3. "Sesuatu yang lebih" itu, tidak dapat diketahui dengan cara yang 
biasa dilakukan.

Biasanya, para saintis atau ilmuwan menggambarkan atas besaran yang 
sukar dibayangkan di atas, dengan kata "mengagumkan". Siapa yang bisa 
membayangkan angka bermilyar-milyar di atas ? Tetapi sebenarnya ini 
baru permulaan, yang belum apa-apa. Karena kajian sains belakangan 
ini mengemukakan sesuatu yang tidak dapat diterka oleh pikiran kita. 
Inilah yang terjadi pada teori relativitas dan mekanika kwantum.


Selama abad keduapuluh ini, penmuana-penemuan fisika modern telah 
meruntuhkan paradigma Newtonian. Runtuhnya paradigma ini, terjadi 
akibat perekmbangan teori relativitas Einstein dan mekanika kwantum. 
Teroi relatifitas, yang merupakan fisika kecepatan pada jarak-jarak 
yang besar, yang membantah asumsi Newton tentang ruang dan waktu 
absolute, telah menguasai pandangan sehari-hari kita tentang dunia. 
Ruang dan waktu di relatifkan oleh Einstein, ketika unsure kecepatan 
cahaya menjadi variable dari gerak. Dengan demikian, panjang ruang 
dan panjang waktu adalah suatu yang relative, tergantung keadaan 
pengukurannya.


Sementara itu, mekanika kwantum – yang merupakan fisika tentang dunia 
mikro subatomic – merombak total pandangan tentang materi. Asumsi 
lama mengatakan bahwa atom2 dunia mikroskopik adalah versi berskala 
kecil dari dunia sehari-hari, harus segera ditinggalkan. Mesin 
deterministic Newton digantikan oleh alam yang diatur dgn hukum2 
kemungkinan, bukan hukum sebab akibat yang memberikan kepastian. 
Perkembangan ini mengakibatkan "terbukanya ruang mistik dalam 
penjelasan fisika", juga menjadi fenomena yang tak pernah terduga, 
karena fisika sebelumnya sangat bersifat materialistic dan secular 
dalam melihat kenyataan alam.


Pernyataan paling revolusioner dari fisika kwantum mengenai hakikat 
kenyataan alama dalah tentang sifat dualitas sub atomic. Contoh 
paling terkenal tentang sifat ini adalah cahaya, yang bisa teramati 
sebagai gelombang elektro-magnetik atau partikel-partikel foton, 
tergantung dari rancangan percobaan yang diterapkan padanya. Niels 
Bohr menjelaskan ini melalui prinsip komplementaritas. Prinsip ini 
mengatakan bahwa, gambaran dunia sub atomic sebagai partikel dan 
gelombang merupakan dua penjelasan yang saling melengkapi tentang 
satu kenyataan yang sama, kendati kita tidak bisa memperolehnya 
secara sekaligus. Percobaan yang dirancang untuk mendeteksi gelombang 
hanya dapat mengukur aspek partikelnya. Sebuah percobaan tak mungkin 
mengukur kedua aspek itu secara serempak.


Prinsip ini mempunyai efek epistemologis berkaitan dengan 
obyektifitas yang selama ini dijunjung setinggi langit oleh 
fisika. "Tidak benar bahwa fisika adalah tentang alam sebagaimana 
adanya. Fisika adalah tentang alam sebagaimana yang kita ketahui." 
Begitu Bohr mengomentari implikasi dari prinsip komplimentaritas ini. 


Dualitas partikel-gelombang ini dilanjutkan oleh prinsip ketidak-
pastian Heisenberg yang membicarakan dualitas posisi – momentum. 
Prinsip ini mengatakan bahwa kita hanya dapat mengamatisecara teliti 
separuh dari kenyataan keadaan fisik suatu system. Artinya, kalau 
kita dapat mengukur dengan teliti kecepatan suatu partikel, maka 
pengukran posisinya menjadi tidak teliti. Sebaliknya, semakin teliti 
kita mengukur posisi suatu partikel, semakin tidak teliti pengukuran 
kecepatannya.


Kedua prinsip ini, memperlihatkan kenyataan dunia sub atomic yang 
tidak bisa dilepaskan dari kesadaran pengamatnya. Jika fisika klasik 
mengamsusikan adanya dunia di luar sana dalam keadaan pasti, dan tak 
tergantung pada tindakan pengamat, maka kedua prinsip ini menampilkan 
gambaran kenyataan yang sebaliknya: pengamat yang diamati saling 
berkaitan erat.


Objektivitas ilmiah seakan lenyap pada tingkat sub atomic. Apa yang 
dapat kita ketahui ditentukan oleh perangkat percobaan kita. Dengan 
demikian, keyakinan ttg obyektivitas menjadi ilusi. Melalui 
pengamatan, ternyata kita menciptakan kenyataan, bukan 
mengeksplorasinya.


Ketidakpastian ini menurut Heisenberg bukan disebabkan oleh 
ketidakmampuan manusia atau keterbatasan alat, tetapi merupakan sifat 
yang melekat pada alams emesta. Alam pada tingkat subatomic seakan 
mengelak untuk diketahui manusia (bandingkan dengan apa yang disebut 
Maya dalam tradisi filsafat India).



Kirim email ke