http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/12/02580010/indonesia.bukan.pencuci.dosa.negara.maju

*Indonesia Bukan Pencuci Dosa Negara Maju*

POZNAN, POLANDIA, RABU - Indonesia tidak boleh menjadi green wash negara
maju. Indonesia bukanlah pencuci dosa-dosa negara maju karena negara-negar
ini terus berkelit dari kewajiban menurunkan emisi.

Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, pada
pertemuan  informal dengan Civil Society Forum on Climate Justice (CSF), di
Poznan, Polandia, Rabu (10/12).

CSF sangat mendukung posisi Menteri Lingkungan ini. "Jelas Indonesia tidak
boleh menjadi negara  "pencuci dosa-dosa" negara-negara maju."tegas Giorgio
Budi Indarto. Menurut juru Bicara CSF ini dari proses negosiasi COP-14,
terlihat bagaimana kelompok negara yang tergabung dalam Anex-1 terus
berkelit dari kewajiban menurunkan emisi, bahkan mereka berupaya mengalihkan
kewajibannya  kepada negara berkembang.

Dalam pertemuan khusus yang dilakukan di sela-sela berlangsungnya COP 14/CMP
5, CSF menyampaikan hal-hal terkait  dengan proses negosiasi, Reduction
Emission Degradation and Deforestation (REDD), dan  Pasca 2012.

Menanggapi  usulan CSF, Witoelar berjanji  akan mengangkat kewajiban negara
maju untuk melakukan deeper cut, pengakuan masyarakat adat dan lokal serta
perlunya pengarusutamaan gender dalam penanganan perubahan iklim dalam
pidato ministrial meeting yang akan digelar mulai tanggal 11 Desember.

Terkait REDD, Indarto menyampaikan agar pemerintah Indonesia  tidak
menilai  hutan hanya sekadar sebagai  stok karbon, namun harus dilihat juga
nilai dari fungsi-fungsi keanekaragaman hayati  yang lain. "Sebaiknya juga,
saat membicarakan hutan  dalam penanganan perubahan iklim, Indonesia harus
mengedepankan kepentingan tutupan hutan (forest cover) bukan hanya carbon
stock dari tegakan pohon semata." tambahnya lagi.

CSF mengingatkan agar pemerintah menempatkan keselamatan  serta perlindungan
hak-hak masyarakat, perempuan dan laki-laki sebagai pertimbangan utama dan
penting dalam negosiasi. Jika REDD sebagai alternatif terakhir untuk
menyelamatkan hutan akan diterapkan, maka mutlak diperlukan adanya kesiapan
dari forest governance di tingkat nasional.

REDD dalam arti sebenarnya atau pengurangan emisi dari sektor kehutanan
harus disepakati dengan cara yang partisipatif,  transparan, adil, dengan
mekanisme pembagian keuntungan yang adil sehingga tingkat deforestasi sangat
tinggi di Indonesia dapat dikurangi tanpa meminggirkan masyarakat.

"Akan sangat baik jika di COP berikutnya di Copenhagen, Indonesia sudah
memiliki  tentang penerapan program pengurangan emisi dari kehutanan yang
sesuai dengan koridor demokrasi" imbuh Indarto .

Untuk Pasca 2012, CSF menuntut agar Indonesia menyerukan secara tegas upaya
penurunan emisi secara tajam (deeper cut) dan adanya kepemimpinan
(leadership) dari negara maju untuk melakukan penurunan emisi tersebut dan
keputusan final pada COP-15, komitmen yang terukur untuk pendanaan adaptasi
dan mitigasi untuk negara non Annex-1 serta teknologi transfer.

Rachmat Witoelar menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tetap akan menjamin
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan lokal
meskipun Witoelar mengakui dalam proses negosiasi yang terjadi, tidak
sedikit para pihak yang menentang. Sehingga perundingan yang dihasilkan
merupakan upaya kompromi yang maksimal .

ABD


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke