jelas Azriana.

Paradigma yang keliru tersebut, menurutnya, karena pornografi yang menjadi
titik utama RUU ini diletakkan dalam kerangka moralitas, bukan dalam bingkai
melindungi perempuan dan anak terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual.
"Pornografi adalah salah satu bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual yang
menjadikan perempuan dan anak sebagai alat sekaligus korban, maka kekerasan
dan eksploitasi seksual adalah masalah yang kompleks dan tak dapat
dicampuradukkan dengan pelanggaran moralitas dan kesusilaan belaka,"
jelasnya.

Menurut Azriana, adanya pasal-pasal pengecualian terhadap seni, budaya, adat
istiadat dan ritual tradisional yang muncul dalam redaksional draft RUU ini
dianggap sebagai sikap diskriminatif yang menempatkan budaya kekayaan bangsa
sebagai pengecualian belaka. "Jika DPR tetap mengesahkan RUU Pornografi di
tengah kontroversi tajam tentunya akan menimbulkan keresahan masyarakat dan
mengikis kepercayaan publik terhadap wakil rakyat di parlemen," jelas
Azriana.

Ia mengimbau pemerintah segera menciptakan perangkat pelaksanaan bagi
kerangka peraturan perundang-undangan terkait pornografi yang sudah
tersedia. Diantaranya KUHP, UU Perlindungan Anak (2002), UU Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (2007), UU Penyiaran (2002), UU Informasi
dan Transaksi Elektronik (2008). "Yang perlu ditekankan perlunya aparat
penegak hukum diberi sumber daya dan penguatan untuk meningkatkan kinerjanya
sesuai peraturan perundangan tersebut, bukan membuat peraturan baru yang
justru tidak memiliki kepastian hukum karena menimbulkan asumsi seperti RUU
Pornografi ini," tandasnya.

Jumat, 17 Oktober 2008 | 01:09 WIB
*perundang-undangan : Bamus Minta RUU Pornografi Didalami Lagi
*
Jakarta, Kompas - Rapat Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat meminta
Rancangan Undang-Undang Pornografi lebih didalami lagi.

Keputusan itu diambil dalam rapat Bamus, Kamis (16/10), yang dipimpin Wakil
Ketua DPR Muhaimin Iskandar dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.

"RUU Pornografi diputuskan untuk didalami lagi. Tanggal 28 melaporkan
kembali di Bamus," kata Muhaimin.

Apabila dalam rapat Bamus tanggal 28 itu telah disetujui barulah RUU
Pornografi akan dibawa ke rapat paripurna. "Kalau tanggal 28 sudah setuju,
bisa jadi dibawa ke paripurna tanggal 30," ujarnya.

Peta politik di DPR soal RUU Pornografi masih terbelah. Ada fraksi yang
ingin memaksakan RUU ini segera disahkan, ada juga yang menghendaki ditunda.

Sebelum rapat Bamus dimulai, Wakil Ketua Pansus RUU Pornografi Agung
Sasongko dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sempat
mengirimkan surat keberatan. Dia terkejut karena tiba-tiba ada pihak-pihak
yang mengagendakan RUU Pornografi ini dalam rapat Bamus. Padahal, tanggal
16-18 Oktober 2008 masih berlangsung pembahasan intensif, konsinyering di
Hotel Bukit Indah Plaza Purwakarta. Sebagai bukti, Agung menunjukkan
undangan dari Setjen DPR tentang acara konsinyering itu.

"Belum waktunya lahir, tetapi ingin dipaksakan," ujar Agung.

Sementara itu, Husein Abdul Azis dari Fraksi Partai Demokrat optimistis RUU
ini segera disahkan karena sudah banyak mengalami perubahan mendasar.

Di masyarakat, kontroversi soal RUU Pornografi terus berlangsung, Tokoh
masyarakat dan tokoh agama di Sulawesi Utara mencemaskan terjadinya konflik
horizontal menyusul kontroversi tersebut.

Demikian dikatakan Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa Pdt Dr AO
Supit MTh dan Ketua Umum Pucuk Pimpinan Kerapatan Gereja Protestan Minahasa
Gembala Teddy Batasina STh, Pastor Yong Ohiotimur, serta Ketua GP Ansor
Sulut Benny Ramdhani.

Sekitar 30 orang dari Aliansi Katolik Bersatu juga berunjuk rasa menolak RUU
itu di depan DPRD Kalimantan Timur, Samarinda. (sut/BRO/ZAL)

17/10/2008 00:00
*DPD Tolak RUU Pornografi*

Beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengajukan keberatan atas
rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi.

Pernyataan yang diteken anggota DPD asal Sulawesi Tenggara Laode Ida
mewakili para penolak disampaikan kepada Balkan Kaplale, Ketua Panitia
Khusus (Pansus) RUU Pornografi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sebagai perorangan yang mewakili kepentingan daerah serta menjaga
keseimbangan antar-daerah dan antara pusat dengan daerah secara adil dan
serasi, beberapa anggota DPD mengajukan keberatan setelah mengakomodasi
aspirasi daerahnya masing-masing.

Selain Laode, yang meneken pernyataan antara lain keempat anggota DPD asal
Bali (I Wayan Sudirta, Ida Ayu Agung Mas, Nyoman Rudana, Ida Bagus Gede
Agastia (Bali)), Muspani (Bengkulu), Benyamin Bura (Sulawesi Selatan), Tonny
Tesar (Papua), Lundu Panjaitan (Sumatera Utara).

"Substansi yang terkandung dalam pasal dan ayat RUU Pornografi, khususnya
definisi pornografi, bertentangan dengan realitas masyarakat yang memiliki
kebhinnekaan, " demikian satu dari enam butir pernyataannya tertanggal 18
September 2008 itu.

Jika substansinya dipaksakan justru mengancam eksistensi hidup bersama
karena menyangkut persoalan identitas yang bukan mustahil memicu sentimen
disintegrasi bangsa.

"Hak atas tubuh adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi oleh
siapa pun. Karenanya, siapa pun juga tak terkecuali negara harus melindungi,
menghormati, dan memenuhi hak asasi manusia," tegas para anggota DPD.

Karenanya, selain tidak diperlukan RUU Pornografi, RUU ini sangat berbahaya
karena mengatasnamakan membangun moralitas masyarakat menjadikannya sebagai
hukum positif yang mengikat.

Kemudian, memosisikan negara sangat menentukan persoalan moralitas,
khususnya menyangkut tubuh perempuan, serta memasung kebebasan berekspresi
sebagai hak dasar manusia. "Dengan kata lain, negara telah memasuki dan
mengintervensi ruang privat warganya."

Selama ini pun, sambung mereka, Indonesia memiliki peraturan
perundang-undangan yang memuat prinsip dan ketentuan hukum materi kesusilaan
seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

UU 32/2002 tentang Penyiaran, UU 40/1999 tentang Pers, UU 11/2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Dalam proses pembahasan RUU Pornografi, Pansus RUU Pornografi DPR tidak
transparan dan tidak partisipatif, sehingga secara hukum cacat karena
melanggar prinsip asas-asas umum tata pemerintahan yang baik," tegas para
anggota DPD.


[Non-text portions of this message have been removed]

    

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke