makasih laluta atas kirimannya, artikel ini sangat bermanfaat buat para pemerhati sejarah kemerdekaan indonesia.
salam, heri latief http://progind.net/ kolektif info coup d'etat 65: kebenaran untuk keadilan http://herilatief.wordpress.com/ http://akarrumputliar.wordpress.com/ --- On Fri, 12/26/08, la_l...@yahoo.com <la_l...@yahoo.com> wrote: From: la_l...@yahoo.com <la_l...@yahoo.com> Subject: Kesaksian Rudhito: RAKYAT MEMBEBASKAN BUNG AMIR To: "Anti Fasis" <anti_fa...@yahoo.com>, herilat...@yahoo.com, "YR Sukardi" <yrsuka...@xs4all.nl>, "Suar Suroso" <diansu6...@yahoo.com>, "Joesoef Isak" <yu...@cbn.net.id>, "Boni" <boni_triy...@yahoo.com>, "Eep Saefulloh Fatah" <fata...@ui.edu>, "Wilson Bunga" <wil...@praxis.or.id> Date: Friday, December 26, 2008, 7:42 PM Kesaksian Rudhito: RAKYAT MEMBEBASKAN BUNG AMIR OLEH * RUDHITO Latar belakang sejarah Sesudah pembeontakan Revolusioner rakyat Indonesia tahun 1926 kalah, maka partai dan rakyat revolusioner Indonesia di tindas secara berdarah oleh kekuasaan Kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1935 Musso pulang ke Tanah Air membangun kembali Partai untuk mengadakan persiapan Gerakan Rakyat Anti Fasis. Musso di Tanah Air tidak bisa bertahan lama, karena kedatangannya ke Indonesia sudah diketahui oleh alat-alat aparat pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Musso telah berhasil membangun kembali dan membentuk Central Commitee Partai Komunis Indonesia. Disamping itu Musso juga telah berhasil mengadakan pendidikan kader Partai di Surabaya. Hal ini sudah banyak diuraikan oleh para ahli Sejarah Perjuangan Revolusioner di dunia. Zaman Peralihan Kolonial Belanda ke Pendudukan Tentara Fasis Jepang. Tanggal 3 Maret 1942 tentara Fasis Jepang mendarat di Tuban dan masuk kota Surabaya pada waktu jam 14.00 siang hari. Di luar dugaan pasukan pelopor tentara Fasis Jepang berkendaraan sepeda masuk kota Surabaya dan terus menduduki tempat-tempat yang penting di dalam kota Surabaya. Tentara Kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Fasis Jepang. Pada malam harinya, kita menyiarkan siaran Partai dan Gerakan Anti Fasis Jepang ke seluruh kota. Mengapa Musso membangun Central Comité Partai Komunis Indonesia di Indonesia dan berpusat di Surabaya? 1. Musso adalah bekas Ketua Serikat Buruh Pos&Telekominikasi (S.B. POSTEL) di Surabaya dan dia dilahirkan di Pagu (Gurah, Kediri). Dia punya pengalaman bekerja di kalangan massa rakyat, mengenal betul derita rakyat, mengenal kampung-kampung dan lorong-lorong di dalam kota Surabaya, juga mengenal betul wilayah Jawa Timur. 2. Rakyat Indonesia khususnya kota Surabaya sangat miskin dibanding dengan kota-kota lainnya. Penduduk kota Surabaya terdiri dari banyak pekerja-pekerja kasar, pengaruh pemikiran Feodalisme sudah tidak berdominasi di kalangan masyarakat kota Surabaya. Sebagian besar penduduknya menjadi pekerja, misalnya Buruh Pelabuhan Tanjung Perak, Buruh Pabrik Mesin Indutri Establishment, Buruh Dok-Kapal Marine Establishment, Buruh Pangkalan Udara Moro Krembangan, Buruh Pabrik Gudang Mesiu Batu Porong, Pabrik Gula, Pabrik Kulit Monocolo, Pabrik Minyak BPM Wonokromo/ Cepu, Pabrik Sabun Colibrita, Perusahaan-perusahaan Roti Darmo, Perusahaan Susu MELKBRON, Perusahaan Daging Semeru, Pabrik Obat-Obatan, Bengkel Lokomotip SS, Buruh Transport Truk, Buruh Harian dan Musiman (Kuli), Kaum Nelayan di tambak-tambak sekitar kota Surabaya/ Sidoarjo, Buruh Perusahaan Impor/ Ekspor, Buruh Bangunan (aanemer/ Kontraktor Bangunan), dls 3. Kapital Asing milik Belanda, Inggris, Perancis, Jepang, Kuomintang dls. Disamping itu para kapital Asing tersebut memiliki pula pabrik-pabrik, toko-toko besar, perusahaan-perusahaan Impor/ Ekspor, onderneming-onderneming Teh, Kopi, Karet, Kina, Perusahaan-perusahaan Hotel, Bioskop, tanah-tanah luas di dalam kota atau rumah-rumah besar yang untuk disewakan. 4. Di dalam masyarakat kota Surabaya, yang menjadi pusatnya "Orang Kaya" dan pusatnya Orang Miskin-Kota menciptakan syarat-syarat obyektip lahirnya pemimpin-pemimpin rakyat patriotik dan nasionalis yang gandrung akan Kemerdekaan Tanah Air dan Rakyatnya. Tokoh-tokoh terkenalnya antara lain Musso, Tjokroaminoto, Semaun, Dr. Soetomo, Ir. Soekarno, Kyai Dahlan, Kyai Soekri, Kyai Haji Sirad (Gemblongan Surabaya), Doel Arnowo, Kyai Wahib Wahab, Kyai Wahid Hasjim, Abdul Azis (Ketua CC PKI 1935), Djoko Soejono, Achmad Soemadi, Dr. Tjoa Siek In, Siauw Giok Tjhan, Haji Fadilah, dls. 5. Oleh Gubernur Pemerintahan Hindia Belanda Jawa Timur Ch.O. van der Plas secara intensip melakukan politik pecah-belah ( Heers-en-Verdeeld politiek ) dan aktip memasukkan agen-agennya ke dalam semua gerakan dan partai-partai nasional patriotik. Alat kekuasaan dari kolonial yang aktip ini adalah Dinas Politieke Inlichtingen Dienst (P.I.D.), yang di kepalai oleh Wedana Soedjono. Agen-agennya bekerja secara di bawah-tanah, menyamar sebagai pedagang-pedagang kecil masuk kampung-keluar kampung, mempunyai pos-pos di setiap kampung, lorong-lorong, di sekolahan-sekolahan, surau/ langgar, kantor-kantor, bengkel-bengkel di pabrik, dls. Mereka membikin jaringan mata-mata di dalam partai-partai seperti PNI, Gerindo, Barisan Pemuda Gerindo, Karya Wirawan, Kepanduan Bangsa Indonesia, Indonesia Muda, dls. Mereka membikin provokasi-provokasi, intrik dan penyuapan-penyuapan dan lainnya untuk merusak dari dalam. Dengan cara demikianlah persatuan di kalangan bangsa Indonesia tidak mudah dipersatukan dan selalu timbul saling curiga serta berantakan dari dalam. Zaman Pendudukan Fasis Jepang. Setelah zaman pendudukan Jepang, maka alat kolonial Hindia Belanda tersebut juga sepenuhnya dipakai oleh bala tentara Fasis Jepang. Untuk mendapatkan kepercayaan dari Fasis Jepang, maka semua daftar partai-partai dan gerakan patriotik dan revolusioner oleh P.I.D. tersebut diserahkan kepada Fasis Jepang. P.I.D. menjadi "pelopor" paling depan untuk menjadi tukang tunjuk nama-nama orang yang sudah masuk daftar-hitam Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, dan yang akan ditangkapi oleh polisi tentara Fasis Jepang. Dengan cara demikian ini, membikin sebagian besar tokoh-tokoh dan kader-kader militan dari gerakan patriotik dan revolusioner yang menjadi kekuatan inti Front Anti-Fasis terutama anggota PKI bisa ditangkapi oleh polisi tentara Fasis Jepang (Kenpetai). 1. Cara melakukan penangkapan Semua orang yang nama-namanya sudah masuk daftar-hitam P.I.D. Kolonial Hindia Belanda, di waktu malam rumah kediamannya dimasukkan siaran Anti-Fasis Jepang yang dicetak sendiri oleh Fasis Jepang. (Siaran tersebut bergambar palu arit. Fitnahan ini sama dengan rijksdag brandt Hitler Jerman dan rasia Sukirman tahun 1951). Selanjutnya di rumah-rumah tersebut yang sudah masuk daftar-hitamnya pada waktu tengah malam antara jam 03.00 - 04. 00 secara serentak dilakukan penangkapan. Dengan cara demikian itulah, pertama kita tidak siap menghadapinya dan ke dua kita tidak sempat untuk memberitahukan teman-teman lainnya yang terancam. Akibatnya, sebagian besar dari teman-teman yang sudah masuk daftar-hitam mereka semua tertangkap. Kemudian ternyata, apa yang pernah terjadi di Jawa Timur, juga terjadi di Jawa Tengah, di Jawa Barat dan kota-kota besar di luar pulau Jawa. hal ini dilakukan, terhadap siapa saja yang dicurigai oleh tentara Fasis jepang. Penguasa Fasis Jepang, disamping menggunakan alat Kolonial P.I.D. juga mengumpulkan nama-nama orang lain yang dicurigai dengan menggunakan agen-agennya dari Jawatan Intelijennya sendiri. 2. Cara melakukan penahanan dan penyiksaan Siksaan-siksaan seperti yang terjadi dinegeri-negeri Fasis Hitler Jerman, Mussolini Italia dan dinegeri-negeri Fasis Asia lainnya dilakukan juga oleh penguasa Fasis Jepang terhadap tahanan politik Indonesia. Selama dalam siksaan tersebut maka inti pimpinan PKI (anggota-anggota CC dan Politbiro CC PKI) yang pernah dibangun oleh Musso tahun 1935 dibunuh oleh algojo-algojo Fasis secara kejam dan biadab. Sedangkan sisa-sianya yang masih hidup dimasukkan ke dalam penjara Kalisosok, penjara Salatiga, penjara Sukamiskin, penjara Cirebon, penjara Nusakambangan dan juga ditiap-tiap kota keresidenan ada beberapa orang tahanan politik di dalam markas tentara polisi (Kenpetai) Fasis Jepang. Para tahanan politik selalu dipindah-pindah dengan maksud supaya keluarganya tidak bisa mengetahui dimana tempatnya, dan yang pokok supaya tahanan politik tersebut tidak ada hubungan dengan "penghubung" partai yang masih berada diluar penjara. Oleh penguasa Fasis Jepang disiarkan "berita desas-desus" bahwa si A sudah dibunuh, si B "sudah bunuh diri" , si C sudah mengakui kesalahannya (artinya sudah jadi penghianat), dls, Kejadian ini semua karena tidak tahan siksaan-siksaan algojo Fasis Jepang. Dengan cara demikian itulah, kita tidak bisa mengikuti dimana tempat sesungguhnya anggota-anggota Partai ditawan. Diantaranya, desas-desus tersebut ialah, bahwa bung Azis disiksa sampai mati, bung Sukajat (anggota polit biro) mati dengan cara bunuh diri, bung Amir Sjarifuddin hukuman mati, tapi belum dibunuh, karena atas permintaan grasi dari empat serangkai (Ir. Soekarno, Drs. Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan K.H. Mansur yang ditunjuk oleh bala tentara Fasis Jepang menjadi wakil bangsa Indonesia). 3. Melacak tawanan yang masih hidup. Dari info-info yang simpang-siur tersebut membikin kita sulit sekali untuk mencari jejaknya kawan-kawan yang ada di dalam penjara. Kita secara berhati-hati dan teliti mengikutinya dengan menggunakan segala saluran, misalnya tukang-tukang masak di dalam penjara ketika berbelanja mencari sayuran dan bahan-bahan makanan ke pasar untuk keperluan penjara; melalui jururawat-jururawat yang periodik masuk penjara untuk memeriksa tahanan politik; dengan melalui keluarga-keluarga tahanan politik, pegawai-pegawai penjara yang "sedar" dls, Pekerjaan tersebut membutuhkan ketekunan dan kewaspadaan yang penuh. Dari pengalaman-pengalaman tersebut dengan cara mengumpulkan info-info tentang kawan-kawan tahanan politik di dalam penjara; timbul pemikiran baru, ialah: bahwa untuk pekerjaan tersebut perlu dibentuk regu petugas tersendiri. Ide ini, kita harus berterimakasih kepada bung Wikana yang mempunyai pikiran cemerlang dan menjangkau jauh untuk jangka panjang. Regu-regu telah dibentuk dan diadakan pembagian wilayah dengan maksud supaya secara kontinu mengikuti perkembangan kawan-kawan tahanan politik di dalam penjara tentara Fasis Jepang. Saya beserta beberapa kawan mendapat tugas untuk mencari bung Amir Sjarifuddin dan beberapa kawan lainnya. Regu-regu tersebut harus bertanggung jawab langsung kepada bung Wikana. Disamping itu kita membentuk saluran-saluran untuk menyampaikan info-info dari dalam penjara. Setapak demi setapak saluran dan kontak-kontak kita sudah mulai tersusun rapih. Seleksi kita adakan terus menerus, mencegah kebocoran-kebocoran kepada musuh. 4. Suasana perang dunia semakin genting. Tentara Fasis Mussolini menyerah kepada tentara sekutu di Afrika. Berturut-turut tentara Fasis Hitler mengalami kekalahan-kekalahan di Eropa. Tentara Sekutu sudah mulai mendarat di Philipina dan Burma. Tentara Fasis Jepang di Indonesia mulai tampak pada siang dan malam meninggalkan pangkalan-pangkalan di Jawa untuk digerakkan ke luar Jawa. Tetapi kekejaman tentara Fasis Jepang semakin ganas; maka rakyat semakin tampak kebenciannya dan keberaniannya. Jaringan gerakan Anti-Fasis Jepang di bawah tanah semakin meluas. Tidak hanya meliputi rakyat biasa, tetapi juga di kalangan perseorangan dalam alat-alat pemerintah Fasis Jepang yang dahulunya takut-takut membantu gerakan kita, sekarang mulai simpati dan berani membantu. Kira-kira setengah tahun sebelum tentara Fasis Jepang (Kenpetai) mulai melakukan pembunuhan-pembunuhan gelap. Tugas regu kita semakin penting dan sulit, karena para tahanan politik banyak di pindah-pindah ke satu tempat ke tempat lain. Tetapi, karena jaringan kita sudah meluas, semua pemindahan para tahanan politik dalam waktu tidak sampai 3 bulan sudah bisa kita ketahui. Disamping itu kawan yang baru dipindahkan ke dalam penjara lain juga sudah biasa dan aktip mencari saluran-saluran kita di dalam penjara tersebut untuk mencari hubungan keluar. 5. Menghadapi peristiwa dramatis Pagi-pagi benar ada kurir (penghubung) dari Batu (Malang Barat), melaporkan bahwa ada sebuah truk dari kota Malang menuju ke Pujon dan membelok ke jurusan Coban Rondo (Air terjun dibawah kaki Gunung Kawi). Mobil truk tersebut membawa se-onggok jenazah orang di bungkus dengan tikar dan di buang di kolong air terjun Coban Rondo. Di daerah tersebut banyak binatang-binatang buas seperti babi hutan (celeng), asu ajag (anjing hutan), rusa, adakalanya tampak harimau. Binatang-binatang tersebut mencari air minum dan mandi dengan air terjun tersebut. Maksud tentara Fasis Jepang membuang jenazah di situ, ialah supaya jenazah-jenazah tersebut dimakan oleh binatang buas. Segera kita pergi ke Pujon ke rumah Haji Said anggota SR (Serekat Rakyat) dari angkatan 1926. Dengan beberapa temannya. Di waktu malam kita (di antar oleh wak Haji Said) dapat melihat jenazah-jenazah tersebut. Ternyata jumlahnya ada 18 orang tahanan politik yang dibunuh setelah disiksa oleh tentara Fasis Jepang (Kenpetai). Lainnya banyak yang tidak bisa kita kenal karena wajah mukanya "dirusak" oleh Fasis Jepang. Yang bisa kita kenal hanyalah seorang kawan bernama pak Kusen bekas wartawan harian Asia Raya. Tetapi yang jelas wajahnya bung Amir Sjarifuddin tidak ada. Dari dalam penjara kita cek, bahwa yang dibunuh kawan-kawan yang ada di markas di tangan tentara polisi Fasis Jepang (Kenpetai). 6. Pekerjaan di dalam dan di luar penjara. Herusukarto bekas guru Taman Siswa dan pemimpin K.B.I. (Kepanduan Bangsa Indonesia) yang ditangkap oleh tentara Fasis Jepang di penjara Lowokwaru memberikan berita melalui keluarganya, bahwa bung Amir Sjarifuddin masih di dalam penjara dan kesehatannya sangat buruk karena siksaan tentara Fasis Jepang. Karena jururawat yang bekerja untuk penjara Lowokwaru adalah petugas dari jaringan kita, maka kita bisa lebih banyak membantu kesehatan bung Amir Sjarifuddin dengan vitamin dan info-info lainnya. Berita baik ini segera kita sampaikan kepada bung Wikana untuk di minta pendapat-pendapatnya. Bung Wikana langsung mengirim kurirnya untuk menyaksikan sendiri kebenarannya melalui keluarga Herusukarto. Menanyakan siapa sesungguhnya Herusukarto tersebut. Dia adalah anggota GERINDO, maka ia sudah kenal betul dengan bung Amir. Dengan demikian laporan kita bisa di pertanggung-jawabkan. Kepada Herusukarto diberikan tugas utama untuk mengorganisasi dari dalam diantara semua pegawai-pegawai penjara dan para narapidana, yang tidak sedikit jumlahnya di dalam penjara tersebut, untuk bisa diusahakan meneliti berapa jumlah agen-agen Fasis Jepang di kalangan orang-orang bumiputra dan serdadu-serdadu Fasis Jepang yang ditugaskan menjaga penjara. Pada pokoknya mulai menghitung kekuatan penjagaan, yaitu untuk menjaga keselamatan bung Amir bila sa'atnya kita bisa membebaskannya. Ini semua adalah pengaturan dari pekerjaan di dalam penjara. Pekerjaan di luar penjara Lowokwaru. Di sebelah utara penjara Lowokwaru adalah daerah pertanian dimana para narapidana dipekerjakan untuk menanam sayuran bagi keperluan penjara sendiri. Disekitarnya ada daerah lahan pertanian lain, dimana jawatan pertanian (Proefstation) menggunakan lahan tersebut untuk penyelidikan pertanian dengan jumlah tidak sedikit oleh pegawai-pegawai intelektual (ahli-ahli pertanian) yang tidak "suka" sama penguasa Fasis Jepang. Agak ke timur, yang jaraknya tidak jauh dari penjara tersebut tampak asrama PETA (Barisan Pembela Tanah Air) dimana persiapan pekerjaan gerakan kita dengan melalui Bambang Supeno dan Ronopradopo sudah berjalan "baik" . Di sebelah utara penjara sepanjang jalan raya dari Malang ke Surabaya ada pos penjagaan polisi istimewa (kemudian diberi nama Brigade Mobil) dengan komandannya Soekimin yang di himpun oleh pak Saman (jagoan pemberontak-tua angkatan 1926). Menyeberang jalan raya di depan penjara Lowokwaru dan Celaket dimana barisan pemuda (Seinendan) di bawah pimpinan pak Said dan pak Amin sudah sepenuhnya bisa diandalkan kekuatannya. Jadi syarat-syarat obyektip dan materiil di sekitar penjara Lowokwaru merupakan sebagian besar menjadi sandaran kekuatan yang sewaktu-waktu bisa ditugaskan untuk menyerbu penjara Lowokwaru. Kekuatan-kekuatan di dalam penjara dan di luar penjara sudah mulai berangsur-angsur dengan kesedarannya sendiri mengerti tugasnya. Dengan kesedaran tersebut setiap orang dengan sungguh-sungguh bisa menyimpan rahasia. Karena kebocoran berarti bencana bagi diri sendiri. Tentara Fasis Jepang semakin kejam dan biadab; dan ini berarti membantu kesedaran rakyat untuk semakin membenci kepada Fasis Jepang dengan pengalamannya sendiri. 7. Hari pembebasan. Kurir dari Jakarta sudah tiba di Malang dan Jawa Timur dengan membawa tugas-tugas baru. Fasis Jepang sudah menyerah tanpa syarat kepada tentara sekutu. Hal ini kita dengar pada tanggal 14 Agustus 1945. Suasana tegang dan panas. Semua sudah siap. Orang-orang Indonesia yang menjadi agen-agen Fasis Jepang sudah melarikan diri. Sirene tanda bahaya serangan dari udara semakin sering dibunyikan. Tentara Fasis Jepang menunjukkan kepanikannya di depan rakyat. Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 diumumkan, dari angkatan darat bala tentara Fasis Jepang mundur berpusat di Malang Selatan (daerah Dampit dan Sumbermanjing) dan dari angkatan laut Fasis Jepang dari Surabaya dan pangkalan-pangkalan luar Jawa berpusat di Malang Utara di sekitar Batu Pujon. Sedangkan kota Malang pada pokoknya di tinggalkan. Momentum tersebut kita gunakan sebaik-baiknya untuk menyerbu penjara Lowokwaru dari luar dan pemberontakkan narapidana dari dalam. Gerakan rakyat dengan bambu runcing yang dipimpin pemuda mengepung penjara Lowokwaru dan aksi-aksi dari dalam penjara mendobrak pintu penjara. Ternyata, tanpa kita tugaskan para narapidana yang "jagoan" (tamping-tamping) sudah melucuti senapan-senapan musuh dan 21 orang serdadu Fasis Jepang yang menjaga penjara Lowokwaru telah dibasmi. Dengan cara demikian itulah, maka semua narapidana bisa "membebasakan" dirinya sendiri. Bung Amir Sjarifuddin dengan selamat kita bawa ke markas Pemuda di depan penjara Lowokwaru. Saya bukan apa-apa. Kekuatan yang membebaskan bung Amir Sjarifuddin adalah kekuatan para narapidana dari dalam penjara dan kekuatan rakyat serta pemuda di sekitar penjara Lowokwaru yang dengan kesedaran tinggi mereka membenci tentara Fasis Jepang yang biadab dan kejam terhadap rakyat Idonesia. Oleh Residen Malang, Mr. Soenarko telah dipinjamkan mobil Jawatan kepada bung Amir Sjarifuddin untuk pergi ke Surabaya, kemudian terus ke Jakarta dengan kereta api. Tapi atas permintaan rakyat dan lasykar pemuda kereta api (Sutjipto), untuk menjaga keselamatan bung Amir, lebih baik naik kereta api ekspres ke Jakarta. Untuk tugas ini diberikan oleh para pemuda kepada saya, mengantar bung Amir Sjarifuddin sampai di Jakarat dengan selamat. Dalam kesempatan tersebut bagian film dari Departemen Penerangan Republik Indonesia membikin opname sebagai dokumentasi. Pada setiap kesempatan, di Markas Pemuda Lowokwaru, di depan stasiun kota Malang dan di setiap stasiun antara Malang dan Surabaya banyak rakyat dan pemuda mendengar dan ingin berkenalan dengan bung Amir Sjarifuddin. Tetapi bung Amir Sjarifuddin di depan mereka berseru "Hidup Rakyat Indonesia!", "Hidup revolusi Indonesia", "Hidup pemuda harapan bangsa" dan "Merdeka atau mati"; terimakasih, "Hidup-hidup" sambil melambai-lambaikan kepalnya ke atas. Selama di dalam perjalanan bung Amir Sjarifuddin tidak berpidato, karena kesehatannya masih lemah dan giginya banyak yang rusak karena siksaan tentara Fasis Jepang selama ditawan di penjara. Tetapi wajahnya tampak sangat gembira dan optimis di depan rakyat sepajang perjalanan. Kita berangkat dari kota Surabaya jam 14.00 dan jam 09.00 esok harinya sampai di stasiun Gambir (Jakarta), yang disambut hangat oleh para pemimpin API (Angkatan Pemuda Indonesia) Menteng 31 Jakarta Raya. Bung Amir dibawa ke Markas API Menteng 31 dan kemudian ke Gedung Proklamasi 17 Agustus 1945 di Penggangsaan Timur. Sampai di sini -- tugasku selesai dengan selamat. Selesai Di tempat, Agustus 1980 * Rudhito Sukardi Sastrodiwirjo, lahir di Malang 19 Desember 1919. Memimpin salah satu kompi pasukan yang ikut ambil bagian dalam pertempuran tahun 1945 di Surabaya, kemudian menjadi salah seorang pimpinan Dewan Pusat Pesindo, ikut long-mars dalam peristiwa Madiun, dengan pasukannya bergrilya melawan agresi Belanda ke 2 di wilayah Malang Selatan. Zaman NASAKOM menjadi Pimpinan Pusat Serikat Buruh Kendaraan Bermotor-SBKB. Sebagai anggota MPRS dari Angkatan 45, bersama-sama Chairul Saleh, Wikana ikut mewakili Indonesia ke Perayaan Ulang Tahun RRT ke XVI. Tanggal 10 Juli 1986 pada usia 66 tahun meninggal dunia di Amsterdam. Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ [Non-text portions of this message have been removed]